Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mencoba Sepatu Kayu Ala Noni Belanda

22 Agustus 2014   19:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:51 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

lifemodernmom.bogspot.com

Pabrik sepatu kayu Belanda, atau sering disebut 'Clog' atau wooden shoes di Marken, memang bukan seperti pabrik biasa. Pekerjanya pun hanya beberapa orang saja. Tidak ada mesin2 yang memakan daya besar, bahkan hanya ada 2 mesin tanpa daya listrik saja, yaitu mesin pemotong kayu dan mesin penyerut kayu. Itupun daya nya adalah dari si pembuat sepatu.

Namanya saja pabrik tradisional. Sepatu2 kayu Belanda sudah ada sejak jaman dahulu, dimana waktu itu pin belum ditemukan listrik. Jadi, ketika Holland sudah mempunyai listrik, tidak sedikit pabrik pembuat sepatu kayu pun yang tetap memakai alat2 tradisional.

Saat itu, ada 2 pembuat sepatu kayu Belanda, atau clog, yang kesemuanya adalah noni2 Belanda. Mereka besar dan kekar, tangannya berotot, mungkin karena sejak kecil mereka bergumul dengan pembuatan clog. Wajah mereka ramah, mereka selalu tersenyum. Pun mereka kadang2 memakai clog buatan sendiri serta memakai baju tradisional mereka. Tetapi sering kali kata mereka, memakai baju bengkel, untuk mempermudah pekerjaan mereka.

14086834812114107735
14086834812114107735

14086835301380021529
14086835301380021529

Si noni pembuat sepatu Belanda. Alat2nya sebagian besar masih tanpa listrik, sehingga si pembuat sepatu terlihat tangannya kekar, karena harus mengoperasikan alat itu sendiri ......

Ternyata membuatnya sangat mudah! Memang, tidak semua orang berpikir begitu. Tetapi ketika aku mengamati presentasi pembuatan clog, aku justru terinspirasi banyak hal. Mereka mampu membuat sepatu dari kayu, memakainya, dijual secara lokal bahkan nasional, dan menjadi 'aset' negara mereka dalam dunia pariwisata.

1408683721461991261
1408683721461991261

1408683752129485844
1408683752129485844

Berbagai jenis 'terompah' Belanda, berdasarkan kota pembuatnya

Mereka mampu dan berhasil mendidik generasi muda mereka untuk menghargai serta justru mengembangkan clog, dan sampai sekarang pun, aku sangat tertarik untuk selalu membeli souvenir clog ini.

Presentasi tidak memakan waktu lama. Si noni Belanda mempresentasikan bagaimana dari sebuah gelondongan kayu sekitar sebesar telapak kaki, dipotong2 sesuai kira2 cukup nyaman untuk sebuah sepatu.

1408683601413249456
1408683601413249456

14086838391621560460
14086838391621560460

Foto atas, adalah sepatu2 yang sudah dipotong, di bentuk khas 'terompah' Belanda dan langsung digantung untuk mengeringkannya.

Foto dibawahnya, sepatu2 yang sudah mulai di amplas dan diberi warna dasar, sebelum 100% kering dan bisa di desain warna dan asesorisnya.

Setelah itu, potongan2 kayu itu, dalamnya dipahat dan dibuang, untuk meletakan telapak kaki kita. Sedemikian sehingga cukup nyaman. Lalu di sekeliling sepatu itu pun di pahat dan diserut, sesuai keinginan. Karena clog ini sedah 'pakem' sengan bentuknya, clog tidak akan keluar dari pakemnya. Ujung sepatunya runcing dan finishing yang cukup diserut rapi.

Jadilah sepasang clog, lalu di gantung selama beberapa hari untuk dikeringkan. Karena sepotong kayu adalah benar2 baru ditebang dari hutan ( jaman dahulu ) sehingga belum kering. Jika sudah kering, susutlah clog tersebut, sekitar 10%, dan barulah sepatu2 itu diberi warna, lukisan atau apapun yang dikehendakinya.

Mungkn setelah 20 menit di ruang presentasi pembuatan clog, kami digiring ke tempat penympanan clog yang sudah kering, tetapi belum di hias. Clog2 itu benar2 masih mentah, dari kayu hutan dan siap untuk di hias, sebagai hadiah, dijual atau untuk mereka sendiri.

Beberapa turis mencobanya. Beberapa juga memesannya untuk di hias sesuai dengan keinginannya. Ruangan itu ramai dengan tawa dan canda. Aku pun ingin mencoba, tetapi susah untuk melakukannya. Pertama, karena kakiku kecil ( ukuran maksimal 37 ), tidak ada yang kecil. Kedua, cloh cukup berat dan kaki kananku tidak mampu mengangkatnya, karena memang lumpuh.

Michelle mencoba clog, dengan riang .....

Aku tertarik ketika Michelle ingin mencobanya. Walau dia masih berumur 14 tahun, tetapi tubuhnya bongsor tinggi, tetapi kurus. Telapak kakinya saja ukurannya 40. Sehingga, dia bebas memilih dan mencobanya.

1408683961625013674
1408683961625013674

Mulanya, Michelle ragu untuk mencobanya ......

Mulanya, dia malu2 untuk mencoba. Satu kakinya dulu. Dipatut2nya, sebelum aku mendorongnya untuk memakai clog sebelahnya lagi. Agak lama dia mematut2nya. "Berat," katanya, tetapi tawanya membuat wajahnya sumringah.

1408684012408168893
1408684012408168893

Lama2 dia merasa nyama dan senang dan mulai berjalan2 dengan sepatu kayunya. Jika tidak berat,mungkin aku membelinya. Clog itu ternyata berat dan besar. Sebenarnya harganya tidak terlalu mahal, untuk sebuah sepatu dan souvenir dari Holland .....

Lalu dia berjalan2 dengan kedua clog nya. Hilir mudik sambil bercanda dengan Dennis, yang meledek2nya. Kedua anakku, kaka beradik, bercanda riang. Dennis menggelitik Michelle dan Michelle berteriak2. Terlihat sangat bahagia .....

Dari ruang 'mencoba clog', kami digiring ke ruang untuk membeli berbagai jenis clog. Dari yang 'asli' terbuat dari kayu hutan, dengan berbagai jenis hiasan dan 'finishing touch', sampai clog dari bahan yang lembut, flanel. Kalau yang ini memang hanya untuk di dalam rumah, di dalam kamar. Harganya dari sekitar 8 Euro sampai 40 Euro, tergantung desain dan hiasannya, untuk clog kayu, dan 7 Euro sampai 15 Euro untuk clog flanel.

14086840851971347571
14086840851971347571

14086841362052468409
14086841362052468409

Clog kayu dan clog flanel

Atau juga clog hanya untuk souvenir. Dari yang terkecil panjangnya sekitar 3 cm dengan berbagai macam hiasan, sampai yang terbesar panjangnya sekitar 40 cm untuk hiasan rumah. Aku membelinya untuk souvenir dan dibagi2kan untuk teman2ku. Juga aku membeli kalung clog kayu, untukku sendiri. Bisa dibayangkan, berapa harga souvenir itu, tidak lebih dari 20 Euro.

1408684222100121011
1408684222100121011

Souvenir clog untuk dibagikan sebagai oleh2 .....

Mungkin 1 jam kami berada di sekitaran parbik clog tersebut, sebelum kami digiring keluar untuk kembali ke bus wisata kami.

Gerimis benar2 sudah berhenti. Kami sempatkan duduk2 di taman sekitar pabrik, karena tour guide membolehkan beberapa menit untuk menikmati lingkungan disana.

Dan ternyata, inspirasi baru datang untukku, ketika seorang ibu2 Belanda memberi makan sekumpulan burung2 liar .....

Sebelumnya :

'Wooden Shoes Factory' di Marken, tetapi Tidak Seperti Pabrik .....

Selamat Datang di Marken, Selamat Tinggal Volendam

Bahkan Burung-Burung itu Tetap Bisa Makan .....

'Fish & Chips' : Makanan Khas Kota PenghasilIkan

'Fotograaf de Boer' : Kenangan Terindah dari Volendam

Keju, Keju, Keju dan Keju di 'Cheese Factory' Volendam

Ke 'Cheese Factory' di Gerimis Volendam

Catatan Sejarah Desa Volendam dalam Sebuah Museum

Sisi Lain 'Volendam', Selain Sebagai Desa Nelayan

[Edisi Kecewa] Hujan Cukup Deras Terus Mengikuti Kami .....

'Molen De Gooyer' : Musim Panas yang Hangat di Café Brouwerij .....

Keliling Amsterdam dengan Bus Wisata 'Hop-On dan Hop-Off'

Beberapa Paket Tour ( Termasuk Untuk Disabled ) yang Pastinya Sangat Menyenangkan!

Menu Makan Pagi Favorite di Molly Malones - Oudejizdskolk Straat

The FEBO 'De Lekkerste' : Kedai Burger Otomatis di Holland

'Perburuan' itu Dimulai : Dunia Filateli Amsterdam .....

[Bidikan Amatir] Burung-Burung di Amsterdam itu Terbang Rendah .....

Mahasiswa 'Cool' Menjemput Masa Depan di Universiteit van Amsterdam

Piala Dunia ... Ooo ... Piala Dunia : Jejak Sampah di Amsterdam

Rumah-Rumah Amsterdam yang Cantik dan Spesifik

Museum Amsterdam : Mungil tetapi Tetap Bersahaja .....

'The Begijnhof' : Perempuan2 itu Hanya Ingin Berkarya Dalam Diam .....

'The Parrot' : Gereja yang Tersembunyi di Kalverstraat

'Kalverstraat' : Shopping Area dengan Pedestrian yang nyaman

'Canal Cruise' : Menikah di Kanal Amsterdam? Siapa Takut!

'Canal Cruise' : Secercah Harapan dari Kanal Amsterdam

Makan Siang Pertama di Amsterdam : Masakan China dan Suriname

Dunia Prostitusi 'De Wallen' Amsterdam, yang Sebenarnya .....

'Red Light District', Wisata Prostitusi di Amsterdam : Hahaha ..... Anak-Anakku Cepat Belajar dari Lingkunganya

Ketika Kekecewaan Berganti dengan Semangat dan 'Excited!'

'Coffee Morning' : Ketika Kebahagiaan Mengawali Semuanya

'Basiliek van der H. Nikolaas' : Gereja Katolik Tertua di Amsterdam Abad - 18

Oudejizdskolk Straat, Basiliek van de H.Nikolaas, Café Molly Malones di Amsterdam

Selamat Datang di Amsterdam!

Menuju Amsterdam ... Aku dalam Keterbatasan? Sudah Lupa, Tuh!

Perjalanan ke Negeri yang Jauh Sudah Mulai dan Mimpiku Semakin Nyata .....

Horeeeeeee ..... Libur Besar Telah Tiba!

Ketika  Aku Membawa Anak-Anakku Keliling Eropa, dengan Separuh Tubuh Lumpuh


Profil | Tulisan Lainnya

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun