Mohon tunggu...
Christie Stephanie
Christie Stephanie Mohon Tunggu... -

Siswi kelas 9A SMP Tunas Harapan Nusantara. Remaja labil yang berpikiran pendek dan menganggap menulis adalah bagian hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Butuh Perjuangan?

19 September 2013   22:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:39 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cinta memang butuh perjuangan, bahkan pengorbanan. Nah loh, perjuangan yang bagaimana? Adu otot atau adu prestasi?"

"Cinta memiliki kekuatan untuk mengubah seseorang, namun kemana perubahan itu mengarah, kita sendiri yang menentukan."

Perkelahian antara Doni dan Rian sore kemarin menjadi perbincangan hangat warga sekolah pagi ini. Perkelahian mereka kemarin sore mencengangkan beberapa teman mereka yang turut menjadi saksi mata di taman dekat sekolah mereka.

Penyebabnya tak kalah konyol, pasaran, juga picisan. Memperebutkan seorang siswi baru di sekolah mereka yang bernama Vina. Memang tak dapat dipungkiri, Vina gadis yang baik, ramah, sopan, pintar, dan wajahnya juga manis. Bahkan mungkin, Doni dan Rian hanyalah segelintir lelaki yang memperebutkan Vina diantara selusin pria lainnya.

Perkelahian mereka berawal ketika Doni menantang Rian dengan sengaja. Rian segera saja terpancing emosinya. Akhirnya, kedua siswa SMP ini terlibat perkelahian. Sebenarnya, perkelahian mereka memang terlihat lucu bagi teman-teman lelaki mereka yang lain. Hanya satu-satunya siswi perempuan di sana, Mia yang masih menunggu dijemput, merasa tegang dan takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Mia juga tegang karena tak ada satupun teman-temannya yang berniat melerai.

Setelah perkelahian usai, Rian pulang. Meninggalkan Doni, Mia, Geral, dan Roni. Mereka menasihati Doni kalau bertengkar hanya karena masalah perempuan adalah hal yang basi. Benar, memang segalanya harus diperjuangkan, tapi tidak perlu adu otot kan?

Pagi ini, Doni hanya cuek-cuek saja mendengar kabar perkelahiannya yang menjadi buah bibir di sekolah.

"Cie, yang kemaren ribut kayak bocah," ledek Mia yang tengah duduk di kursi di depan kursi Doni.

"Tau nih, gak tau malu banget, udah diomongin satu sekolahan, tetep aja cuek bebek," Roni menimpali kata-kata Mia barusan. Mendengar celotehan teman-temannya, Doni hanya mendengus sebal dan duduk di kursinya sambil menggerutu.

"Lo bilang dia bocah! Lalu kalo lu ladenin, bukannya kalian sama-sama bocah?!" Geral ikut masuk dalam percakapan mereka. Kali ini Doni terlihat akan angkat suara.

"Eh, denger ya! Selama janur kuning belom ngelengkung, gue masih punya banyak kesempatan!" Doni menegaskan kata-katanya dengan suara lantang, mengundang senyum Mia yang mengembang mendengar perkataannya tanda setuju.

"Tapi, Don, bukan itu caranya. Buktiin sama Vina dong, kalo lo, bukan cuma bisa menang adu otot, adu otak sama adu prestasi baru cowo gentle!" Mia masih menasihati Doni dengan suara keras. Sedikit mengandung penyemangat.

"Ya tapi gimana? Lo tau sendiri, nilai gue kayak apaan tau!" Doni hanya memprotes sebal.

"Nah! Itu sadar! Ya belajar toh! Lo pikir ribut ama Rian bisa bikin lu pinter?" Roni jadi sebal sendiri dengan Doni.

"Iya, bawel amat sih lu pada!" Doni hanya menjawab dengan nada kesal.

"Ya elah, nih anak, dinasehatin malah ngatain orang bawel," Geral jadi ikut sebal, melihat tingkah Doni yang menyebalkan.

"Sekarang lu bisa bilang kita bawel, tapi kalo udah ngerasain manfaatnya, jangan lupa bilang terima kasih ama kita!" Mia berdiri dari kursinya dan berjalan menuju kerumunan para gadis lainnya yang sedang berbincang-bincang. Doni dan Geral juga mulai bermain dengan teman-teman lain. Sedangkan Doni hanya duduk merenung. Benar apa kata teman-temannya. Menarik hati Vina bukan dengan cara adu otot, tapi adu prestasi.

Mulai dari hari itu, Doni belajar keras untuk menyaingi prestasi Rian. Rian yang memang dari awal lebih dekat dengan Vina daripada Doni, merasa posisinya terancam. Persaingan ketat terjadi diantara mereka. Hingga pada saat pengumuman ulangan akhir semester 1, semua siswa tercengang akan informasi yang mereka dengar. Doni masuk peringkat 10 besar dari 30 siswa di kelasnya. Padahal, biasanya Doni hanya menempati peringkat 20 ke bawah. Rian hanya mampu berdecih mendengarnya.

Kini, tekad Doni untuk menyatakan perasaannya pada Vina sudah bulat. Dia tak perlu malu lagi kalau prestasinya buruk seperti yang lalu-lalu. Kini, dia sudah mampu menunjukkan kesungguhannya dan prestasinya.

Setelah pengumuman itu berakhir, Doni meminta bantuan Mia, Geral, dan Roni untuk membantunya menyatakan perasaannya pada Vina. Sekaligus menjadi saksi untuk peristiwa membanggakan yang akan dia lalui sekitar setengah jam kedepan.

Sementara Mia, Geral, dan Roni bersembunyi di balik pintu kelas saat jam istirahat akan berakhir, Doni sedang menyemangati dirinya sendiri di ambang pintu kelas. Melihat Vina yang tengah bersendagurau dengan seorang siswa laki-laki yang sepertinya siswa kelas lain, Doni memandang ketiga temannya yang kini menatap ke arahnya dengan pandangan menyemangati.

Keberanian yang ada dalam hati Doni semakin menguatkannya. Akhirnya, dia memanggil Vina.

"Vina!" Doni mendekati Vina dan siswa lelaki itu.

"Eh, Doni, kenapa?" Vina hanya merespon singkat, sedangkan siswa itu hanya memasang wajah datar.

"Gue suka sama lo, mau gak lo-" ucapan Doni terinterupsi oleh kata-kata pamit yang dilontarkan siswa yang bersama Vina tadi. "Vin, aku masuk kelas dulu ya, bye, nanti siang aku tunggu di depan pager sekolah aja ya," siswa tersebut berjalan menjauhi mereka dan masuk ke kelasnya sendiri. Vina menatap kepergian siswa itu dengan senyum lembut.

"Tadi lo mau ngomong apa?" Vina kembali menanyakan apa masalah yang ingin ditanyakan Doni sehingga memanggil Vina. Ketiga siswa yang mengintip dari balik pintu hanya memasang wajah pucat dan hanya mampu terdiam.

"Em.. Vin, cowo tadi.. Siapa?" Doni hanya membuat suaranya agar terdengar tak gugup.

"Oh, itu Nico, cowo gue, kenapa?" Vina menjawab dengan santai dan riangnya. Gubrak! Ketiga siswa di belakang pintu hanya mampu terjengkang ke belakang dengan tidak elite-nya. Doni hanya diam dan memandang wajah Vina dengan tatapan yang sulit diartikan. Rian yang baru saja melewati mereka ketika ingin masuk kelas hanya membatu dalam posisinya. Mereka semua tercengang. Batin mereka tergoncang.

"Jadi?" Vina kembali bertanya. Dia hanya mengernyit heran melihat situasi orang-orang itu.

"Ah, gak apa-apa, udah dulu ya!" Doni kembali berbalik masuk ke dalam kelas. Semua orang hanya menatapnya prihatin. Doni hanya memasang wajah sok tegar.

Sepulang sekolah di siang hari, Doni merenungi nasibnya di taman dekat sekolah, tempatnya berkelahi dengan Rian. Dia terdiam meratapi nasibnya yang sungguh ironis. Tiba-tiba, suara sesenggukan dan isak tangis terdengar samar-samar. Setelah mencari keberadaan sumber suara tersebut, Doni hanya menganga. Benarkah penglihatannya kalau itu Rian?

"Eh, Rian," Doni memanggil Rian dengan suara pelan. Siswa laki-laki itu menoleh. Benar, dia Rian. Doni menahan tawanya mati-matian. Momen yang sedang bagus dan hangat begini jangan berubah hanya karena tawanya.

"Apa?" Rian bertanya dengan nada sok kuat.

"Banci amat nangis gara-gara Vina udah punya pacar," Doni juga sebenarnya ingin menangis. Tapi.. Ayolah, mereka siswa SMP. Tidak sepantasnya cengeng seperti itu.

"Bawel lu ah!" Rian hanya membuang muka. Tiba-tiba, tangan Doni terulur ke arahnya. "Damai?"

Rian menyambut tangan Doni dengan jual mahal. Lalu keduanya terdiam. Hingga tiba-tiba, Mia datang berlari ke arah mereka.

"Eh! Katanya besok ada siswi baru yang masuk ke kelas kita! Namanya Vinny, kembarannya Vina yang baru pulang dari studinya di luar negeri hari ini!" Mia berteriak-teriak dengan hebohnya.

Rian dan Doni hanya berpandangan dengan tatapan membunuh dan seringai kejam penuh ambisi. "Gue bakal ambil Vinny duluan!" Rian berteriak. "Gue!" Doni tak mau kalah.

Diam-diam, Mia berjalan menjauh dari taman itu. Tidak mau melihat adegan pengulangan sore itu lagi. Kini, perkelahian mereka hanya disaksikan oleh ayunan taman yang mengayun pelan karena tertiup angin kering sang siang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun