Mohon tunggu...
Christie Kirana
Christie Kirana Mohon Tunggu... Lainnya - Mengucap Syukur Dalam Segala Keadaan

Kompasianer sejak tahun 2017

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengalaman Diwisuda Sarjana Bareng Mama

6 Desember 2020   19:50 Diperbarui: 6 Desember 2020   20:10 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkenalkan, aku Christie.  Sejak kecil  bersama adikku yang masih bayi dibesarkan penuh kasih sayang  oleh singlemom, ibu tunggal, Mama.  Karena itulah aku termotivasi membagikan kisah nyata ini. Semoga Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud dan Tim Kompasiana berkenan mengapresiasi perjuangan dan  perjalanan hidupku.  

Perjalanan hidupku dimulai saat usia 5 tahun.  Life must go on, Mama sendirian berjuang menghidupi kami bertiga. Menurut semua orang yang mengenalnya, Mamaku cerdas dan berkarier cemerlang. Namun  Mama memilih menjadi fulltimer mother;  menjadi guru,  koki, supir, petugas cleaning service, laundry , security, perawat,  dan menjadi  segalanya bagi kami anaknya. Sampai hari ini, tak pernah aku melihat Mama bosan memotivasi kami untuk sungguh-sungguh belajar, tentu dengan cara yang fun dan mengasyikkan, tidak sampai membosankan apalagi memaksa.

Kami belajar dari mana saja, di mana saja, dengan siapa saja. Dinding ruang kelas atau pagar sekolahan terlalu sempit untuk memperoleh pengetahuan. Para guru sekolah tidak lagi menjadi narasumber utama pelajaran.  Teman satu kelas atau satu sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pilihan pergaulan dan bersosialisasi.  The New Normal menyadarkan bahwa dunia berubah. Konsep  hidup, bekerja, berbisnis, berbelanja, bersosialisasi, bersekolah like or not berubah dan sangat mengandalkan teknologi.  Bahkan jika vaksin corona ditemukan, gaya hidup tidak sama seperti dulu lagi.  


Kisah Sekolah Pertamaku

Aku sempat bersekolah  formal sampai kelas 4 SD. Namun aku mesti katakan, Mama adalah guru pertama yang mengajari aku membaca, menulis, menggambar, dan berbagai pelajaran standar seperti matematika dan numerasi, Sains IPA dan Sosial Sains IPS, Literasi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan Kewarganegaraan. Mama juga mengajari aku mengetik komputer, memasak, dan keterampilan rumah tangga, mencuci piring, mencuci baju dan mengatur keuangan. Guru-guru di sekolah bagiku lebih berfungsi sebagai  pemberi tugas dan nilai raport.  

Kalau boleh jujur,  sekolah formal mungkin  bisa menjadi  tempat 'berbahaya' bagi siswanya.  Misalnya,  pertama kali aku mendengar kata-kata kotor dan makian dari teman sekelas;  Digoda mencontek  atau terpaksa membiarkan teman mencontek jawaban ujian, karena kalau tidak, kita dimusuhi para "preman kelas".  Kenyataan sampai kapanpun bully di sekolah formal adalah keniscayaan, baik antar siswa, guru, maupun tenaga kependidikan. 

Berpijak dari kenyataan itu, di tahun 2010,  Mama mantap memindahkan kami ke jalur homeschooling. Sejak kelas 5 SD sampai tamat setara kelas 12,  kami berhomeschooling. Sebagai breadwinner yang bekerja serabutan,  Mama cekatan  membagi waktu untuk semuanya, termasuk hobi berwisata. Kebetulan, masa itu  Mama berkesempatan berbisnis di Bali. Dua minggu Mama wajib di Bali dan dua minggu lainnya di Jakarta.  Jadi rutin setiap bulan, kami ikut  Mama wara-wiri Bali -Jakarta. Kami selalu ikut karena Mama tidak  tega menitipkan aku dan adikku kepada keluarga atau tetangga. 

Mama sendirian menyetir mobil  dengan rute Jakarta - Bali - Jakarta. Mobil diubah menjadi camper van supaya aku dan adikku bisa tidur dan ber-homeschooling sepanjang perjalanan menyusuri Utara Jawa.  Pengalaman yang priceless, melewati hutan, gunung, kota, desa, menyeberangi Selat Bali ; Kami juga belajar menghitung kecepatan mobil dan jarak tempuh; menghitung biaya perjalanan; mempelajari pohon dan binatang yang kami jumpai di hutan Bali Barat. Tak lupa kami memperlancar Bahasa Inggris bersama turis asing sambil berjemur di Pantai Kuta. Tempat favorite kami berhomeschooling adalah di Kapal Fery yang mengantarkan kami dari ujung Jawa Timur menuju Pulau Bali dan sebaliknya.  Itu menjadi  kenangan manis betapa nikmatnya berhomeschooling karena bisa belajar, bersekolah, sambil berwisata.

Sekolah kok di Rumah?  

Kami memulai homeschooling sekitar sepuluh tahun lalu, saat hampir semua orang belum tahu --apalagi melakukan--  Learning from Home atau Home learning.  Di awal perjuangan,  kami sering sekali ditertawakan, dibully,  dihina,  termasuk oleh  keluarga dan tetangga.  "Sekolah kok di rumah; katanya anaknya sekolah tetapi kok nggak pernah ke (gedung) sekolah".  Mama tidak pernah membalas, bahkan makin giat berinovasi agar kami tetap gembira berhomeschooling.  Bagi aku dan adik,  Mama adalah guru yang asyik. Selain mengajar sesuai  standar kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sejalan dengan waktu, Mercy Smart Homeschooling menambah pelajaran dan beberapa aplikasi pendidikan internasional. 

Selain mencapai standar akademis, bagian terpenting dari pendidikan homeschooling bagiku adalah budi pekerti dan life skills yakni :

  • Fokus dan kontrol-diri
  • Pengambilan perspektif
  • Berkomunikasi
  • Membangun koneksi
  • Berpikir kritis
  • Siap menghadapi tantangan
  • Pembelajaran dengan keterlibatan dengan Swa-Orientasi.

Tentang Mama, Sekolah Pertamaku

Mamaku tegas dan  berani. Itu membuatku selalu merasa aman bersama Mama.  Mama menjunjung tinggi kejujuran dan mengagumi orang-orang jujur apapun agama mereka;  Mama baik hati, sering menolong tanpa pamrih; tidak mendendam atau membalas. Mama pantang menyerah sekalipun rasanya sudah lelah dan  percaya bahwa hasil tidak pernah mengkhianati usaha dan perjuangan kita.  

Dalam kesehariannya Mama jarang menonton televisi lokal dan itu menular ke kami berdua.  Sebaliknya, mama bela-belain berlangganan TV kabel yang siarannya bermanfaat bagi homeschooling  seperti  TV National Geographic  dan Netflix.  Sekarang ini  kami sekeluarga sering menikmati Serial  "2 days 1 night" yang menyajikan pariwisata dan kuliner Korea dengan penuh gelak tawa.  Jika punya waktu senggang,  mama aktif webinar dan mengikuti blog dan vlog pendidikan dan bisnis.  Sedikit bocoran, di masa mudanya, Mama adalah karateka. Karena itu, sejak usia 6 tahun, kami berdua juga ikut berlatih karate. Mama yakin  latihan bela diri meningkatkan  rasa  percaya diri sekaligus  berlatih menguasai diri sendiri.  Mungkin karena mengantongi sabuk hitam karate Inkai, aku tidak gentar merantau sendirian berkuliah sampai ke Negeri China. 

Berbagai Prestasi sampai Diwisuda Sarjana Bareng Mama

Perjuangan Mama  menjadi Sekolah Pertamaku pada babak pertama, mungkin selesai saat Aku dan adikku lulus SMA Mercy Smart Homeschooling. 

Berlanjut ke babak kedua,  yakni aku dan Mama bersama-sama berkuliah di Universitas Terbuka tetapi beda jurusan. Karena mama mengambil jurusan Hukum, sedang aku menyukai Sastra Inggris.  Kami menyelesaikan dalam 6 semester aktif.  Pada saat wisuda, aku terkejut karena diumumkan sebagai  Sarjana Termuda Universitas Terbuka sedunia (mahasiswa UT ada di seluruh dunia).  Belum hilang rasa terkejutku, ada  kejutan berikutnya. 

Karena diwisuda bareng  Mama, kami berdua diminta ke panggung oleh Rektor, diperkenalkan ke semua wisudawan dan para orangtuanya,  karena baru pertama kali di Indonesia, ibu dan anak diwisuda Sarjana pada tempat dan waktu yang sama. (video ada di youtube)  

Begitulah Mamaku, perempuan sederhana tetapi memiliki visi yang jelas bahkan sebelum jamannya. Bayangkan, 10 tahun lalu Mama mantap memilih jalur homeschooling untuk anaknya. Tujuh tahun lalu Mama sudah mengarahkan kami belajar coding dari internet.   Aku ingat, saat memilih antara mencicil mobil baru, karena mobil kami sudah tua, Mama memilih mencicil laptop bagi kami bertiga untuk belajar teknologi.

Ke-nekad-an Mama memperkenalkan dunia teknologi saat aku 14 tahun dan adikku 9 tahun ternyata membuka pintu-pintu kesempatan bagi kami. Adikku Andre dikenal sebagai  Programmer Cilik karena dijadikan  ikon film dokumenter Programmer Cilik Metro TV;  Bahkan Menteri Komunikasi dan Informatika, Pak Rudiantara menyatakan Andre  Christoga adalah inspirator anak Indonesia yang punya passion teknologi; bahwa belajar komputer tidak perlu menunggu setelah tamat SMA. "Indonesia membutuhkan ribuan Andre-Andre lagi untuk membangun Teknologi Indonesia."

Pengalaman kami di dunia teknologi lumayan menarik.  Bersama tim, kami memenangkan lomba programming komputer disebut Hackathon (Hacker Marathon) antara lain pada Hackathon Tempo Microsoft, Hackathon FWD -Kejora - Founder Institute, Hackathon Merdeka di Istana Presiden* (ditulis di Kompasiana). Di tahun 2017 kami bertiga ikut mewakili Asia berkompetisi program Startup internasional She loves Tech  di Beijing China. 

What Next for 2021 ?

Mama sedang persiapan membuka Kantor Advokad. Aku sedang menyusun thesis Master  Tsinghua University Beijing dengan beasiswa  Kominfo. Adikku Andre 16 tahun memulai kuliah di Universitas Indonesia. Oya, kami berdua tidak pernah ikut bimbel dan sejenisnya, cukup belajar dari Homeschooling Mercy Smart d/a Sekolah Megana. 

Tim Peduli Pendidikan PISA Indonesia (Mama di tengah)
Tim Peduli Pendidikan PISA Indonesia (Mama di tengah)

Sejak November 2020, Mama bersama Tim TV Megana Peduli Pendidikan mempersiapkan modul pembelajaran berkualitas lewat video gratis di internet dan televisi satelit  --untuk siswa tanpa  ponsel serta akses internet.  Visi dan Misi Tim adalah mendongkrak kualitas pendidikan, terutama  siswa SMP SMA di Daerah 3T;  Mendongkrak nilai PISA (Programme for International Student Assessment) mereka agar setara  siswa di kota-kota besar Indonesia.  

Semoga visi dan misi Tim Megana mendapat dukungan  dana dari berbagai pihak filantrofis dan Pemerintah lewat Kemdikbud;  Mengingat saat in kualitas Pendidikan Indonesia dinyatakan tertinggal 30 tahun dari negara maju.  

Begitulah Mamaku, Sekolah Pertamaku.  Aku berdoa Mama panjang umur, sehat, sejahtera, dan terus menjadi berkat di usia +50 tahun dan 16 tahun sebagai Singlemom. Semoga kisah nyata ini menginspirasi para Ibu, termasuk  para Singlemom agar tidak menyerah, melainkan bergandengan tangan bersama komunitasnya untuk terus belajar menjadi Guru Pertama bagi anak-anaknya.  

Akhirnya teruntuk Mama,  Ibu, Sekolah Pertamaku (dan Sekolahku selamanya),  ijinkan aku mengutip Kahlil Gibran. 


Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh tapi bukan jiwa mereka,
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu
Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan

Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia meregangkanmu dengan kekuatannya sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh. Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan. Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur yang telah diluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

Referensi :

https://www.kompasiana.com/nikensatyawati/55de52da8023bd4f15c24580/andre-christoga-hacker-termuda-di-hackathon-merdeka-adalah-seorang-kompasianer?page=all

https://edukasi.kompas.com/read/2019/07/16/17315211/4-tips-jitu-raih-beasiswa-kemenkominfo-dari-yang-berpengalaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun