Setiap harinya, media sosial dibanjiri unggahan bertuliskan “coming soon” dari anak-anak muda yang bermimpi memulai bisnis mereka sendiri. Namun, tak sedikit dari mereka yang akhirnya terjebak di tahap ini, tanpa pernah benar-benar meluncurkan apa pun.
Apa yang sebenarnya terjadi di balik fenomena ini?
Artikel ini mengupas perjuangan, hambatan, dan peluang Gen Z untuk melangkah dari sekadar rencana menuju realisasi nyata.
Bayangkan seorang remaja bernama Febi, 23 tahun, yang suatu malam memutuskan untuk memulai bisnisnya sendiri. Dia telah bermimpi memiliki brand fesyen yang menggabungkan nilai-nilai keberlanjutan dan gaya modern.
Setelah berminggu-minggu mendesain logo, memilih palet warna, dan memikirkan nama yang catchy, Febi akhirnya mengunggah sebuah postingan Instagram terpampang di deretan feed pertama kali bertuliskan “Coming Soon.”
Reaksi pun bermunculan; teman-teman memuji keberaniannya, sementara pengikut lain penasaran dengan apa yang akan diluncurkan. Namun, enam bulan berlalu, dan akun tersebut tetap kosong tanpa produk apa pun.
Fenomena seperti yang dialami Febi bukanlah hal baru di kalangan Gen Z. Dengan semangat tinggi dan akses luas ke teknologi, mereka menjadikan media sosial sebagai panggung utama untuk menampilkan ide-ide bisnis. Tetapi, mengapa begitu banyak usaha yang hanya berhenti pada fase “coming soon”?
Generasi Z, yang lahir antara 1997 dan 2012, dikenal sebagai generasi kreatif dengan semangat besar untuk berwirausaha. Mereka tumbuh di era digital yang memungkinkan mereka mengakses inspirasi bisnis dan membangun koneksi dengan mudah.
Data menunjukkan bahwa lebih dari 50% Gen Z bermimpi menjadi pengusaha daripada bekerja di perusahaan besar. Bagi mereka, media sosial seperti Instagram dan TikTok adalah tempat untuk menciptakan identitas merek dan menguji ide awal.
Namun, tidak semua mimpi berjalan mulus. Dalam perjalanan membangun bisnis, banyak dari mereka yang terjebak dalam beberapa kendala utama.