Mohon tunggu...
Christian Arriel
Christian Arriel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Arriel

Halo semua selamat Pagi siang atau Malam, saya merupakan seseorang yang mau banyak belajar mengenai sesuatu yang baru, dan meraih kemenangan dengan hasil yang sungguh-sungguh.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dugaan Kasus Korupsi yang Terjadi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)

31 Desember 2021   13:43 Diperbarui: 31 Desember 2021   14:10 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Detik.com (halangi penyidikan kasus korupsi lpei seorang pengacara jadi tersangka)


Korupsi sering kali kita dengar di Indonesia, baik itu Korupsi dari tingkat pejabat Pemerintahan maupun Perusahaan Milik Negara yang tergiur akan uang hasil “curian” yang dapat merugikan negara baik puluhan miliar bahkan puluhan triliun rupiah yang disebabkan oleh oknum tertentu. Korupsi yang marak terjadi di negara ini membuat kita sering memikirkan nasib kedepannya apakah negara kita menjadi negara maju atau negara berkembang. Orang-orang sering kali berkata bahwa Negara kita adalah Tanah surga yang berlimpah ruah akan Rempah – Rempah bahkan Tanah di negara kita Indonesia merupakan tanah yang subur dibandingkan oleh Negara – Negara maju di dunia.

Akhir – akhir ini, kita pasti mendengar berita di TV mengenai Kasus Korupsi Bantuan Sosial yang ada di Kementerian Sosial yang akhirnya di Tangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Namun, Dugaan korupsi juga terjadi di kalangan Perusahaan milik Pemerintah yang dibawah naungan Kementerian Perdagangan untuk mengatasi permasalahan perdagangan yang ada di Indonesia.

Kata kunci: Dugaan Korupsi di LPEI.

Korupsi menurut KBBI adalah Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain, sehingga uang tersebut digunakan sewaktu seorang itu menjabat atau berdinas untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau kelompok.

 “Pengertian korupsi adalah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehing langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.” (Juniadi Suwartojo, 1997)

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia biasa dikenal sebagai LPEI merupakan sebuah Lembaga yang dibentuk melalui Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2009 dalam Undang – Undang tersebut fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong kegiatan ekspor nasional.

Dugaan Kasus Korupsi yang terjadi di ranah Perusahaan Milik Negara yang sempat menggemparkan Publik di Tahun 2020 – 2021, yaitu LPEI. Korupsi dilakukan ketika di Tahun 2019, LPEI memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT. Citra Srigati Lestari, PT. Lautan Harmoni Sejahtera, dan PT. Kemilau Harapan Prima, serta PT. Kemilau Kemas Timur. Pembiayaan kepada para debitur ini juga sesuai dengan laporan sistem informasi manajemen resiko dalam posisi colektibility 5 atau macet per 31 Desember 2019.

Menanggapi kasus Dugaan Korupsi yang terjadi di ranah LPEI, Agus Windiarto selaku Corporate Secretary mengungkapkan pihak LPEI akan terus mengikuti proses sesuai ketentuan yang berlaku dan akan berbersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung. Hal tersebut juga merupakan bentuk tanggung jawab LPEI dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Kasus korupsi LPEI atau (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) menurut Kejagung bermula dari laporan keuangan LPEI tahun 2019 itu mengalami kerugian senilai Rp. 4,7 triliun. Jumlah kerugian itu disebabkan adanya pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai atau (CKPN). Lalu, pihak LPEI sebagai tim pengusul berikut dengan pejabat tidak menerapkan prinsip terkait kebijakan LPEI. Prinsip yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tertanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI. Dan para debitur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia itu mengalami gagal bayar hingga mencapai Rp. 683.600.000.000,- yang terdiri dari nilai pokok Rp. 576.000.000.000 dan denda Rp. 107.600.000.000,-. 

Dugaan Korupsi yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia itu telah dilakukan ditahap penyidikan atas saksi – saksi yang ada di LPEI. Maka, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang saksi sebagai tersangka, ketujuh saksi tersebut dianggap sengaja menghalangi secara langsung atau tidak langsung terkait penyidikan tindak pidana korupsi LPEI dan dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. Dan menetapkan seorang pengacara Bernama DWW sebagai tersangka karena mempengaruhi 7 saksi agar tidak memberikan keterangan mengenai dugaan korupsi LPEI.

Ketujuh saksi tersebut ialah IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI Tahun 2016 – 2018, NH selaku mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI Tahun 2017 – 2018, EM selaku mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar (LPEI) Tahun 2019 – 2020, diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan, CRGS selaku mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis Tahun 2015 – 2020 pada LPEI Kanwil Surakarta, AA selaku Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta tahun 2016 – 2018, ML selaku mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI Tahun 2013 – 2019, dan RAR selaku pegawai Manager Resiko PT. BUS Indonesia Tahun 2013 – 2019.

Dalam kasus tersebut tersangka bersalah atas Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi ” Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi “Pasal 6 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili” Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP berbunyi “Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana, 1e orang yang melakukan yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu.”; atau 

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi “ Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.

Menurut Leonhard sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung ketujuh tersangka telah beberapa kali menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan perundang-undangan. Sehingga, menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI, serta menurut Anggota Komisi III DPR RI, Wihadi Wiyanto, meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembiayaan ekspor nasional ke beberapa pihak melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Menurut saya, Dugaan Korupsi Lembaga Pembayaran Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai kasus yang sangat tersusun dan rapi yang dimana kasus tersebut merugikan keuangan negara sampai 4,7 Triliun, sehingga mengalami kerugian dalam laporan keuangan LPEI Tahun 2019, Jika dikatakan Jaksa menetapkan tujuh orang saksi dan satu orang pengacara sebagai tersangka sangat tepat, dikarenakan musti dipertanyakan terkait menghalangi Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi LPEI dan mempersulit Persidangan yang ada.

Sehingga, Kejagung sangat tepat memberikan Pasal 21 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 berbunyi Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi ” Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).” atau Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun