Dear Intan,Akhirnya aku punya kesempatan untuk buka facebook ini untuk kirim message ke kamu dan orang tuaku. Maaf ya aku baru bisa kontek kamu sekarang sejak aku nikah. Kita uda 1 tahun ga ketemu ya Tan, terakhir di nikahan aku. Setelah nikah, aku terpaksa harus menghilang karena ikut Andi ke Surabaya. Aku memulai banyak hal baru di sini. Dunia yang benar-benar baru. Andi ternyata tidak suka aku berhubungan dengan banyak orang. Itulah mengapa aku baru kontek kamu sekarang. Dia juga kurang setuju aku kontek kamu.
Andi ternyata tidak sama seperti waktu kami pacaran. Dia jadi agak kasar. Hm, tapi sebenarnya waktu pacaran juga dia uda suka kasar secara verbal dan fisik sih. Tapi sekarang setelah kami menikah jadi tambah kasar. Tamparan, pukulan, tendangan, makian jadi makin sering aku terima untuk setiap kesalahan yang aku lakukan, walaupun kesalahan kecil.
Ya, mungkin memang apa yang dia lakukan jahat. Tapi aku sayang dia Tan. Tetap sayang dia. Aku yakin dia akan berubah. Aku ngerasa dia sebenarnya tidak sejahat itu. Apa yang dia lakukan dia bilang hanya supaya aku jadi lebih baik. Pas ulang tahun aku tanggal 15 kemarin, dia set up candle light dinner dan dia kasih aku kado. Dia mungkin berubah menurutku. Cuma butuh waktu aja. Kadang juga dia ga ngomel waktu aku bikin kesalahan, kayak masak sayur sedikit keasinan. Aku yakin dia akan berubah. Sangat yakin.
Sebenarnya, aku sempat terpikir untuk bercerai Tan. Tapi aku merasa aku uda ga mungkin lari dari Andi, Tan. Mau ke mana? Kamu tahu kan orang tuaku tidak mungkin menerimaku lagi setelah aku melawan mereka, menikah dengan Andi. Aku juga tidak punya gelar S1. Kemampuanku terbatas. Saat ini aku cukup tergantung pada Andi, dan memang aku tidak punya cara lain untuk bertahan hidup selain tetap bersama Andi.
Kalau kamu apa kabar Tan? Gimana Anto? Pasti kamu bahagia sekali ya akhirnya jadi nikah ama cinta pertama kamu. Hehe.
Aku belum tau kapan bisa bales message kamu lagi. Tapi kalau ada kesempatan, aku akan segera balas lagi message kamu. Terima kasih ya Tan uda baca curhatan aku.
Salam
Claudia
Intan (I): Menurut Mba, gimana aku harus menjawab pesan itu? Gimana aku harus bersikap dengan Claudia?
Psikolog (P): Pertama-tama, aku menduga dia kena Sindrom Stockholm.
I: Sindrom Stockholm? Apa itu Mba?
P: Sindrom Stockholm itu kondisi psikologis dimana korban merasa simpati pada pelaku kekerasan (abuser) atau pelaku yang memegang kendali utama (controller) dalam sebuah hubungan, bahkan mencintai, mendukung, dan membela pelaku. Sindrom ini mungkin ditemukan di keluarga, hubungan interpersonal, dan hubungan romantis. Dalam hubungan itu, ada pola dimana seseorang melakukan kekerasan atau mengendalikan orang lain (korban). Walaupun mendapat perlakuan kekerasan, orang yang jadi korban tersebut bukan membenci pelaku kekerasan itu, tapi malahan cenderung membela dan mempertahankan hubungan tersebut.
I: Wah, ada ya mba yang seperti itu? Mengapa seseorang bisa mengalami itu mba?
P: Ada beberapa keadaan sih yang mungkin membuat Claudia mengalami sindrom Stockholm. Yang pertama, Andi mengancam bahwa akan memperlakukan Claudia lebih buruk bila dia melawan dan mencoba memutuskan hubungan. Selanjutnya, cukup jelas dikatakan oleh Claudia, kalau dia merasa Andi "tidak sejahat itu". Jadi Claudia melihat bahwa masih ada sisi baik dari Andi. Ketiga, Claudia juga mungkin mulai memakai persepsi Andi untuk memandang sesuatu. Terlihat dari dia percaya kalau tindakan Andi untuk membuat Claudia lebih baik. Terakhir , cukup jelas Claudia merasa tidak mampu untuk lepas dari Andi. Dia merasa tidak punya masa depan kalau dia tidak bersama Andi. Hal-hal ini yang mungkin memunculkan sindrom Stockholm pada Claudia.
I: Pola hubungan seperti ini pastinya ga sehat kan, mba? Apa yang harus saya lakukan untuk bisa membantu dia?
P: Sebenarnya akan sangat lebih baik kalau dia bisa diajak ketemu psikolog langsung, karena masih banyak hal yang harus ditanya-tanya supaya lebih jelas. Tapi kalau kamu tanya gimana kamu harus bersikap dengan dia, saya punya beberapa saran. Pada intinya adalah jangan memberikan pressure pada Claudia agar dia melepaskan hubungannya dengan Andi. Hal itu dapat membuat dia justru makin jauh dari kita. Yang harusnya kita lakukan hanya menjaga kontak dengan dia.
I: Tapi, aku tampaknya ga disukai Andi, dan itu bikin aku sulit hubungan dengan Claudia.
P: Kalau kamu termasuk orang yang tidak disukai Andi, coba cari tahu orang lain yang masih mungkin berhubungan dengan Claudia, jadikan orang itu messenger antara kamu dan Claudia. Kamu teman Claudia dari SD kan? Mungkin itu bisa jadi strategi kamu juga untuk bertemu Claudia. Jadi coba buat acara rutin yang mungkin mempertemukan kamu dengan Claudia secara rutin, entah arisan atau reuni, atau yang lainnya. Intinya supaya kamu bisa bertemu dengan Claudia. Tapi ingat sekali lagi, setiap bertemu dengannya tidak perlu bertanya tentang hubungannya dengan Andi, cukup tunjukkan kalau kamu tetap menyayangi dan ada untuk dia.
I: Apa ada hal lain mba?
P: Sebenarnya, saat ini dia sudah mulai mau membuka diri kepadamu. Hal ini baik, tapi jangan terburu-buru ingin mengorek semuanya. Cukup katakan "Aku ada disetiap keputusan yang perlu kamu buat, kapanpun kamu membuatnya." Dengan begitu, dia yang akan mencari tahu, apa yang kamu bisa bantu. Terakhir, kamu harus tetap sabar. Orang yang mengalami sindrom ini tidak dapat langsung keluar dari hubungannya walaupun mungkin dia sudah punya exit plan. Ada yang perlu waktu sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Kita sebagai temannya, harus sabar menanti sampai dia siap untuk keluar.
I: Begitu ya mba? Jadi saya tidak perlu kasih nasehat apa-apa dulu. Cukup bilang, saya selalu ada untuk dukung dia sambil tetap cari cara komunikasi dengan dia. Terima kasih ya, mba.
P: Sejauh ini, mungkin itu dulu yang perlu kamu lakukan. Kita lihat perkembangannya lagi nanti. Baiklah, sama-sama.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Keesokan harinya, setelah membalas pesan Facebook Claudia, aku pergi ke ruang tengah rumahku, dan ada Anto di situ.
"To, jangan ngerokok di sini. Ini kan ruangan AC. Ngerokok kan juga ga sehat To."
Aku berusaha mengingatkan Anto untuk tidak merokok. Tiba-tiba...
PLAK!!! Anto berdiri dan langsung menamparku. Seperti tak puas menampar, Anto langsung mendorongku hingga terjatuh.
"Jangan ngajarin gua! Lu pikir ini rumah siapa? Hah?? Gua mau ngerokok kek, mau bakar nih rumah kek. Gausah ngelarang-larang gua!"
Anto, seperti biasa, memberikan aku "pelajaran" untuk kesalahan yang aku lakukan. Sungguh menyebalkan.
Tapi aku tetap sayang dia.
Tulisan ini terinspirasi saat membaca lagi tulisan Nia Janiar di Ruang Psikologi. Perlu diingat, tulisan ini hanya membahas dari sudut pandang korban, sementara mungkin akan berbeda bila dilihat dari sudut pandang pelaku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI