Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Sachiko Horiguchi dengan psikiater, psikolog, konselor, lay supporters dari hikikomori, dan yang mengalami hikikomori beserta keluarga mereka, dia menyimpulkan luasnya variasi dari konsep hikikomori mengakibatkan dilema seperti seberapa jauh hikikomori perlu didukung atau dirawat oleh psikiatri; apakah pengobatan untuk hikikomori akan terus terlihat atau tidak; apakah patut dicampur tangani.
Kepopuleran Hikikomori
Kepopuleran fenomena hikikomori beranjak naik dari akhir tahun 1990-an sampai akhirnya turun saat NEET (Not in Education, Employment, or Training) diperkenalkan pada tahun 2004. Menariknya, beberapa grup yang tadinya mendukung hikikomori pindah menjadi grup pendukung NEET. Seringkali, hikikomori dan NEET adalah istilah yang berkaitan satu sama lain. Namun, Saito menekankan perbedaan NEET dengan hikikomori, yakni: NEET butuh pekerjaan, sedangkan hikikomori seringkali membutuhkan dukungan dalam membangun kepiawaian berkomunikasi.
Akhir kata, seperti dikutip dari buku:
"Although the "hikkimori boom" is said to be fading out --- at least in terms of media coverage --- "issues" surrounding the family persist, particularly as hikikomori age."
"... suggest that the next hikikomori controversy may well focus on 'social withdrawal among the aged', providing us a rare example of how a youth problem can sometimes mature into an 'adult' malaise"
Sumber Artikel
- Horiguchi, S. (2011) 'Coping with hikikomori: socially withdrawn youth and the Japanese family', in A. Alexy and R. Ronald (eds) Home and Family in Japan: continuity and transformation, London and New York: Routledge.
- ____ (2012) 'Hikikomori: how private isolation caught public eye', in R. Goodman, Y. Imoto, and T. Toivonen (eds) A Sociology of Japanese Youth: From returnees to NEETs, London: Routledge.
- ____ (2014) 'Mental health and therapy in Japan', in J. Kingston (eds) Critical issues in contemporary Japan, London and New York: Routledge.
Sumber Gambar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H