[Photo by Sira Anamwong| FreeDigitalPhotos.net]
Ketika kita ke luar negeri, apakah dalam rangka jalan-jalan atau business trip, kita secara tidak sadar bakal men-generalise (menyamaratakan) apa yang pertama kita lihat sebagai sesuatu atau hal yang dimiliki oleh semua orang berkebangsaan di negara itu. Contohnya: ketika kita memasuki sebuah restoran pertama kali di sebuah kota di negeri XXX, kita diperlakukan secara kasar. Dalam artian kita diberikan service atau layanan yang tidak memuaskan, dengan segera kita akan overgeneralise (menyamaratakan) peristiwa tersebut merupakan sifat yang dimiliki orang yang tinggal di negeri XXX itu. Meskipun itu bisa benar dan juga salah.
Kali ini saya ingin membahas dan memfokuskan sedikit tentang sikap atau kelakuan orang Jepang. Orang luar negeri yang pertama kali berkunjung ke negeri matahari terbit bakal segera terkesima dengan perlakuan orang Jepang yang sopan dan sangat hormat dengan orang lain. Atau istilah bahasa jepang-nya "Omotenashi" atau "Japanese hospitality". Ini dikarenakan nilai-nilai yang sudah ditanamkan sejak kecil dari orang tua, guru, lingkungan, sekolah, dan perusahaan.
Namun sebagai turis di negara Jepang, jangan pernah lupa bahwa mereka masing-masing punya kepribadian tersendiri. Tetap saja ada orang Jepang yang sifatnya baik, tulus, kurang hormat, kasar, dsb. Dengan kata lain, orang Jepang adalah manusia juga. Jadi, jika ada dari orang Jepang yang berperilaku tidak seperti image yang kita punya, maka itu bisa dimaklumi. Di negara manapun pasti ada orang yang sifatnya baik, ada yang suka mencela, ada yang pendiam, sombong, dan lain-lain.
Ketika seseorang masuk ke sebuah toko di Jepang, hal pertama yang akan diucapkan pegawai ialah "irasshaimase" atau "Selamat datang". Pertanyaannya ialah apakah mereka tulus mengucapkannya? Tergantung mood dan situasi yang berlaku. Setiap pegawai baru akan diajarkan cara-cara memperlakukan pelanggan atau cara melayani pelanggan, dan itu mutlak dilakukan. Jadi, persoalan apakah itu tulus atau hanya kewajiban, orang yang mengucapkannya lah yang tahu betul.
Kebiasaan orang Jepang yang mengandalkan 空気を読む (kuki o yomu) atau membaca situasi merupakan hal yang menjengkelkan bagi orang barat terutama dari Amerika Serikat. Seringkali orang di Jepang tidak bakal mengekspresikan secara verbal (lisan) apa yang dia inginkan, dan ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi orang Amerika yang biasanya mengekspresikan apa yang mereka mau secara terbuka. Sebenarnya tidak semua orang Jepang memiliki kekuatan supernatural ini, jadi ada sebagian mereka yang tidak bisa membaca situasi (空気が読めない - kuki ga yomenai). Kesimpulannya, orang dituntut untuk mengerti apa yang dirasakan lawan bicara mereka. Apakah mereka merasa gugup, tidak enak berbicara dengan kita, tegang, dsb, diharapkan lawan bicara mampu menanggapinya sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku.
Biasanya pengunjung yang berwisata ke negara sakura mungkin bakal sering mendengar ucapan "eee...". Tergantung dari tingkat keterkejutan pendengar, ada 'eee..' yang halus, ada yang sedang, ada yang tinggi pula. Ini mungkin hal kecil yang diucapkan untuk menunjukkan bahwa pendengar mendengarkan pembicara. Apakah benar-benar mendengarkan atau tidak, itu pembahasan topik lain.
Satu lagi, kebanyakan orang Jepang mempunyai kesulitan mengucapkan kata 'L' dikarenakan mereka cuma punya 'ra', 'ri', 'ru', 're', 'ro' dalam bahasa jepang. Jadi, jangan heran bila orang Jepang mengucapkan lemon sebagai 'remon' atau Selamat --> Seramat. Bukan berarti orang Jepang tidak mampu mengucapkannya, tetapi butuh waktu untuk belajar mengucapkannya. Ada video cara pronunciation l dan r loh di https://www.youtube.com/watch?v=Lce1qyInvjE
Mudah-mudahan artikel singkat ini bisa menambah sedikit pengetahuan baru pembaca tentang negara Jepang. Masih banyak keunikan negara Jepang lainnya jika dilihat dari luar negara Jepang, namun artikel ini hanya membahas hal-hal yang penulis ingat sekarang. Semoga membantu!
Referensi:
- http://www.japantimes.co.jp/news/2015/07/09/business/corporate-business/japan-firms-face-hurdles-service-culture-taken-overseas/
- https://www.youtube.com/watch?v=Lce1qyInvjE
Sumber Gambar:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H