Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kalo Tak “Ngendhog”, Nggak Usah “Petok-petok”!

1 November 2012   03:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:08 2055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena berasal dari kampung, masa lalu saya dulu banyak diisi dengan keasyikan memelihara dan mengamati kebiasaan ayam kampung. Masih ingat, induk ayam membutuhkan waktu 21 hari untuk mengerami telurnya hingga menetas. Demikian juga ketika ayam betina bertelur selalu “berisik” mengeluarkan suara “petok-petok”. “Memeti” begitu istilah jawa yang sering digunakan. Jadi, kalau melihat ayam betina terlihat “mbingungi”, belingsatan, berkotek-kotek alias petak-petok, biasanya saya kuntit, di mana dia sudah/akan mengeluarkan “endhog”nya. Lumayan bisa digoreng atau jadi campuran jamu.

Kebiasaan ayam ini juga yang sering menjadi cermin/“sindiran” pada tingkah laku orang-orang. Istilah “petok-petok, pitik sing ngendhog” (berkotek-kotek, ayam yang bertelur) sering tercetus. Pemaknaannya kurang lebih adalah, yang berteriak panik membantah, atau marah-marah melempar salah, biasanya justru dia yang berbuat (salah).

Belum lama ini, masih berkaitan dengan “memanas”nya hubungan Menteri BUMN dan DPR, beredar SMS mengenai inisial anggota-anggota DPR yang sering “memeras” atau memalak BUMN. Belum jelas siapa sebenarnya yang menyebarkan SMS itu. Pihak Kementerian BUMN sendiri dengan tegas membantah sebagai pengirim ataupun sebagai sumber datanya.

Dan ternyata, yang ada pada SMS (gelap) tersebut terdapat inisial BS dari Partai Golkar. Nah, ini kita bicara tentang sikap. Bahwa respon terhadap segala hal bisa menunjukkan karakter ataupun kapasitas orangnya. Bambang Soesatyo, yang kebetulan saja memilki inisial dan partai yang sama (BS/Golkar), begitu mudahnya mencak-mencak tanpa tertata, bahkan yang terlihat adalah jiwa arogannya.

Sedikit mengutip yang dirilis tempo.co, menurut Bambang, inisial BS di Partai Golkar tak hanya satu. Ia menyebut ada sejumlah anggota Dewan dari Golkar yang berinisial BS. "Di antaranya, saya, Bambang Sutrisno, ada beberapa lagi ." Nah, belum-belum dia sudah pasang jurus menghindar dan melempar, padahal SMSnya saja masih liar.

Bambang memberi waktu Humas BUMN 2X24 jam untuk membuka seterang-terangnya sejumlah inisial angota Dewan itu. Jika tidak, kata dia, ia dan sejumlah koleganya akan melaporkan Humas BUMN ke pihak kepolisian karena telah menyebar fitnah. Bambang mengatakan Humas BUMN harus membuka sejumlah inisial itu sehingga tidak merugikan anggota Dewan lain yang kebetulan inisial namanya mirip. "Kalau mereka tidak segera mengklarifikasi, patut diduga ada upaya pembusukan Dewan," kata Bambang.

Halagh,...heeemmmh! Katanya dia dari Komisi Hukum? Kok, seperti nggak ngerti hukum? Sudah jelas Pihak Humas/Kementerian BUMN menyatakan tidak pernah mengeluarkan SMS/data itu. BS (Bambang Soesatyo) sudah langsung memberi ultimatum dan akan menuduh pihak lain memfitnah.

Kalau melihat track recordnya, ketika dulu hingga saat ini dia super ngotot “mengejar” kaum eksekutif dalam kasus Bank Century, bolehlah kita menganggap bahwa dia terkesan ( bisa terlihat ataupun seolah-olah) bersih dan anti korupsi . Jadi untuk sementara ini saya hanya bilang Pak Bambang Soesatyo “hanya” kuatir dan emosi. Kuatir kalau gara-gara inisial itu nama “bersih”nya jadi tercoreng. Karena emosi dia jadi lupa tentang kondisi yang ada secara hukum dan muncul sikap arogannya untuk mengultimatum.

Bukannya mengajari, menurut saya, kalau memang merasa dia bersih, sepertinya sikap itu tidaklah tepat. Akan lebih baik kalau dia mengklarifikasi dulu dengan pihak Kementerian BUMN, bukan malah berteriak “bukan saya!...bukan saya!..awas kamu!”. Atau, kalau dia tak lupa dengan kapasitasnya sebagai orang hukum di komisi hukum, ya selesaikan secara hukum. Melapor/meminta kepolisian menyelidiki siapa pengirim/penyebar SMS itu. Jangan belum-belum sudah arogan mengultimatum, error in persona namanya. Begini saja deh, kalau tak “ngendhog”, nggak usah “petok-petok”! Berisik..

Eh, sebagai penutup obrolan, saya ingin cerita juga pengalaman sewaktu memelihara ayam dahulu. Pernah, dengan telaten saya kuntit ayam betina yang berisik petok-petok. Karena terlalu lama berputar-putar, saya tangkap saja dia. Kenapa? Karena ingin tahu, apakah ia sudah waktunya bertelur. Bisa dikira-kira dengan memasukkan jari ke anusnya (maaf), biasanya kalau jaraknya sudah dekat, jari itu akan menyenggol telurnya. Tapi ternyata, ..bukan telur yang saya dapat, hanya “pub” saja. Itu karena saya terlambat atau memang belum saatnya.

Salam “wokwok..petoook!”

.

.

C.S.

Inisial saya CS (Kompasianer)

Kalau berisik wajar, bukan siapa-siapa..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun