Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sopir Pick Up Sekaligus “Ahli Nujum”

27 April 2012   06:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:03 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_173898" align="aligncenter" width="400" caption="Awas! Lagi kejar target nih! Mau ke kanan..eh..kiri...eh..lurus ding!"][/caption]

Dulu saya pernah usil menulis tentang kebiasaan kendaraan pengangkut barang yang terlihat bermuatan berlebih, yaitu truk dengan muatan menjulang, namun tetap melenggang di jalan tol. Kali ini sedikit berbeda meskipun temanya hampir sama, yakni tentang kebiasaan buruk mobil pengangkut barang.

Waktu itu “keusilan” saya erat kaitannya dengan apa yang tampak terlihat/sebuah kesan tentang berlebih atau tidaknya muatan dan masih bisa diperdebatkan benar atau tidaknya secara aturan, baik itu mengenai berat ataupun tinggi rendahnya muatan dibanding badan/bak truk itu sendiri ataupun sisi safetynya. Namun kali ini saya berani meyakini bahwa apa yang saya sampaikan adalah tentang sebuah “kecerobohan” terkait kendaraan pengangkut barang. Bukan truk lagi, namun pick up.

Kendaraan yang saya “jepret” di sebuah jalan tol ini (tenang,..njepretnya tetap dengan cara yang aman), jelas telah melakukan kecerobohan yang cenderung membahayakan dirinya sendiri dan juga pengguna jalan lainnya. Bukan hanya muatan yang tampak berlebih sehingga terlihat seperti “kutis” mengangkut kotoran kerbau. Anda tahu apa itu “kutis”? Di daerah asal saya (jawa tengah), kutis itu adalah sebutan untuk sejenis serangga/kumbang yang sering ditemui beraktifitas di kotoran-kotoran binatang lain, contohnya pada kotoran sapi atau kerbau yang telah kering. Serangga ini mempunyai kekuatan luar biasa karena seringkali tampak mengangkut beban (tlethong/kotoran kerbau kering) yang besar/beratnya jauh melebihi ukuran badannya. Nah, kendaraan/pick up ini tampak seperti kutis itu. Luar biasa!

Oke! Okelah jika ada yang “membela” bahwa itu adalah sebuah “keterpaksaan” demi tuntutan mencari makan/rejeki. Tapi, bukankah itu sangat berisiko tinggi baik untuk si pengendara/sopir, kendaraan, dan juga pengguna jalan lainnya? Silahkan diamati kembali, beban muatan semacam ini jelas-jelas berbahaya. Diluar kepastian berapa berat/bobotnya, yang jelas tak bisa disangkal lagi bahwa muatannya tampak menjulang (vertikal) dan melebar (horisontal). Penampakan kedua inilah yang menurut saya paling bermasalah, karena sebuah komponen penting dalam berkendara telah dikalahkan oleh muatan itu, yaitu fungsi KACA SPION!

Pastinya, tak ada satupun kaca spion yang berfungsi dengan baik dalam kondisi seperti ini. Boleh dibilang skill berkendara sang sopir pick up ini benar-benar “ di atas rata-rata”. Secara logika, bidang pandang kendaraan ini hanyalah ke depan, tak mungkin bisa mengamati keadaan lalu lintas/pengendara lain di belakang ataupun samping kiri dan kanan.

Yang lebih hebat lagi, pick up ini melaju di jalan tol dengan mengambil jalur cepat. Tak habis pikir! Bagaimana cara si sopir ketika hendak bermanuver ke jalur kiri atau kanan. Apakah sopir atau kernetnya (jika ada) melongokkan kepalanya keluar jendela? Sepertinya tidak (emangnya naik motor?). Tak berlebihan jika dikatakan si sopir memiliki kelebihan dalam “feeling” atau ilmu “kira-kira”, atau malah ilmu “nujum”. Jikapun dia memiliki ilmu nujum, bukankah pengendara lain juga dituntut untuk beradaptasi karenanya?

Kendaraan lain terutama yang berada dibelakangnya pun harus berusaha memaksimalkan ilmu “nujum”nya. Karena sulit untuk menebak, kapan saatnya pick up itu akan bergerak ke kiri atau ke kanan, meskipun lampu sen dinyalakan. Karena diragukan bahwa sopir pick up ini tahu persis kondisi di samping belakang, baik kiri atau pun kanan. Jadinya saling memainkan ilmu “nujum-nujuman”. Emangnya bajaj? Mau belok kiri atau kanan, hanya sopir dan Tuhan yang tahu? Tentu saja yang paling aman untuk kendaraan di belakangnya adalah “jaga jarak” aman dan bersiap saat klakson harus dibunyikan.

Silahkan jika Anda katakan saya berisik banget, karena sama-sama cari makan, dan lagi buktinya mereka bisa lolos dari petugas. Tapi bukankah mematuhi peraturan itu tidak hanya bergantung dari lemah atau tegasnya petugas saja? Kita semestinya menyadari bahwa aturan itu dibuat dengan pertimbangan demi keselamatan bersama. Tentu saja wajar mencari rejeki, tapi jika beresiko tinggi bagi diri sendiri dan orang lain, ada baiknya dipertimbangkan kembali. Walaupun sopir pick up ini punya ilmu “nujum”, belum tentu pengendara lain memilikinya. Hati-hati lah, jangan egois. Rejeki tak akan ke mana. Nggak usah ngoyo apalagi menantang bahaya.

Salam mencari rejeki dengan hati-hati.

.

.

C.S.

Berisik ya? Biarin, ah! Siap klakson.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun