Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Paknethole]: Wisata Gratis!

9 April 2012   11:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:50 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_182697" align="aligncenter" width="300" caption="dok.pribadi"][/caption] Ini cerita pada sebuah Sabtu. Hari ketika Paknethole libur dan Maknethole seharusnya juga begitu. Keinginan yang selalu dirindukan manakala hari Sabtu dan Minggu diperuntukkan sepenuhnya menemani Barep dan Ragil, dua putra mungil tercinta. Namun adakalanya keinginan itu kadang “terganjal” juga oleh sebuah keadaan di mana ayah atau ibunya harus berkarya, demi sebuah tuntutan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, untuk semua. Seperti Sabtu itu. “ Yah, pagi ini aku harus ngasih privat ke Andre” “ Lho, Ma. Ini kan Sabtu? Libur dulu lah, kasihan anak-anak” “ Tapi orang tuanya memohon-mohon, je. Kasihan, senin dia ujian” Meski agak keberatan, Paknethole legowo juga. Karena selama ini honor dari kegiatan les privat yang dijalani Maknethole lumayan membantu memenuhi kebutuhan keluarga, paling tidak buat beli susunya Barep dan Ragil yang lumayan banter juga. Ah, andai saja penghasilanku mantap, istriku pasti kusuruh dirumah saja, jadi ibu rumah tangga, batinnya. “ Lah, terus, Barep dan Ragil gimana, Ma? Mereka pasti ngambeg, taunya mereka Sabtu kan kita libur, apa kamu ajak saja mereka?” “ Hush! Mau enaknya sendiri! Mana bisa aku kerja kalau mereka ikut?” Paknethole garuk-garuk kepala yang tiada gatal. Mengatasi rewelnya dua balita cowok yang marah karena mamanya tak di rumah waktu libur bukan tugas yang gampang. “ Habis, gimana ya?” “ Gini aja, Yah. Kita ajak saja mereka, tapi setelah nganterin aku, Ayah ajakin mereka main kemana saja sampai aku selesai, lalu jemput aku lagi..” “ Diajak main kemana?” “ Ya terserah Ayah. Ke mall kek, ke tempat permainan mana lah..” “ Waduh!, aku lagi bokek, nih!” “ Halagh! Pokoknya terserah Ayah, lah. Yang penting mereka nggak nangis..” “ Hm,..ya deh” Paknethole menyerah sambil putar ide.

***

Akhirnya rencana itu dijalankan juga meski belum tuntas idenya. Paknethole, Barep dan Ragil mengantar Maknethole menuju rumah tempat murid les privatnya, berada di sebuah komplek perumahan mewah. “ Ayah! Mama kok ditinggal? Katanya mau ke mall lalu ke waterboom?” tanya si Barep. “ Yah,ayah,ayah...main watelbum..”, Ragil menimpali. “ Mama kerja dulu, nanti kita tunggu Mama sambil melihat robot hebat dan air terjun..” “ Woow. Robotnya gede nggak, yah?” “ Lobot,..Yah,...lobot...liat lobot..” “ Guede banget!!, bisa berenang!” “ Asiik!!, di mana Yah? Di Mall apa Waterboom?” “ Acik..acik.., liat lobot..liat lobot...”, Ragil bisanya nimbrung. Masih untung dia nggak mewek. “ Bukan, di Mall sama waterboom mahal, Ayah duitnya kurang..” “ Oohh,..mahal ya. Duapuluh belas ribu ya..” “ Dua puluh ribu Mas, bukan dua puluh belas..” “ Yah,..liat lobot gede, Yah...” “ Ayuuk..” Ternyata ide itu datang juga. Di perjalanan tadi Paknethole sempat melihat proyek pengerjaan danau dan bendungan yang lumayan besar di komplek ini. Banyak eskavator di sana. Dia tahu, anak-anaknya sangat mengidolakan alat berat ini. “Mobil garuk” begitu mereka sering menyebutnya. Dan sampailah mereka di proyek bendungan/dam itu. Seperti diduga, Barep dan Ragil heboh karena suka. Ini membuat hati Paknethole lega. “ Wuaahhh!!, air terjun, Yah!...Lihat air terjun..!” “ Ail teljun...ail..ail...!” “ Iya, hebat ya! Tuh, Mas, Adek...ada robotnya!” tunjuk Paknethole pada eskavator yang mengambang ditengah aliran dam, melakukan pengerukan. “ Ih! Itu bukan robot, Yaaah! Itu kapal mobil garuk!” “ Kapal..kapal..galuuuk!” “ Tapi hebat ya, bisa berenang” “ Iya,..hebat banget..!” “ Eiit,..jangan minggir-minggir dong, nanti kecemplung loh!” “ Hiiii,..takut...” “ Tatuuut...” Lumayan. Beberapa waktu Barep dan Ragil lumayan suka dengan tontonan gratisnya. Ketika terlihat mereka mulai bosan, Paknethole mengajak variasi lain, yaitu danau. “ Ayuuuk,..kita ke danau yukk..” “ Asiiikk...” Danau buatan itu lumayan elok, meski belum total terbentuk. Ternyata cukup untuk menghibur kedua laki-laki kecil ini. Beberapa kali Paknethole mencoba unjuk kebolehan melempar batu pipih ke permukaan air. Kedua anak ini kegirangan melihat batu-batu itu bisa berlompatan hingga ke tengah danau. Tak selesai sampai di situ, ide itu mengalir kembali melihat ada bilah-bilah bambu sisa proyek dan tali-tali rafia yang tercecer di sana. Bikin alat pancing! Umpannya batu yang diikat tali. “ Nah! Ayo kita mancing!” “ Wow..manciiing!” Blung! “Pancing” pun dioperasikan, Barep dan Ragil “tertipu” dengan ulah Paknethole. Agak jauh dari tepian, mereka terlihat serius dengan joran pancingnya, lagaknya seperti pemancing profesional saja. Ah, Paknethole sempat juga merokok sebatang. Anteng. “ Yah, dapet nih. Dapet kangkung..!” “ Wah, hebat....dapat kangkung, ya..” “ Yah,..ayah.., adek lapel,..mimik susu” “ Ya, udah. Kita ngaso dulu, mimik susu sama maem roti..” Mereka pun beranjak ke sebuah taman kecil di pinggir danau, ada bangku buatan dari semen di sana. Masing-masing dibuatkan susu dan lahap memakan roti bekal yang dibawa, tak lupa cuci tangan tentu saja. Di bangku yang lain terlihat sepasang muda-mudi yang berduaan, mesra. Cakep juga yang cewek, batin Paknethole. Tak sengaja mata si cewek bersirobok pandang dengan Paknethole yang “insting”nya masih responsif. Astaga! Cewek itu tersenyum dan kedipkan mata! Paknethole segera “nyelimur” pada anak-anaknya. "Hmmph,..cakep-cakep kok gampang ngedip. Nggak lihat apa, aku bawa dua buntut", batin Paknethole lagi. Ternyata tak terasa cukup lama juga mereka bermain bersama. Tak lama kemudian ponsel Paknethole berdering, suara Maknethole di seberang sana. “ Yah, gimana? Anak-anak rewel nggak?” “ Nggak, Ma. Mama udah selesai?” “ Iya, buruan jemput ya” “ Oke” Dan penuh kelegaan Paknethole segera mengajak kedua anaknya bergegas. “ Ayo Mas, Adek. Kita jemput Mama..” “ Asiiiiik..” Ufss. Akhirnya semua bisa dijalani dengan “SUKSES”. Eit,..cewek “ngedip” itu? “Aaaah, “ke danau” saja, lah!”

***

. . C.S. Bokek selalu jadi alasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun