Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kotamu, Kotaku, dan Gereja Tua Itu

13 Maret 2012   09:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:07 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rasa rindu itu masih sama. Keinginan tiap kali pulang ke kotamu yang juga kotaku, selalu ada setangkup haru dalam rindu, di relung dada. Masih seperti dulu, tempat-tempat dahulu kita menghabiskan waktu bersama. Menyusuri jalanan di atas dua roda, bercerita, tertawa dan menangis bersama.

Tiap sudut keremangan masih sama, di sana kita bercengkerama, menikmati sajian khas menghangatkan cinta. Cinta, sebuah kata yang hampir tak pernah kita ucapkan, meski terasa dalam sikap dan tatapan mata dan juga sentuhan jemari kita.

Dan Gereja tua itu, sebuah saksi bisu tentang senja yang tak mungkin terlupa. Saat gerimis dan dingin menjadi alasan kita, untuk tak segera pulang seperti kawan-kawan kita. Sebuah pilihan untuk tetap berteduh di bawah atapnya, hingga gerimis mereda. Hujan yang rintik-rintik riang menemani canda dan tawa kita di samping gereja. Mungkin itulah yang disebut mesra, meski tanpa kata itu,...kata cinta.

Sekian masa dan tahun yang berlalu, tak mampu menghilangkan degup kenangan yang tersimpan. Tentang canda, tawa, mesra, tangisan dan juga pertengkaran. Demikian pun hangatnya pelukan ketika kita menyusuri jalan saat  tak mampu menghindar dari derasnya sang hujan. Pada saat seperti itu, secangkir kopi hangat menyajikan rasa nikmat. Seiring kecup mesra di teras rumahmu, saat malam menjelang dan aku hendak pulang. Senyum dan lambaianmu selalu terbayang.

Dan kini...

“ Doooor!!!, ngapain, Yah?”

“ Eh..oh.., Kamu ngagetin aja, Ma...”

“ Lagiaaan,...bengong, ngliatin hujan melulu...., hayooo....mikirin siapa?”

“ Ssstt.., Ma. Masih ingat nggak?”

“ Apaan?”

“ Hujan malam itu,..dan ciuman pertama kita?”

“ Hihihi,....malu, ah...”

“ Kapan-kapan kalo kita mudik, pulang Gereja,..naik motor hujan-hujanan lagi..yukk..”

“ Hussh,...ngaco,..anak-anak gimana..?.., hihi..”

“ Hehe..iya..ya..”

“ Dah, nih kopinya...”

“ Siip,....kiss-nya mana?”

“ Mbuh..ah...”

Hujan dan rintik di malam dingin, kotamu kotaku, juga Gereja tua tempat kita diberkati, seiring kenangan dan rindu yang selalu bersemi. Semoga sejuta lagu berpadu bersama ayunan langkah perjalanan kita. Meski dalam terik yang hangat ataupun hujan yang menyejukkan. Semoga.

.

.

C.S.

Mencair dalam sejuknya afirmasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun