Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biar Bolong, Yang Penting Nikmat

6 Maret 2012   11:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:26 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ufsss,..dingin sekali air pagi ini. Tapi lebih segar terasa di badan. Apalagi jiwa serasa tenteram saat suara gayung lawas yang dulu istriku beli murah dari tukang perabot yang lewat di rumah. Jebung! Jebur! Byur!...brr..segar! Kugecek-gecek sabun batang yang wanginya sudah mulai menghilang, sabun ini harus mampu bertahan sampai nanti akhir bulan. Yang penting semoga sabun ini tidak kehilangan fungsi membersihkan badan. Jebung!..Jebur..Byur...! brr..seuegeer! Dan mandi pagi pun usai.

“ Buuu! Sini deh!” berteriak kupanggil istriku yang menyeduh kopi di dapur, hendak membahas seperangkat busana yang disiapkannya untukku.

“ Ada apa yah?”

“ Ini lho,...kaus dalamku jangan yang ini,..ambil yang bolong saja..”

“ Kenapa sih,...Yah?”

“ Ibu lupa ya? Hari ini kan aku pake batik, jadi bolongnya tak bakal terlihat. Yang masih utuh ini buat besok saja, besok kan baju kerjaku pake yang kemeja biasa..”

“ Hihihi,..makanya Yah, beli yang baru dong..”

“ Ah,..sabar dulu ah,...lagian yang bolong-bolong lebih enak di badan, kok”

“ Iya..iya, ngerti. Yang penting cicilan rumah, motor, sama biaya sekolah anak dulu..”

“ Nah, itu Ibu ngerti..”

“ Kasian deh Ayah,...PNS golongan tiga kok kaus dalamnya pada bolong-bolong....”

“ Hush!...., Ibu mau aku banyak duitnya?”

“ Ya, mau lah...”

“ Iya, tapi kita jantungan karena nggak tenang....”

“ Haish...sudah..sudah..., kok ngombro-ombro”

“ Makanya....”

“ Iya,...aku Cuma bercanda, kok. Dah buruan, ntar kesiangan..”

Bener juga, hari sudah mulai siang, harus bergegas kalau tak ingin terlambat. Telat sedikit kena potong tunjangan.

“ Kaus kakiku jangan lupa, bu..”

“ Kalo kaus kaki ayah sih, nggak susah milihnya,...bolong semua kok...hehe”

“ Hei, Bu,...emang nggak tahu ya, Nelson Mandela pun kaus kakinya sama, bolong juga...hahaha..”

“ Nelson Mandela PNS golongan berapa, Yah..?”

“ Golongan tak terhingga,...hahaha...”

Akhirnya semua rapi, kopi hangat dan nikmat sudah pula kuhabiskan. Saatnya berangkat menuju setumpuk berkas pekerjaan. Sambil menunggu bulan berganti muda, menikmati berkah gajian, yang siap dialokasikan untuk berbagai kebutuhan. Dicukup-cukupkan.

“ Buuuu!, ambilkan jas hujan...!”

“ Emang hujan, Yah?”

“ Iya, nih,..makin besar. Haduh! Pagi-pagi kok sudah hujan...”

“ Ya, udah. Pake “Fortuner”mu saja, Yah....”

“ Masih di dealer, susah ngambilnya..hahahaha...”

“ Kasihan kamu, Yah..Yah,...PNS golongan tiga lho!...hihihihi...”

“ Semprul!...tak sobek-sobek!..”

“ Hahaha..”

Kami tertawa bersama, jas hujan segera kukenakan. Dengan diiringi segarnya hujan, kukendarai motor kesayanganku perlahan.

“ Berangkat dulu, Bu..”

“ Hati-hati, Yah. Nggak usah “ngebut”, yang penting selamat..”

“ Oke, sayaaang.., bye...bye..”

“ Hihihi...gaya...”

.

.

.

C.S.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun