Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Muatan Menjulang Tapi Tetap Melenggang, Apa Rahasianya?

8 Februari 2012   01:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:56 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_169360" align="aligncenter" width="640" caption="Contoh truk bermuatan menjulang. Di baknya ada tertulis "Utamakan Selamat"...hebat ya?"][/caption]

Tuntutan pekerjaan terkait dengan rejeki, itu yang seringkali menjadi alasan sebuah pemaksaan diri.Mungkin hampir terjadi pada semua bidang, termasuk bisnis pengangkutan barang. Lebih banyak yang mampu diangkut, pundi rejeki yang bisa diperolehakan semakin banyak. Alasan itu boleh dikatakan “manusiawi” tentu saja.

Namun, jika tuntutan baik itu dari subyek sendiri atau pihak lain yang memaksanya sehingga banyak kita temui kendaraan pengangkut barang yang membawa muatan berlebih, sebaiknya lebih jeli dan berpikir panjang. Dalam satu sisi memang masuk di akal jika jumlah barang yang mampu kita angkut akan berpengaruh dalam uang yang diperoleh, namun jika dihitung ulang dari “tambahan” hasil yang diperoleh dari selisih antara kelebihan dan jumlah muatan standarnya apakah signifikan jika dibanding dengan “pengeluaran” lain yang harus dianggarkan karena keberanian mengangkut muatan sampai menjulang itu?

“Scanning” yang sering di alami oleh kendaraan jenis ini paling tidak adalah jembatan timbang, jalan raya, dan juga jalan tol. Mereka hendaknya berhitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk “berdamai” dengan pihak-pihak yang jelas akan menyempritnya dengan peluit panjang karena muatan yang menarik perhatian itu. Apakah benar-benar keuntungannya signifikan/selisihnya masih lumayan jika di potong “pengeluaran khusus” itu?

Jika keuntungan dari mengangkut muatan secara berlebih itu memang masih menggiurkan meskipun terpotong “biaya unik” lain, namun apakah mereka juga telah mempertimbangkan sisi lain, baik itu untuk kepentingan bisnis mereka ataupun hubungannya dengan kepentingan umum.

Kendaraan yang muatan/tonasenya berlebih sehingga terlihat menjulang itu sesungguhnya telah memiliki standar berapa jumlah muatan yang maksimal dapat mereka angkut. Jika sering dipaksakan serta berlangsung berulang-ulang maka tak dapat dibantah bahwa umur kendaraan itu akan mengalami masa yang lebih pendek (penyusutan) dari perkiraan standar umur pemakaian wajar. Ini jelas salah satu kerugian yang besar.

Di samping itu, kerugian besar bukan hanya ada dipihak mereka. Selain kecelakaan yang sering terjadi karena hal ini, mereka juga sering membuat lalu lintas tersendat bahkan mengalami kemacetan. Dan harap diingat, jalan-jalan umum yang ada tentu saja akan lebih mudah mengalami kerusakan jika truk-truk semacam ini yang melintas. Bukan hanya jalan raya, namun juga jembatan atau jalan layang. Bukankah ini jelas kerugian bagi masyarakat umum? Meski mungkin ada segelintir juga yang mengambil keuntungan dari dana negara untuk pemeliharaan/pembuatan jalan raya, jembatan, atau jalan layang karena proyek akan kembali digulirkan. Atau mungkin hal ini yang menjadi pertimbangan truk-truk yang bermuatan menjulang itu tetap melenggang? Kalau bukan, lalu apa ya? Buktinya, masih banyak kok truk-truk bermuatan berlebih melenggang di jalanan.

Sebagai masyarakat umum sih kita inginnya tidak ada lagi truk-truk yang “membahayakan” itu tetap melenggang. Bukannya sirik dengan rejeki orang lain, boleh dong sekedar mengingatkan. Tak akan signifikan selisih rejeki dari muatan berlebih jika dibanding resiko, pengeluaran lain, kondisi kendaraan, kerusakan jalan, kepentingan umum dan mungkin masih banyak kerugian lain.

Selamat berkarya.

.

.

C.S


Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun