Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Sana Hijau, di Sini Hijau, di Tengah-tengah Kita "Menggonggong"

2 Februari 2012   01:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:10 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_158544" align="aligncenter" width="500" caption="Suasana di persimpangan Bekasi Timur, di sinilah berebut "hijau" itu sering terjadi."][/caption]

Saya tidak terlalu paham sistem ideal/standar dalam pengoperasian lampu lalu lintas (traffic light) kita. Setahu Saya, ya seperti yang di ketahui anak-anak TK juga. Yaitu kalau lampu berwarna merah tandanya kita harus berhenti, kuning berhati-hati/jalan pelan-pelan, lalu kalau hijau yang boleh melanjutkan. Lalu, setahu Saya juga, kalau salah satu jalur sedang menyala lampu hijau, jalur lain seharusnya berhenti karena lampu lalu lintasnya seharusnya masih merah.

Tapi itu mungkin karena keterbatasan pengetahuan Saya saja, sehingga hanya tahu yang “wajar-wajar” saja. Padahal pada kenyataannya, tidak semudah itu semua bisa diterapkan, terutama di jalanan-jalanan wilayah Jabodetabek. Di Jakarta dan sekitarnya ini sering kita temui model-model pertemuan jalur jalanan yang bukan hanya berbentuk perempatan, namun juga berupa perlimaan atau saling berpotongan dalam banyak jalur satu sama lain.

Nah, pola pengaturan lalu lintas terkait dengan lampu-lampu pengatur itu idealnya bisa menjadi pedoman bagi pengguna jalan untuk berkendara sesuai aturan. Mereka bisa saling bergantian saat harus melintasi sebuah titik pertemuan, apapun itu bentuknya, baik perempatan atau persimpangan yang lain. Namun sekali lagi, pada kenyataannya tidak semudah itu. Mungkin karena tingkat kepadatan yang sudah keterlaluan, sistem (digital) pengaturan traffic lightnya yang tidak disesuaikan, atau jangan-jangan memang sistem itu sudah maksimal (hasil pengujian yang di rasa paling efektif mengurai kemacetan).

Hal di atas Saya ributkan karena seringkali kita jumpai di beberapa persimpangan jalan, dua jalur yang sama-sama mendapat hak untuk melaju, padahal arah mereka bertemu. Ketika lalu lintas tak terlalu padat, hal ini mungkin masih bisa disikapi dengan saling menunggu/mengira-ira. Tapi ketika tingkat kepadatan itu meninggi, terutama pada jam-jam masyarakat beraktifitas, kemacetan karena “perbenturan” itu lebih sering terjadi. Memang sih, sepertinya ada sedikit jeda penyalaan lampu hijau keduanya, tapi tetap saja sumbatan itu tak terhindari karena statusnya sama-sama hijau.

Contoh paling mudah tentang ini dapat kita temui jika melintas di persimpangan sekitar pintu tol Bekasi Timur. Yakni perempatan besar yang mempertemukan arah Jakarta-Kalimalang, dan juga dari arah Tol Timur/Jatimulya-Bulak Kapal. Di sana akan terlihat jelas contoh ini, yaitu ketika Jalur dari arah Jakarta/Bekasi barat/Kalimalang menuju Karawang/tambun/cikarang jika lurus dan menuju ke pintu tol/jatimulya jika berbelok ke kanan, menunjukkan lampu hijau maka dari arah berlawanan pun (Kalimalang Arah ke Jakarta) juga menyala lampu hijau. Dua-duanya hijau. Maka tak ayal lagi sumbatan itu terjadi juga, terutama benturan kendaraan ke arah Jakarta/kalimalang dan yang hendak menuju pintu tol, saat jam sibuk.

Terkadang ada petugas yang mengatur antriannya, kadang juga tidak. Tapi ada atau tidak petugas yang membantu kelancaran di persimpangan ini, kejadian saling berebut dan tak mau mengalah karena masing-masing merasa “berhak” selalu berlangsung. Bahkan kecelakaan karena hal ini pun saya yakin sering terjadi (belum melihat langsung sih, tapi sering saya lihat bekas-bekas pecahan kaca kendaraan layaknya sehabis terjadi tabrakan). Belum lagi, ketika sumbatan karena berebut itu tak kunjung usai, dan lampu mereka sudah waktunya merah, berarti giliran dari arah lain yang menyala hijau, mereka ingin segera melaju juga. Numpuk deh di tengah, jadinya nggak jelas mana yang harusnya hijau atau merah. Kejadian seperti inilah yang sering menggelikan (meski gondok), suara klakson saling berkumandang, juga sumpah serapah saling merasa benar, belum lagi kalau ada yang “menggonggong” , eh... bener lho! Banyak kendaraan yang menggunakan klakson yang bunyinya menyerupai gonggongan anjing (harusnya sih di tilang tuh..). Guuuuuuuuuuuukh...!!, Guuuuuukh!!, bikin kaget dan suasana tambah “panas” saja.

Di sini hijau, di sana hijau, di tengah-tengah kita bertemu. Lalu cekcok, berebut, paduan klakson dan..guuuuuuukh!

Yah, mau bagaimana lagi. Sekarang masih seperti ini, mudah-mudahan saja nanti bisa ditertibkan dengan lebih baik. Gimana saja caranya lah!, serahkan pada ahlinya!

Salam hati-hati.

.

.

C.S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun