[caption id="attachment_133127" align="aligncenter" width="500" caption="From Google"][/caption] Gangguan jiwa bisa melanda siapa saja. Banyak faktor yang menjadi pemicu gangguan jiwa tersebut. Disamping disebabkan tingkat kesiapan mental sebuah pribadi, dipengaruhi juga oleh tekanan-tekanan atau banyaknya beban yang harus disangga otak terbatas manusia.Disamping itu, meski belum ada penelitian yang sahih yang membuktikannya. Ada yang percaya bahwa gangguan jiwa itu bisa menurun. Secara sederhana kita harus mengetahui fase-fase dalam dinamika kejiwaan kita. Tentu saja untuk mengetahui di posisi mana kondisi kejiwaan kita saat ini. Agar secara cepat,tepat, dan bijak menanganinya. Pertolongan atau penanganan pertama adalah oleh diri sendiri.Meski tidak menampik besarnya faktor dukungan dari pihak lain terutama yang terdekat dengan kita bahkan juga tenaga profesional untuk itu. Tahap-tahap kondisi dan posisi kejiwaan yang kita alami secara simple adalah sebagai berikut: 1. WARAS Kondisi waras secara pasti diinginkan oleh semua orang. Yaitu kondisi disaat jiwa kita pada posisi baik-baik saja. Semua berjalan dengan normal. Bisa berpikir jernih. Membedakan yang benar dan yang salah. Dapat berpikir normal menyelesaikan segala tugas dan rencana sehari-hari. 2. MUMET Fase ini adalah dimana otak kita dipaksa berpikir ekstra keras. Banyaknya persoalan dan beban yang menuntut penyelesaian. Yang mana segala beban itu banyak yang tidak menemukan jalan keluar. Secara fisik biasanya diikuti dengan pusingnya kepala. Jika penyalurannya kurang tepat bisa berpengaruh ke tekanan emosi yang cepat naik.Pada kondisi ini sangat disarankan untuk mengistirahatkan kerja otak. Bisa dengan tidur atau mencari hiburan yang positif. Persoalan yang timbul sebaiknya mulai melibatkan bantuan pihak lain. Sharing dan berbagi akan sangat meringankan beban anda. 3. NGENGLENG Jika kondisi mumet tidak ditangani dengan bijak maka setelah sekian waktu dan menumpuk, beresiko meningkat pada situasi ngengleng. Pada tahap ini biasanya seseorang akan kehilangan keceriaannya. Lebih banyak diam dan bengong. Tidak konsentrasi. Sering melakukan kesalahan pada hal-hal yang sifatnya mudah. Kita sering melihat ada yang tertabrak kereta karena tak sadar menyeberang rel. Padahal sudah banyak orang yang berteriak memperingatkannya. Tapi seringkali pada kondisi ngengleng ini seseorang menjadi "tuli" dengan suara sekeras apapun. Pada kondisi ini seyogyanya orang-orang terdekatlah yang aktif meresponnya. Sediakan waktu untuk mengorek sahabat kita yang ngengleng ini untuk berbagi beban. 4. MINIR/SINTING/GENDENG Kondisi ngengleng bisa meningkat ke tahap minir/sinting jika dibiarkan berlarut-larut. Sedikit meningkat dari fase ketiga diatas. Orang yang minir/sinting cenderung bersikap seperti "autis". Mereka sering tidak terkontrol tingkahnya. Meski kondisi bengongnya tetap banyak, namun seringkali disertai dengan sikap aneh. Nggak ada yang lucu tapi ketawa sendiri atau tiba-tiba menangis. Bahkan seringkali orang dalam kondisi ini suka berbicara sendiri. Mulai sulit untuk diajak berkomunikasi wajar. 5. KENTHIR Tahap selanjutnya adalah kenthir. Kenthir beneran bukan kenthir-kenthiran. Dengan tidak bermaksud menyinggung atau melecehkan komunitas tertentu di Kompasiana ini, kenthir memanglah salah satu tahap gangguan jiwa setelah sinting di atas. Gejala kenthir ini lebih meningkat dari sinting. Yang mana orang yang kenthir tingkah laku anehnya mulai bergerak keluar dirinya. Dia mulai terdorong berinteraksi dengan pihak/individu lain dilingkungannya. Mulai timbul gejala aktif untuk berkomunikasi dengan individu lain meski dengan "kekacauannya". Orang-orang terdekat atau keluarga harus semakin serius untuk memantau dan mencari solusi dengan berkonsultasi ke ahli jiwa untuk hal ini. Namun jangan dijauhi untuk saudara kita yang kenthir. Tanggapilah dengan seolah-olah mengerti apa yang dia mau. Memang sepertinya kita menjadi ikut-ikutan kenthir. Namun respon kita lumayan untuk membuatnya lebih terkendali. 6. EDAN Setahap lebih parah dari kenthir adalah edan. Orang dalam kondisi edan tingkah kacaunya mulai berinteraksi lebih keluar dari orang/komunitas terdekatnya. Dia cenderung lupa aktifitas formal hariannya. Orang yang tidak dikenalnya pun mulai "diganggu"nya. Mulai berkeliaran dijalan dan bertingkah sekilas seperti waras namun terlihat kacau saat orang yang belum tahu ternyata menanggapinya. Menyanyi, menari, bahkan pidato atau khotbah di jalan seringkali dilakukan. Karakter utama sangat berpengaruh tingkat bahaya atau tidaknya orang ini di lingkungan luar. Jika tabiat aslinya keras akan sangat berbahaya karena bisa jadi ia membuat huru-hara dan melukai orang lain. Menghubungi psikiater atau mengarantinakannya ke Rumah Sakit (RS) Jiwa adalah tindakan terbaik. 7. GEMBLUNG Tahapan terparah dan puncak dari gangguan jiwa seseorang adalah ketika seseorang sudah menjadi gemblung. Pada kondisi ini orang telah lupa segalanya. Lupa sanak keluarga.Lupa rumah.Bahkan lupa siapa dirinya. Bahkan untuk tahu mengurus diri dan kebersihan pun tidak. Dia cenderung digerakkan kekuatan yang tidak logis dari tubuhnya. Tidak makan berhari-hari atau makan nasi basi pun bisa dilakukannya. Berkeliaran di jalan dengan tubuh kotor dan gembel sudah biasa baginya. Keluarga yang putus asa seringkali menelantarkannya karena malu. Atau meskipun tidak berniat menelantarkannya, karena kehilangan jejak si gemblung ini mereka menjadi tidak tahu harus kemana mencarinya. Untuk yang masih berniat mengurusnya sebaiknya pihak keluarga secara nurani memasukkannya ke RSJ. Atau jika kehilangan jejak bisa membuat pengumuman orang hilang. Ingat, bagaimanapun dia adalah keluarga kita. Harus ditangani bersama. Sekian opini dan sharing Saya. Dengan penelitian sepintas dan lumayan nggak niat. Semoga pesan utamanya sampai ke rekan-rekan kompasianer. Yaitu jagalah jiwa kita. Sekecil apapun masalah, problem ataupun tekanan pada mental kita harus kita sikapi dengan bijak dan dicari jalan keluarnya. Jangan sampai menumpuk. Beban akan semakin ringan jika ditanggung bersama. Ditulis oleh Chris Suryohadiprodjo. Public SMOKER. Tidak mempunyai nama pena karena jarang menulis pakai pena. Mengelola tidak satupun @Group. Nomor telpon dapat menghubungi @Telkom no.108 dahulu. Rekan semua dapat berbagi di Kompasiana ini. Hidup akan lebih indah jika berbagi. Berbagi tentu saja tidak sepenuhnya sama dengan bagi-bagi. Selamat pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H