" Aku suka hujan Mas".
" Ih..kamu kan gampang menggigil?"
" Kan, Mas pasti meluk aku..hehehe..".
" Dasar genit..".
"Ihhhh..". Rajuknya sungguh membuatku tenteram.
Sebenarnya, tak perlu dia meminta. Aku sudah pasti dengan penuh rela memeluknya. Tak perlu sebuah hujan, yang akan membuatnya menggigil kedinginan. Gerimis kecil seperti sore ini pun, sudah cukup membuatku tergerak untuk mendekapnya. Bukan hanya untuknya, tapi kedamaian untukku juga.
Kami berpelukan beriring, menyusuri jalan setapak. Kehangatan yang nyaman dalam diam. Diamnya yang mengerti dan diamku yang resah tak terperi. Akan sampai kapankah ini, sungguh aku tak mampu menyakiti, gadis suci yang darinya kasih tulus diberi. Lagi dan lagi, sampai detik ini aku tak sanggup mengucap cerita. Tak cukup rasanya dengan sejuta maaf sebagai pembuka. Sebuah diam yang sama, seperti saat sebuah kata yang tak tahu harus mulai dari mana, saat pertemuanku dengan Ayu, nun jauh di sana.
Gerimis semakin basah. Rintiknya menetes perlahan, menitipkan sisanya di lebat rimbun daun-daun pepohonan. Desember ini, musim penghujan akan tiba, seiring dengan anginnya yang dingin membuat hati terendam. Terendam dalam bimbang, apa yang harus ku lakukan. Berjalan dan terus berjalan, dengan rasa gundah tak bertepian.Rintik dan hembusan desember selipkan sendu nyanyian. Nada-nada gelisah penuh pertanyaan...kebimbangan..., bisikan hati yang pelan tak sanggup mengatakan...
" I can tell her my troubles, she makes them all seem right
I can make up excuses, not to hold her at night
We can talk of tomorrow, I'll tell her things I want to do