Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[MIRROR] Buntalan Lusuh Mbah Karti

15 Desember 2011   04:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:15 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Gubuk Mbah Karti lumayan jauh, harus melewati bulak. Berada barat pedukuhan. Di sana terdapat pohon waru yang besar,  tumbuh miring seperti hampir roboh.Waru doyong, begitu  warga sering menyebutnya.

Sudah reyot,  beratap daun kelapa dan berdinding bilik keropos. Alang-alang dan pohon-pohon salak liar, tumbuh bercampur belukar. Di naungi temaram bulan, sunyi dan remang . Angin berhembus dingin, aroma pengap menyeruak.

" Apa ini Mbah?"

" Ini, untukmu nak dukuh".

" Wah,nggak usah repot-repot".

" Dilihat dulu, kamu pasti suka".

Pak Dukuh  menerima buntalan kain lusuh itu. Dibukanya. Ada rantang makanan,  isinya getuk goreng kesukaannya. Botol,  jelas terlihat bahwa isinya madu hutan, asli. Yang membuatnya terpana adalah isi buntalan satunya lagi. Ternyata di dalamnya adalah keping-keping emas batangan.

Pak Dukuh pun berpamitan, ia ingin segera pulang. Bergegas tanpa menengok ke kebelakang, kuatir jika dikuntit hantu gentayangan. Hawa dingin dan tengkuk merinding membuatnya berlari.  Namun ia bingung  bukan kepalang, karena  selalu salah menempuh jalan. Berputaran dan kembali lagi ke tempat ini. Dilihatnya Mbah Karti,  pada rimbun pohon salak, di bawah waru doyong.

Nenek tua ini tampak berbeda. Wajah keriputnya lebih kelabu, tubuh rentanya telanjang bulat, dengan payudara kendornya menjuntai melambai. Dengan seringai ia menyapa", Nak dukuh, delengna*, opo ilat*ku iki abang*?,  abaaang? Opo penthil*ku iki dowo*? dowoo? hihihihihihi....hiehehe......". Lidahnya merah darah, menjulur. Payudaranya memanjang dan menjuntai mengerikan. Lalu, kepalanya  terpisah dari badan, seiring kekeh tawanya berkumandang mencekam.

" Emmb..behhk.., Memh..Mbaaahh..!"

Pak Dukuh lemas, matanya berkunang-kunang dan akhirnya gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun