Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sayangi Anaknya, "Takluk"kan Ibunya

13 Desember 2011   04:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:23 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_148435" align="alignright" width="336" caption="from google"][/caption] Tulisan ini jelas bersudut pandang laki-laki.Tentu saja agar tidak melebar menjadi diskusi lain dari sisi perempuan memandang laki-laki. Meski sebenarnya bisa juga ke sana, tapi jelas berbeda proporsi dan dasar kecenderungan faktanya. Laki-laki jangan tersinggung dengan pernyataan saya bahwa seorang ibu cenderung lebih total menyayangi anaknya, dibanding seorang ayah. Mau membantah? silahkan. Saya tetap bertahan dengan pendapat saya ini. Tak perlu diuji dengan teliti, cukup rasakan saja dalam hati. Pengakuan ini, baik disadari atau tidak, baik disepakati atau tidak, baik tersirat atau tersurat, semua itu nyata terlihat. Sosok ibu sebagai penyayang total anaknya sering sudah menjelma dan diterjemahkan dalam simbol-simbol nyata keseharian. Lihat saja contoh mudahnya, saat ada yang mendirikan rumah sakit bersalin, kita lebih lazim melihat penamaannya dengan sosok ibu, misalnya: Rumah Sakit Kasih Ibu ( belum pernah saya nemu rumah sakit dengan nama R.S. Kasih Ayah), R.S. Harapan Bunda (padahal ada meski sedikit harapan ayah-nya), R.S. Bunda dan lain-lainnya. Seorang ibu yang normal akan cenderung total dalam menyayangi anaknya, melebihi seorang ayah. Prinsip ini akan menjadi jalan terang bagi kita yang hendak "mengambil hati" atau "menaklukkan" seorang ibu. Coba saja anda lakukan test ringan. Saat berjalan-jalan di mall atau tempat lain. Jika anda melihat seorang ibu, meski terlihat angkuh atau sombong namun membawa anak/balitanya. Bila kita ingin sekedar menyapa, akan lebih lancar jalannya jika dengan tulus menyapa anaknya dengan rasa sayang, kebangetan kalau ibunya hanya diam saja. Paling tidak, minimal kita mendapatkan senyumnya. Kalo ada bapaknya juga gimana? ya, tak mengapa lah, kebangetan juga kalau si bapak tak ingin bersahabat dengan kita. Tapi ingat lho, kita harus tulus bukan "pura-pura" karena melihat ibunya cakep saja..he..he. Kalau kita tidak tulus/pura-pura, maka motivasi kurang baik kita akan mudah tertangkap, kita bisa dikira buaya darat, atau bahkan penjahat penculik anak. Atau, mungkin ada di antara anda (laki-laki) yang sedang jatuh cinta atau pedekate ke seorang wanita yang berstatus janda dengan anaknya? Jika responnya masih setengah-setengah, mungkin bisa lebih konsen dengan cara ini. Yakni sayangilah anaknya, maka peluang untuk "menakluk"kan hati ibunya akan lebih terbuka. Cinta anda kemungkinan besar akan diterima. Lalu, untuk  kita sebagai seorang suami, jelas saja. Kita harus tulus menyayangi anak kita (nggak susah kan?), maka sudah nyatalah peluang bahwa kita pun semakin menaklukkan ibunya. Masa' iya, begitu saja nggak bisa. Ha..ha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun