Kopi yang kuteguk tadi memaksa mataku tetap menyala..
Jutaan pemikiran menyelip kemudian di heningnya malam.
Ingatan akan senyum dan tawa merampas indahnya bintang di atas sana.
Bibirku sedikit mengulas senyum,
ah.. nadir yang kurasa.
Kopi yang kuteguk tadi memaksa jantungku berdegup lebih cepat dari larinya si kancil.
Bukankah rindu adalah takdir semua orang? tanya batinku.Â
Akhirnya, tanganku meraih peralatanku.
Cat biru yang kuambil, mengalir mengikuti irama kuasku, mempertegas betapa dangkalnya perasaanku.
Hanya bisa kumengingatmu tanpa mampu kurengkuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H