Vladimir Putin dan jajaran pejabat militernya.
Invasi Rusia ke Ukraina telah memasuki hari ke-21. Meskipun secara statistik, kekuatan militer Rusia jauh lebih unggul daripada militer Ukraina baik dari segi jumlah personel, persenjataan hingga teknologi, nyatanya operasi militer Rusia untuk menaklukan Ukraina dalam waktu singkat seperti yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak menyimpang jauh dari estimasi waktu yang ditargetkan olehKremlin, yang merupakan pusat pemerintahan dari Rusia memang menargetkan Ukraina akan jatuh ke dalam Rusia hanya dalam hitungan hari saja. Bukan hanya Kremlin, pengamat militer dan politik dari semua negara juga memprediksi demikian mengingat Ukraina "kalah segalanya" dari Rusia. Namun nyatanya, hingga hari ke-21 ini, semua anggapan tersebut seperti terbantahkan. Militer Ukraina yang dibantu oleh puluhan hingga ratusan ribu sukarelawan baik dari penduduk sipil dan kalangan lainya berhasil memberikan perlawanan yang sangat dahsyat dan berat terhadap Rusia di seluruh penjuru wilayah Ukraina.
Semangat dan harapan Ukraina untuk mempertahankan tanah airnya dari invasi Rusia semakin bertambah ketika negara-negara NATO dan sekutunya mengirimkan ratusan hingga ribuan bantuan logistic dan peralatan militer ke Ukraina. Selain itu, ribuan sukarelawan asing dari berbagai negara seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Denmark, Finlandia, Norwegia hingga Jepang berdatangan ke Ukraina untuk membantu negara tersebut dalam melawan invasi militer Rusia. Hingga kini tercatat jumlah sukarelawan asing Ukraina mencapai 20.000 personel. Rata-rata mereka adalah mantan prajurit yang pernah bertugas di berbagai negara.
Perlawanan sengit dari Ukraina nyatanya membuat korban dari pihak Rusia terus berjatuhan baik dari pihak prajurit hingga pangkat tertinggi. Tercatat hingga 16 Maret 2022, Vladimir Putin telah kehilangan 4 jenderal terbaiknya yang gugur di Ukraina. Yang terakhir adalah Mayjen Oleg Mityaev yang gugur pada tanggal 15 Maret 2022 di Mariupol. Sebelumnya, sudah ada 3 jenderal Rusia yang gugur antara lain adalah Mayjen Andrei Sukhovetsky, Mayjen Vitaliy Gerasimov, dan Mayjen Andrei Kolesnikov. Putin juga kehilangan beberapa perwira militer Rusia lainya yang gugur di Ukraina seperti Letkol Denis Glebov, Perwira Chechnya yaitu Magomed Tusayev, Letkol Dmitry Safronov, Komandan Konstantin Zizevsky, Letkol Yuri Agarkov, Vladimir Zhonga, komandan tank yaitu Kolonel Andrei Zakharov dan terakhir adalah Kolonel Serhiy Polohnya. Bukan hanya prajurit, Rusia juga kehilangan puluhan hingga ratusan perlengkapan militernya seperti tank, truk, BTR, artileri, mortar, RPG, hingga kekuatan udara seperti helikopter dan pesawat yang dihancurkan ataupun direbut oleh pihak Ukraina. Ratusan tentara Rusia juga menyerah dan ditangkap oleh tentara Ukraina
Kerugian dan kehilangan besar yang dialami oleh militer Rusia termasuk dengan kematian 4 jenderal terbaiknya menjadi pukulan telak bagi Kremlin khususnya Vladimir Putin yang menjadi dalang utama dibalik invasi Rusia ke Ukraina. Hanya butuh 21 hari saja untuk mengulang tragedi memalukan dalam sejarah Kremlin ketika kekuatan militer Uni Soviet yang saat itu dipimpin oleh Leonid Brezhnev luluh lantak dalam perang Soviet-Afghanistan yang berlangsung selama 10 tahun dari tahun 1979 hingga 1989. Kremlin sepertinya tidak belajar dari kekalahan mereka pada perang Soviet-Afghanistan tersebut, yang akhirnya berdampak pada kestabilan dinasti komunisme Uni Soviet yang akhirnya runtuh 2 tahun kemudian setelah kekalahan mereka di Afghanistan.
Kesalahan Kremlin pada invasi ke Afghanistan dan Ukraina adalah mereka menganggap remeh kekuatan militer dari kedua negara tersebut. Kremlin tidak memperhitungkan bahwa akan adanya pihak-pihak lain yang siap melawan tindakan militer mereka. Pada saat Uni Soviet berperang melawan Taliban di Afghanistan, Amerika Serikat melalui CIA menjadi pihak utama yang memberikan bantuan militer terhadap Taliban untuk mengusir kekuatan militer Uni Soviet dari Afghanistan. Sekarang Ukraina juga menerima bantuan militer dari negara-negara NATO untuk melawan invasi militer Rusia. Kondisi ini semakin mempersulit rencana dan tujuan invasi Rusia yang ingin menguasai Ukraina dalam waktu singkat karena Ukraina sudah siap untuk berperang habis-habisan melawan Rusia dengan mengandalkan bantuan militer dan juga semangat nasionalisme mereka.
Andai kata jika Rusia berhasil memenangi perang dan berhasil menguasai Ukraina, mereka tetap tidak bisa menghilangkan fakta bahwa Rusia telah mengalami bencana militer yang menyamai atau bahkan melebihi 10 tahun mereka di Afghanistan. Bahkan mereka juga berpotensi mengalami kekalahan besar yang dirasakan Amerika Serikat ketika berperang di Vietnam.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H