Mohon tunggu...
Christopher lesmana
Christopher lesmana Mohon Tunggu... Atlet - Blogger

Christopherlesmana97@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

55 Tahun Berdirinya Kompas: Yang Memberikan Saya Sejuta Inspirasi

28 Juni 2020   16:05 Diperbarui: 29 Juni 2020   08:45 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                          Koran Kompas 

                           Sumber : dok_pribadi

  Hari ini, 28 Juni adalah peringatan 55 tahun berdirinya Kompas, yang sejak tahun 1965 menjadi media koran untuk seluruh masyarakat Indonesia. Sejak didirikan oleh P.K.Ojong dan Jakob Oetama, Kompas berkontribusi besar dalam menyampaikan setiap berita dan kabar terkini yang terjadi di Indonesia hingga dunia sehingga masyarakat menjadi menyerap banyak informasi dengan sumber-sumber yang akurat dan terpercaya. Bukan hanya memiliki ringkasan berita yang sangat akurat, Kompas juga berkontribusi. besar dalam mengorbitkan dan melahirkan puluhan bahkan ratusan jurnalis terbaik yang independen dan hebat dalam meliput berita tentang berbagai kejadian dan peristiawa entah itu yang berkaitan dengan politik,hukum, sosial, agama hingga olahraga nasional dan internasional secara aktual dan mudah nyaman dibaca oleh pelanggan harian Kompas. 

 Bagi saya sendiri, Kompas bukan hanya sebuah koran semata namun juga meninggalkan berbagai kenangan dan kesan dalam hidup saya. Tentu saja, saya masih ingat ketika masih SD sebelum berangkat ke sekolah, saya selalu menunggu pengantar koran Kompas dengan sepedanya untuk menyelipkan koran harian di pagar rumah saya, kemudian koran tersebut saya letakan di dalam ruang tamu rimah saya supaya ayah dan kakek saya bisa membacanya, terkadang setiap pulang sekolah,saya selalu menyempatkan diri untuk membaca artikel depan Kompas tersebut meskipun saya belum paham tentang tema yang saya baca. akan tetapi, kebiasaan itulah yang berperan besar dalam menumbuhkan minat membaca saya dan kecintaan saya terhadap bidang politik,sosial,hukum, dan jurnalistik yang akhirnya menjadi inspirasi saya untuk menjadi Blogger dalam 3 tahun terakhir bahkan sejak bulan Mei 2020, saya resmi menjadi salah satu penulis artikel di Kompasiana dimana artikel ini menjadi artikel saya yang ke-20. 

  Namun, dibalik kemudahan kita dalam membeli koran Kompas dan mendapatkan berbagai berita di dalamnya, tak banyak yang pernah tahu bahwa Kompas pernah menjadi salah satu "musuh terbesar" bagi pemerintahan Orde Baru dibawah pimpinan Presiden Soeharto. Rezim Orde Baru yang memang dikenal sebagai rezim otoriter dan mengekang kebebasan berpendapat pernah "membredel" Kompas dikarenakan Kompas dianggap terlalu kritis terhadap pemerintahan Soeharto. Kejadian itu terjadi pada tanggal 21 Januari 1978, yang mengakibatkan Kompas tidak boleh beroperasi dan menerbitkan koran selama 2 minggu lamanya, begitulah yang diungkapkan oleh Sri Mariani Ojong, putri dari Alm.P.K.Ojong ketika sedang berziarah ke makam sang ayahanda di hari ini tepat Kompas "berulang tahun" ke 55. 

  Mungkin bagi Mariani, P.K.Ojong, Oetama ataupun Jurnalis Kompas lainya, pembungkaman terhadap mereka hanyalah salah satu dari sekian banyaknya cara yang dilakukan oleh rezim Orde Baru dalam mengekang kebebasan berpendapat dan berbicara serta kritik dikarenakan rezim Orde Baru yang terkenal dengan ciri kemiliteranya menganggap setiap kritik dianggap sebabgai suatu ancaman yang dapat membahayakan negara dan dapat menjatuhkan citra serta nama besar pemerintahan di mata dunia. 

  Reformasi 1998 dan kejatuhan pemerintahan Soeharto berhasil membawa angin segar untuk penegakan demokrasi dan kebebasan berpendapat. Pers dan jurnalis menjadi lebih "merdeka" dalam menyampaikan berita entah itu yang berisi kritikan, masalah HAM, ataupun masalah sosial serta berita" yang menginspirasi lainya. Sayangnya, P.K.Ojong tidak bisa menikmati "kemerdekaan" pers tersebut dikarenakan beliau sudah wafat pada tahun 1980, 18 tahun sebelum Reformasi terjadi. Akan tetapi, dedikasi dan pengabdian Pak Ojong mungkin telah meninggalkan warisan yang sangat berharga untuk masyarakat Indonesia.Kini tinggal kita yang meneruskan perjuangan Pak Ojong dengan rajin membaca dan berpikir kritis terhadap apa yang terjadi di lingkungan kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun