Mohon tunggu...
Christopher lesmana
Christopher lesmana Mohon Tunggu... Atlet - Blogger

Christopherlesmana97@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kematian George Floyd Tidak Akan Pernah Mengubah Apapun

1 Juni 2020   23:45 Diperbarui: 2 Juni 2020   21:43 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jake Bacon/azdailysun.com

Di tengah bencana pandemi Covid-19 yang menghantam negara Amerika Serikat dan menewaskan 100.000 penduduknya, pada tanggal 25 Mei 2020 terjadi sebuah peristiwa keji yang menghebohkan negeri Paman Sam tersebut. 

Berawal dari sebuah video yang memperlihatkan seorang pria berkulit hitan yang sedang mencoba ditahan oleh polisi berkulit putih dengan cara menginjak leher pria berkulit hitam tersebut dengan lututnya. 

Dalam video tersebut, pria berkulit hitam tersebut berkata "I can't breathe" yang terdengar di rekaman video. Kemudian, muncul berita resmi bahwa pria yang akhirnya diketahui bernama George Floyd tersebut akhirnya meninggal dunia karena kehabisan oksigen dalam perjalananya ke Rumah Sakit. 

Kematian George Floyd ini menambah catatan kelam kasus pembunuhan terhadap orang kulit hitam yang dilakukan oleh polisi berkulit putih. Kasus ini hanya berselang 4 bulan setelah kasus kematian Ahmed Arbery, seorang pria berkulit hitam yang ditembak oleh mantan polisi berkulit putih ketika sedang jogging di daerah Georgia. 

Kematian George Floyd ini kemudian menimbulkan kemarahan yang luar biasa untuk publik Amerika Serikat. Demonstrasi kemudian dilakukan hampir di seluruh kota di penjuru Amerika untuk menuntut polisi yang kemudian diketahui identitasnya bernama Derek Chauvin tersebut. Namun sayangnya, demonstrasi yang seharusnya berlangsung damai malah berujung menjadi anarkisme dan penjarahan. 

Contohnya di kota Minneapolis malah terjadi penjarahan besar-besaran terhadap pasar swalayan dan gerai butik ternama yang tutup akibat pandemi Covid-19. Mengingat sektor ekonomi sedang ambruk karena dampak dari pandemi acovid-19, maka ini menjadi kesempatan untuk melakukan penjarahan agar memperoleh kebutuhan pokok yang mereka butuhkan.

 Amerika Serikat adalah negara dengan tingkat rasisme tertinggi di dunia hingga sekarang. Umumnya yang paling mendapatkan rasisme adalah etnis kulit hitam ,Suku Indian,  Asia Timur ( Chinese) dan orang Timur Tengah yang beragama Muslim. 

Etnis kulit hitam seperti George Floyd adalah sasaran rasisme paling tertinggi dan terlama di negeri Paman Sam yang didominasi oleh orang kulit putih. 

Dilihat dari sejarah, orang kulit hitam yang berasal dari Afrika sudah dijadikan budak sejak era Kolonialisme Amerika Serikat pada abad ke 18. Setelah perbudakan dihapus, tak serta merta orang kulit hitam mendapatkan kebebasan di tempat umum. 

Jake Bacon/azdailysun.com
Jake Bacon/azdailysun.com
Rasisme terhadap orang kulit hitam terus berlanjut hingga pertengahan tahun 1960-an. Contoh yang paling ekstrim adalah toilet dan tempat duduk di restoran atau transportasi umum dipisahkan antara etnis kulit putih dan kulit hitam. 

Rasisme ini yang akhirnya melahirkan tokoh perjuangan kulit hitam seperti Martin Luther King Jr dan Malcolm X yang akhirnya harus tewas dibunuh karena perjuangan mereka.

Rasisme adalah salah satu "budaya" yang cukup dilestarikan dan masih berlanjut hingfa sekarang ini. Bukan hanya di Amerika Serikat, seluruh dunia termasuk Indonesia juga menjadikan rasisme adalah suatu "kebudayaan"yang selalu dilakukan oleh etnis mayoritas. 

Ini menjadi suatu hal yang tragis, ketika saya melihat di media sosial dimana seluruh orang seketika menjadi bersimpati dan sok toleransi dengan kasus kematian George Floyd ini. 

Padahal mereka sendiri masih selalu menebarkan kebencian dan provokasi di lingkungan masyarakat ataupun membicarakan kebusukan orang lain di belakang. 

Karena pada akhirnya, sebesar apapun demonstrasi yang dilakukan terhadap kasus George Floyd ini tidak akan pernah mengubah apapun terhadap isu rasisme dan kebencian yang menjadi kebudayaan dan kebiasaan semua manusia di seluruh dunia. Karena yang kuat dan dominan akan selalu menindas yang lemah. 

Yang mayoritas akan selalu menang segala-galanya atas minoritas. Jadi mungkin butuh 1 abad lagi atau menunggu dunia berakhir agar rasisme dan kebencian dapat segera berakhir. Kita tunggu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun