Mohon tunggu...
Chrisania SharonVircilia
Chrisania SharonVircilia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 8 buku solo dan telah memenangkan berbagai lomba menulis cerpen.

Sosok yang bercita-cita ingin menjadi bakteri ini sangat suka menonton drakor, anime serta membaca komik bergenre mystery-thriller, fantasi, dan komedi. IG: @eren_chiirsa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menjaga Keanekaragaman Hayati Indonesia di Tengah Gempuran Perubahan Iklim

15 Desember 2024   21:42 Diperbarui: 15 Desember 2024   21:42 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukah kamu, perubahan iklim nggak cuma bikin cuaca panas atau hujan terus-terusan, tapi juga bisa bikin makhluk hidup menghilang? Ini serius.

Sejak SD, aku tahu Indonesia itu punya dua musim: kemarau dan penghujan. Tapi makin dewasa, aku sadar kalau jadwal musim itu mulai nggak jelas. Hujan di bulan Juni? Itu bukan cuma sajak Sapardi, aku beneran kehujanan bulan itu, bahkan sampai Mei. Cuaca panas? Oktober lalu, aku pakai dua kipas angin yang malah kayak 'napas naga.' Perubahan cuaca ini nggak cuma bikin gerah, tapi juga memengaruhi hal yang lebih serius selain bencana alam: hilangnya keanekaragaman hayati.

Kita pasti sudah belajar kalau dari Sabang sampai Merauke, keanekaragaman hayati di Indonesia sungguh kaya. Sebagai informasi, jumlah floranya sebanyak 25.000 spesies alias 10% dari total dunia dan jumlah faunanya Sekitar 17% spesies burung, 12% mamalia, 16% reptil, dan 35% spesies ikan dunia ada di Indonesia. Kok bisa? Itu karena posisi negara kita yang dilewati garis khatulistiwa sehingga kita masuk ke negara beriklim tropis. Karena iklim inilah, begitu banyak ekosistem yang ada di Indonesia, seperti hutan hujan tropis, savana, hutan mangrove, hingga terumbu karang. Selain itu Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, makanya banyak hewan endemik khas Indonesia, di antaranya komodo, orangutan, badak cula satu, dan burung cenderawasih. Cuma, coba bayangin, deh, kalo semua yang indah dan unik di Indonesia itu hilang selain karena keserakahan manusia dalam memburu mereka, juga karena perubahan iklim.

Jadi, memangnya sebesar apa, sih, perubahan iklim terhadap jumlah keanekaragaman hayati?

Dampak Perubahan Iklim terhadap Keanekaragaman Hayati

Cuaca yang makin nggak bisa diprediksi ini ternyata nggak cuma berdampak pada keseharian kita, tapi juga berdampak sama makhluk hidup lain. Bayangkan saja seperti kita yang nggak sanggup di tempat terlalu panas sekaligus tempat yang terlalu banyak air, rasanya seperti mau pingsan atau mati saja, kan? Tumbuhan dan hewan juga bisa begitu. Mereka juga bisa mengalami stres lingkungan. Contohnya seperti padi, jagung, dan gandum, kenaikan suhu memengaruhi proses pembungaan dan tentu itu membuat tanaman-tanaman tersebut sulit bereproduksi. Perubahan cuaca mengubah perilaku hewan, seperti migrasi ikan di lautan dan burung di udara. Dampak ini memang masih belum terlalu terasa, tapi kalau dibiarkan terus-menerus, makhluk hidup juga bisa mengalami kepunahan.

Solusi Mengatasi Penurunan Keanekaragaman Hayati

Jadi apa yang harus kita lakukan? Tentu peneliti sudah menyadari dampak tersembunyi dari perubahan iklim ini. Entah dimulai dengan membuat cagar alam maupun suaka margasatwa. Memang kita cukup tahu hewan-hewan yang terancam punah di Indonesia, tapi bagaimana dengan tumbuhannya? Tidak banyak yang tahu tentang tumbuhan yang terancam punah di Indonesia selain Rafflesia arnoldii dan bunga bangkai.

Supaya tidak berat sebelah, kita juga harus ikut melestarikan keanekaragaman hayati di bidang flora. Salah satu cara yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan keberlangsungan tumbuhan yang langka ialah dengan mengembangkan bioprospeksi tumbuhan. Metode ini intinya mencari kandungan alami dalam tumbuhan, entah gen, senyawa, atau zat lain, untuk tujuan komersial atau ilmiah. Aku pernah membaca opini dari Intani Quarta Lailaty dalam situs KEHATI kalau bioprospeksi tumbuhan dapat meningkatkan ketahanan hidup dalam lingkungan ekstrem dengan menyeleksi varietas yang unggul dalam lingkungan ekstrem. Castanopsis jadi salah satu tanaman yang menjadi objek bioprospeksi tumbuhan. Tanaman ini dikenal memiliki banyak kandungan zat kimia yang baik di hampir setiap bagian tumbuhannya, namun sayang status Castanopsis argentea dan C. tungurrut sudah masuk terancam punah menurut IUCN Red List. Makanya para peneliti berusaha melestarikan Castanopsis lain dengan teknologi bioprospeksi tanaman.

Tidak hanya melalui bioprospeksi tumbuhan, rekayasa genetika juga dapat membantu melangsungkan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati bukan hanya soal jumlah spesies yang kita punya, tapi juga variasi genetik dalam tiap spesies. Variasi genetik ini menjadi kekuatan makhluk hidup untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Bayangkan, gen-gen ini layaknya potongan puzzle yang menyusun ketahanan suatu spesies terhadap ancaman seperti suhu ekstrem, penyakit, atau kelangkaan air. Mkahluk hidup yang telah mengalami rekayasa genetik dikenal dengan sebutan GMO. Berdasarkan apa yang aku pelajari saat kuliah dulu, GMO atau genetically modified organisms (diterjemahkan sebagai organisme termodifikasi secara genetika) adalah organisme yang telah direkayasa materi genetiknya. Bagi kalian yang menyukai atau pernah menonton film science fiction, pasti sudah sering melihat adegan seseorang atau makhluk hidup yang disisipkan gen tertentu dan akhirnya bisa bermutasi. Meskipun yang ada di film atau karya fiksi terkesan lebay, tapi pada dasarnya prinsipnya sama: menambahkan, mengubah, atau mengurangi materi genetik sehingga terjadi mutasi yang menghasilkan sifat tertentu yang diinginkan.

Pada awalnya, manusia sudah melakukan seleksi genetik tanaman melalui pembiakan tanaman dengan seleksi dan kawin silang. Tapi masalahnya, jumlah tanaman yang diharapkan sifat unggulnya oleh manusia lebih sedikit dibandingkan yang gagal, sehingga para peneliti mencari cara yang lebih pasti untuk menghasilkan tanaman dengan gen yang superior.

Berdasarkan apa yang aku pelajari saat kuliah dulu, ada bakteri "spesial" yang bisa menyuntikkan gen ke tanaman yang menghebohkan dunia penelitian sekaligus pertanian. Peneliti memanfaatkan mekanisme ini buat bikin tanaman lebih tahan cuaca ekstrem atau hama. Dengan adanya penemuan ini, diharapkan tanaman yang dihasilkan bisa memiliki sifat yang tetap dan stabil.

Pro dan Kontra dalam Rekayasa Genetika pada Tumbuhan

Kelihatannya apa yang dijabarkan baik adanya, tapi kenyataannya rekayasa genetika dan bioprospeksi tanaman masih banyak menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro, kedua hal ini memiliki keuntungan yang begitu besar di segala aspek, baik itu dari segi waktu, ekonomi, nutrisi, sosial, tempat, dan keanekaragaman hayati. Dari segi waktu, kita bisa mempercepat tanaman yang awalnya mungkin membutuhkan 6 tahun untuk tumbuh dengan maksimal, bisa disingkat menjadi 4-5 tahun. Dari segi ekonomi, jelas lebih menguntungkan karena bisa meningkatkan produksi. Nggak hanya itu, nggak perlu juga capek-capek menyilangkan tanaman yang hasilnya belum tentu jelas menguntungkan kita. Kita juga bisa mengurangi penggunaan pestisida kimia yang jelas-jelas memberikan dampak berbahaya bagi manusia maupun lingkungan. Dari segi sosial, tanaman hasil rekayasa genetik dapat mengurangi kelaparan sekaligus membuka lapangan kerja bagi orang-orang muda sehingga bisa menjadi petani yang lebih modern. Selain itu, rekayasa genetika juga dapat mengurangi lahan untuk penanaman. Dari hal keanekaragaman hayati, bisa dilakukan teknik kloning untuk memperbanyak tanaman dalam waktu singkat. Mungkin juga rekayasa genetika dapat "menghidupkan" kembali spesies yang sudah punah.

Namun di satu sisi, masih banyak peneliti dan awam yang kontra dengan rekayasa genetika ini. Ada yang takut dengan resiko kesehatan, apalagi ada penelitian yang mengatakan jika produk rekayasa genetika bisa menimbulkan kanker, meskipun pada akhirnya tidak terbukti dengan jelas. Dan yang paling jelas terlihat adalah keberadaan tanaman hasil rekayasa genetika dapat mengancam kelangsungan keanekaragaman hayati, karena sifat manusia yang cenderung memelihara sesuatu yang menguntungkan untuknya dan menghancurkan sesuatu yang dirasa mengganggu atau tidak ada manfaatnya. Percaya atau tidak percaya, rekayasa genetika dalam tanaman memang menyejahterakan manusia, tapi sekaligus membunuh makhluk hidup lain sehingga kepunahan spesies semakin tinggi. Atau kalau misalkan manusia memakai teknologi seperti kloning atau berusaha "menghidupkan" kembali spesies yang telah punah, jelas ini melanggar etika dan moral karena melawan kehendak Yang Mahakuasa.

Kalau aku pribadi, sih, setuju dengan keberadaan rekayasa genetika untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia, tapi kita sebagai manusia juga harus melestarikan makhluk hidup lain dan membiarkan 'begitu adanya, tanpa diubah menjadi apa-apa' supaya keberadaan mereka tetap bisa dilihat anak cucu kita nanti.

Tapi kalo menurutmu gimana, setuju nggak dengan keberadaan rekayasa genetika terhadap pembudidayaan tumbuhan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun