Mohon tunggu...
Chrisanctus Sadrack
Chrisanctus Sadrack Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

hidup ini bukan saja untuk dinikmati tetapi perlu untuk selalu direfleksikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pengaruh Masalah Globalisasi terhadap Keberlanjutan Eksistensi Manusia

7 Desember 2019   22:40 Diperbarui: 7 Desember 2019   22:42 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Chrisanctus Sadrack

Semester V/Ilmu Filsafat

Sekolah Tinggi Filsafat, Seminari Pineleng.

Pendahuluan

          Berbicara tentang lingkungan hidup pasti ada kaitannya dengan apa-apa saja yang tinggal di dalamnya. Atau dengan kata lain alam dan lingkungannya menjadi tempat di mana semua makhluk hidup dan tinggal. Semua Makhluk hidup yang tinggal itu adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan lain sebagainya yang berpastisipasi di dalamnya, dan kemudian membentuk satu kesatuan yang saling membutuhkan. Keterkaitan antar sesama makhluk hidup akhirnya harus terarah pada suatu keharmonisan lingkungan, atau dalam istilah ilmu biologi disebut "interaksi simbiosis mutualisme" antar sesama makhluk hidup. Adapun tujuan yang akan tercapai jika keharmonisan ini terjaga terus-menerus, yakni terciptanya keberlanjutan hidup setiap makhluk.

          Tetapi bagaimana jika kerharmonisan itu tidak terjaga dan akhirnya menimbulkan dampak yang berkelanjutan bagi eksistensi setiap makhluk hidup. Hal ini tentunya menimbulkan masalah lingkungan hidup. Dengan demikian untuk memahami permasalahan ini perlulah keterkaitan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Karena manusia pun merupakan makhluk yang berpartisipasi di dalamnya. Maka, dalam karya tulis ilmuah ini penulis akan menjelaskan tentang pembahasan yang berkaitan dengan pengaruh permasalahan lingkungan hidup dalam keberlanjutan eksistensi manusia.        

a. Lingkungan Hidup

          Lingkungan hidup merupakan suatu pemahaman dari suatu kerangka berpikir yang menunjuk pada tempat tinggal atau rumah tinggal dari makhluk hidup yang ada di dalamnya. Pemahaman lingkungan hidup tidak hanya dikaitkan dengan tempat tinggal atau rumah tinggal saja, melainnkan sebagai keseluruhan alam semesta dan interaksi yang saling berpengaruh yang saling saling terjalin di dalamnya di antara makhluk hidup yang lainnya dan dengan keseluruhan ekosistem.[1] Berkaitan dengan itu, linkungan hidup dalam arti yang lebih sempit, karena berbicara tentang apa-apa saja yang ada di dalamnya terutama makhluk hidup maka dapat dipahami sebagai perawatan akan keseimbangan ekosistem. Berbicara tentang perawatan lingkungan berarti ada juga gejala-gejala yang akan muncul berkaitan dengan permasalahan lingkungan hidup itu sendiri, terutama komunitas hidup yang tinggal di dalamnya. Dengan demikian, lingkungan hidup dalam arti yang lebih luas akan berkaitan dengan permasalahan lingkungan yang terjadi.    

 

b. Latar Belakang Ketidakseimbangan Ekosistem

          Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa ketidakseimbangan ekosistem akan berpengaruh pada setiap makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Manusia dalam hal ini termasuk di dalamnya. Maka dapat dikatakan juga bahwa manusia dapat menjadi korban, tetapi bisa menjadi pelaku utama yang mengakibatkan ketidaksimbangan ekosistem atau memunculkan permasalahan lingkungan hidup.

          Berkaitan dengan perbuatan manusia yang demikian, maka pemahaman ini dapat merujuk pada suatu gagasan yang menjelaskan manusia sebagai pusat alam semesta. Gagasan itu disebut antroposentrisme. Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.[2] Dalam paham ini manusia diartikan sebagai yang paling utama dari seluruh alam semesta. Teori ini juga mau menegaskan bahwa hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Jadi, nilai yang tertinggi adalah manusia dan kepentingannya; sedangkan alam hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan dan kepentingan manusia, sehingga alam tidak mempunyai nilai pada dirinya.[3] Dengan demikian teori ini menunjukkan suatu sikap egoitis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia.[4] Padahal dengan mengutamakan sikap ini, dengan sendirinya eksistensi manusia pun perlahan-lahan akan musnah. Alasannya karena ketidakseimbangan ekosistem yang terjadi, sehingga itupun berpengaruh pada keberlansungan hidup manusia itu sendiri. Selain latar belakang teori antroposentrisme, terdapat pula latar belakang lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan yaitu berkaitan dengan mulai hilangnya kesadaran manusia dalam merawat alam ciptaan.

          Adapun permasalahan lingkungan hidup yang terjadi berkaitan dengan ketidakseimbangan ekositem ini yang sering nampak dalam realitas sekarang ini, yakni polusi dan perubahan iklim yang tidak baik. Seperti dikatakan dalam buku Laudato Si yang ditulis oleh Paus Fransiskus bahwa "perubahan iklim merupakan masalah global dengan dampak yang buruk untuk lingkungan, masyarakat, ekonomi, perdagangan dan politik".[5]  

 

c. Dampak-Dampak yang Terjadi Berkaitan Dengan Eksistensi Manusia

          Berkaitan dengan permasalahan lingkungan yang terjadi dari fakta-fakta empiris yang ada di lapangan akhirnya menimbulkan dampak globalisasi yang berkelanjutan berkaitan dengan eksistensi manusia.[6] Dampak-dampak itu mengakibatkan kerusakan ekosistem yang berpengaruh bagi kehidupan manusia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dampak-dampak itu terjadi akibat polusi dan perubahan iklim ke arah yang tidak baik. Contoh konkritnya adalah berkaitan dengan pencemaran lingkungan yang dialami orang setiap hari, seperti: Polusi udara yang mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, terutama bagi masyarakat miskin, menyebabkan jutaan kematian dini. Adapun akibat dari pemanasan global atau pemanasan bumi yang berefek pada siklus karbon. Itu menciptakan lingkaran setan yang semakin memperburuk situasi, karena akan berdampak pada ketersediaan sumber daya penting seperti air minum, energi dan hasil pertanian di daerah yang lebih panas, dan akan menyebabkan kepunahan sebagian dari keanekaragaman hayati di bumi.[7]      

 

d. Peran Ekologi Dalam Mengatur Keseimbangan Ekosistem

          Dalam mengatasi masalah lingkungan hidup yang terjadi berkaitan dengan ketidakseimbangan ekosistem, maka muncullah upaya-upaya untuk membangun kesadaran perawatan lingkungan yang baik supaya tercipta suatu keharmonisan dalam tatanan kehidupan. Upaya-upaya itu dilihat dari gagasan yang dicantumkan berkaitan dengan pembangunan kembali alam dan lingkungan yang harmonis, yaitu biosentrisme. Gagasan ini bermaksud memusatkan lingkungan pada kehidupan yang menyeluruh. Gagasan ini akhirnya memunculkan suatu pemahaman baru, yang diistilahkan sebagai deep ecology. Cara pandang ini hendak menunjukkan semangat cinta akan alam dan lingkungan, karena merupakan bagian di dalamnya. Atau dengan kata lain, manusia merupakan bagian integral dari alam dan bukan merupakan bagian yang terpisahkan darinya.[8] Dari cara pandang ini, akhirnya menggagas suatu ilmu yang berbicara tentang lingkungan hidup yang disebut sebagai ekologi. 

          Ekologi akhirnya berperan penting dalam menunjukkan suatu kerangka berpikir baru bagi manusia dalam rangka mempertahankan keberlanjutan hidup manusia dalam alam semesta ini. Tentunya dengan mengutamakan prinsip keharmonisan alam, seperti yang ditekankan dalam teori biosentrisme bahwa manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam.[9] Dan tentunya dengan melihat sedikit dari segi etika antroposentrisme yang melihat perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan hidup. Maksudnya, karena kepentingan manusia bergantung dari kelestarian alam, manusia diimbau, bahkan terdorong, untuk bertindak secara arif menjaga dan melestarikan lingkungan.[10]

 

Penutup

          Dengan demikian telah dilihat pembahasan mengenai pengaruh masalah lingkungan hidup global dalam keberlanjutan eksistensi manusia. Pada intinya untuk menjaga keberlanjutan hidup manusia itu sendiri, haruslah kembali pada kesadaran cara berpikirnya dalam menanggapi panggilan sebagai makhluk yang tinggal di dalam satu tatanan hidup yang saling membutuhkan dan memiliki ketergantungan satu dengan yang lain. maksudnya bahwa manusia hidup dalam keinteraksian dengan makhluk ciptaan lainnya. Alam dan lingkungan telah memberi hasilnya, dan manusia tinggal menjaga hasil itu dan mempertahankannya supaya terhagalah keseimbangan ekosistem yang bukan hanya menyelamatkan keberlangsungan hidup manusia tetapi juga hidup seluruh makhluk yang berpartisipasi di dalam alam ini.   

 

 Daftar Pustaka

Marfai, Muh Aris. Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal. Cet. Ke-2. Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2013.

Hastuti, Retno. Lingkungan Hidup dan Upaya Pelestariannya. Klaten: Saka Mitra kompetensi, 2015.

Keraf, Sonny A. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Buku Kompas, 2010.

Fransiskus, Paus. Laudato Si. Tentang Perawatan Rumah Kita Bersama. Ensiklik. Diterjemahkan oleh Marthin Harun. Jakarta: Obor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun