Baru-baru ini ramai lagi istilah manipulasi emosional. Namun, kali ini yang saya bahas adalah manipulasi emosional di tempat kerja.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa manipulasi emosional termasuk ke dalam kekerasan psikis. Oleh karena itu, seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan apalagi dinormalisasi.
Saya menemukan beberapa trik manipulasi emosional yang umumnya sering digunakan di dunia kerja, terutama atasan yang ingin mengontrol bawahan agar mengikuti kemauannya sesuai yang dia minta. Biasanya agar mendorong bawahan bekerja terlalu keras atau sempurna dan maksimal, sehingga juga berdampak keuntungan bagi kinerja atasan yang dinilai baik.
Berikut dua teknik manipulasi umum yang saya temui di tempat kerja manapun tersebut, sekaligus menjadi tanda apakah kamu termasuk mengalaminya.
Guilt Tripping
Kamu adalah korban manipulasi emosional di tempat kerja jika atasan atau rekanmu sengaja menggugah rasa bersalah dalam dirimu dan menggunakannya untuk memunculkan rasa tanggung jawab mu dan berlanjut rasa ingin membuktikan diri bahwa kamu perkerja yang terbaik. Hal ini membuat kamu secara bawah sadar akan mendorong dirimu bekerja terlalu keras, supaya mendapat atensi berupa pujian dan pengakuan dari pelaku.
Misalnya, dalam suatu hasil atau kinerja pekerjaan yang tidak maksimal malah kamu dikondisikan dalam obrolan sebagai yang paling banyak bertanggung jawab atas pekerjaan tim tersebut. Alih-alih membuat perbaikan bersama tim, kamu malah ditekan sebagai bentuk dikendalikan melalui rasa bersalah tersebut agar kamu bekerja maksimal.
Dengan rasa tanggung jawabmu, maka kamu pada akhirnya tergerak melakukan perbaikan pekerjaan tersebut semaksimal mungkin untuk mengurangi beban rasa bersalah yang sudah mereka tanamkan pada dirimu tadi, dan mengurangi rasa malumu.
Tentulah ini jahat sekali. Selain psikis yang tertekan, maka kamu bisa saja sakit.
Triangulation
Kamu adalah korban manipulasi emosional di tempat kerja jika kamu dibandingkan dengan orang-orang lain yang bisa jadi seniormu atau rekan kerja mu sendiri, baik sikap maupun cara bekerja yang biasanya mengharuskan multitasking. Misalnya, "ituloh si Rina bisa mengerjakan semuanya kok, nggak ngeluh nggak kayak kamu" sehingga itu memacu kamu lagi-lagi terlalu bekerja keras dalam pekerjaan untuk melakukan pembuktian diri.
Yang saya amati, pada atasan hal ini hanyalah ucapan kosong belaka dari ketidak berdayaan dirinya yang sebenarnya jauh lebih tidak mengerti cara pekerjaan-pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, dengan ketegaan dalam dirinya, dia memainkan emosi dan psikismu dengan meletakkan orang lain sebagai perbandingan agar kamu bekerja keras untuk sama bahkan melebihi pembanding, dan lebih jauh manipulator mengambil keuntungan ataupun sekedar egonya terpuaskan. Jahat sekali bukan?
Bagi orang normal yang berfikir, bukankah pada korban yang tidak bijak, ini juga bisa memunculkan ketegangan, permusuhan dan persaingan yang tidak sehat diantara sesama rekan di tempat kerja ya? Justru inilah yang diharapkan si Manipulator.
Si Manipulator memang sengaja membuat ketidak kondusifan dari teknik manipulasi triangulation ini agar dia menjadi pusat mediator, yang mampu menengahi ketegangan tersebut. Ini sebagai upaya manipulator dapat mengendalikan keadaan.
Sedangkan pada rekan setingkat, teknik manipulasi ini digunakan karena timbul dari rasa iri hati dan rasa membenci diri mereka sendiri yang disadari maupun tidak disadari mereka, sehingga mengganggu ketenanganmu, membuatmu tidak enjoy dan rileks dalam bekerja.
Triangulasi ini mereka lakukan dengan harapan agar kamu rendah diri sama seperti mereka. Padahal dengan mengomentari remeh pekerjaanmu alih-alih dibandingkan harusnya dengan diri mereka sendiri, semua itu tidak akan mengubah fakta bahwa mereka itu tidak paham dan tidak bisa mengerjakan apa yang kamu kerjakan. Kecenderungan untuk konyol sangat kuat pada diri pelaku.
Cara Mengatasinya
Perlu diketahui bahwa manipulator itu paham betul apa yang dilakukannya, dan membuat drama kekacauan-kekacauan tersebut memanglah tujuan mereka. Mereka pun telah memikirkan dampak negatif sedari awal melakukannya.
Berani membangun batasan-batasan diri atau boundaries dari orang-orang yang tidak sehat mental tersebut. Kamu bukanlah psikolog yang bisa mengatasi drama kekacauan-kekacauan yang mereka perbuat. Seperti bunyi salawat asyghil, biarkanlah mereka sibuk dengan sesama zalim/manipulator, agar kamu pun sibuk dengan sesamamu orang-orang hebat dan sehat.
Perbanyak me time berkualitas dan menikmati hidup, masih banyak kok lingkungan sehat dan positif, bergabunglah dengan mereka.
Bekerjalah terbaik, ambil gajimu dan bersenang-senanglah.
Oh ya, sebagai seorang yang pernah bertemu, berkumpul, dan diskusi dengan orang dewasa yang memang baik hati, paham pekerjaan karena memang mengerjakan / berpengalamanlah yang membuatnya cerdas, tentu kualitas individu si manipulator jauh sekali buruknya, sehingga orang-orang sehat ini tidak memerlukan taktik manipulasi recehan dan tidak gentle seperti ini.
Mereka cenderung terbuka, baik obrolan maupun bersaing sehat. Namun, ciri utamanya sudah pasti rasa sangat bertanggung jawab dan akuntabilitas. Sungguh menyenangkan.
Tetaplah bekerja otentik, berpegang teguh kepada ajaran Allah dan pada suri tauladan Nabi Muhammad SAW agar menuntun jalan kita pada kebaikan-kebaikan yang lain dan indah di depan mata.
Tidak boleh mengikuti iblis sang best manipulator ya Kompasianers.
Hamasah lillah rekan-rekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H