Mohon tunggu...
M Chozin Amirullah
M Chozin Amirullah Mohon Tunggu... Relawan - Blogger partikelir

Antusias pada perubahan sosial, aktif dalam gerakan mewujudkannya. Menghargai budaya sebagai bunga terindah peradaban. Memandang politik bukan sebagai tujuan namun jalan mewujudkan keadilan sosial. Tak rutin menulis namun menjadikannya sebagai olah spiritual dan katarsis. Selalu terpesona dengan keindahan yang berasal dari dalam. Ketua Gerakan Turuntangan, Mengajak anak muda jangan hanya urun angan tetapi lebih baik turun tangan. Kenal lebih lanjut di instagram: chozin.id | facebook: fb.com/chozin.id | twitter: chozin_id | Web: www.chozin.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Kemerdekaan bagi Kaum Muda

17 Agustus 2022   06:00 Diperbarui: 17 Agustus 2022   06:10 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia memang punya Sukarno dan Mohamad Hatta yang membacakan teks Proklamasi 17 Agustus 1945. Tetapi Indonesia mungkin belum pernah merdeka jika tidak ada anak-anak muda seperti Sukarni, Chairul Saleh, Yusuf Kunto, dan lainnya yang 'memaksa' Sang Dwitunggal Proklamator mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. 

Dalam keserbaraguan para orang tua, anak-anak muda itu ambil inisiatif mendobrak-menciptakan momentum. Mereka 'menculik' Sukarno dan Hatta ke sebuah rumah milik Djiauw Kie Siong di kawasan Rengasdengklok Karawang, Jawa Barat.

Mungkin terlalu kasar untuk disebut dengan istilah menculik, tepatnya adalah mereka mengisolasi Sukarno-Hatta dari anasir-anasir eksternal yang akan mempengaruhi keputusan yang musti diambil dalam waktu yang sangat pendek itu. 

Sebelumnya, golongan tua memang menolak untuk segera mengumumkan proklamasi Kemerdekaan itu karena merasa harus mendiskusikannya dengan berbagai kalangan terlebih dahulu, dalam hal ini dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).  Mata hati mereka tajam, mereka melihat jeda peristiwa menyerahnya Jepang sebagai momentum untuk mengumumkan Kemerdekaan.

Pembacaan teks Proklamasi adalah sebuah momentum, atas akumulasi perjuangan Panjang ratusan tahun bangsa Indonesia memerdekakan diri dari kolonialisme. Peristiwanya mungkin hanya beberapa jam, tetapi perjalanan menuju peristiwa itu sangat panjang dan melelahkan. Tak hanya fikiran, tenaga, dan harta dikorbankan. Tetapi bahkan jiwa, raga, dan darah ditumpahkan demi menuju momentum itu. Sejarah kemerdekaan adalah sejarah kaum muda yang mau turun tangan membebaskan bangsanya dari penjajahan.

Indonesia memang berumur 77 tahun, tetapi itu kalau dihitung dari momentum pembacaan text proklamasi. Kita tak boleh lupa mencatat bahwa sejarah panjang mewujudkan Indonesia yang penuh pengorbanan. 

Momentum pembacaan proklamasi itu akan menjadi momentum yang  keropos jika para founding fathers kita tidak mempersiapkan segala hal yang musti dikonsolidasikan pasca pengumuman. 

Lihatlah, betapa UUD kita telah dipersiapkan dengan marathon oleh sebuah komite yang beranggotakan 60 tokoh yang terdiri dari berbagai latar belakang. Komite itu Bernama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia). 

Indonesia adalah sebuah negara kolosal yang proses pembuatan konstitusinya dibidani oleh kaum intelektual lintas lintas agama, lintas etnisitas, lintas profesi, dan lintas generasi.

Membaca sejarah kemerdekaan Indonesia adalah membaca sejarah kaum muda Indonesia. Jauh sebelum deklarasi kemerdekaan, gerakan-gerakan revolusi rata-rata diinisiasi oleh para pemuda. 

Muncul Budi Oetomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, hingga puncaknya Proklamasi 17 Agustus 1945. Apa yang sekarang kita sebut sebagai pahlawan, pada hakikatnya adalah para Relawan. 

Mereka tak pernah menyebut dirinya sebagai pahlawan. Mereka menyebut dirinya pejuang, relawan yang memperjuangkan kemeredekaan Indonesia. Kitalah yang kemudian memberinya gelar sebagai Pahlawan. Pahlawan hakikatnya berasal Relawan. Relawan adalah pejuang.

Pun pasca kemerdekaan, momentum-momentum perubahan juga selalu dipelopori kaum muda. Sebut saja perubahan kepemimpinan dari Orde Lama ke Orde Baru, peristiwa tumbangnya Orde Baru digantikan Orde Reformasi 1998, semuanya dimotori oleh kaum muda. 

Indonesia patut bersyukur karena selalu dikarunia generasi muda pada tiap zamannya. Anak muda memang miskin pengalaman, tetapi dengannya justru memiliki keberanian.

Di usianya yang ke-77 mari kita refleksi kembali momentum kemerdekaan Indonesia. Indonesia merdeka bukan sekedar mau membebaskan diri dari belenggu kolonialisme. 

Indonesia merdeka karena memiliki cita-cita, yaitu: melindungi segenap jiwa dan rakyat Indonesia, mensejahterakan dan mendidik anak-anak bangsa, dan ikut terlibat dalam menciptakan perdamaian dunia. Di Pundak kaum muda, cita-cita kemerdekaan ini musti diemban dan diperjuangkan. Pejuang bukan? HADAPI!

Jakarta, 17 Agustus 2022

M Chozin Amirullah, Ketua Gerakan Turuntangan

Merdeka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun