Mohon tunggu...
M Chozin Amirullah
M Chozin Amirullah Mohon Tunggu... Relawan - Blogger partikelir

Antusias pada perubahan sosial, aktif dalam gerakan mewujudkannya. Menghargai budaya sebagai bunga terindah peradaban. Memandang politik bukan sebagai tujuan namun jalan mewujudkan keadilan sosial. Tak rutin menulis namun menjadikannya sebagai olah spiritual dan katarsis. Selalu terpesona dengan keindahan yang berasal dari dalam. Ketua Gerakan Turuntangan, Mengajak anak muda jangan hanya urun angan tetapi lebih baik turun tangan. Kenal lebih lanjut di instagram: chozin.id | facebook: fb.com/chozin.id | twitter: chozin_id | Web: www.chozin.id

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Sarmono, Potret Autentik Kesetaraan bagi Disabilitas

4 Desember 2021   19:58 Diperbarui: 6 Desember 2021   08:00 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal keterampilan merakit dan membuat barang elektronik, bahkan ia sudah masyhur sekecamatan, hingga banyak orang dari desa lain memesan perangkat pesawat intercom kepadanya. 

Bahkan bukan hanya intercom, saat marak stasiun radio komunitas, Sarmono mendapat pesanan membuat perangkat pemancar radio FM dari berbagai komunitas. 

Rumahnya, waktu itu, tak lain juga menjadi stasiun radio FM partikelir yang pendengarnya bisa mencapai radius 5 km. Tentu saja, dari pesanan-pesanan itu artinya ada cuan masuk ke kantongnya.

Pertanyaannya, dalam kondisi disabilitas fungsi penglihatannya, apa yang membuat dia bisa memiliki kemampuan dan bahkan melampaui teman-teman sebayanya? 

Jawabannya barangkali, karena dia memiliki kepercayaan diri yang setara, bahkan terkadang lebih, dengan sesama teman lainnya. Kepercayaan diri itulah yang membuatnya selalu positif dan optimis menatap masa depan. 

Lalu, kira-kira apa yang membuatnya demikian, padahal orang tua maupun dirinya tak pernah mendapatkan pendidikan di sekolah? 

Saya pun merenung dan menyimpulkan, semua itu terbentuk sejak dalam pergaulan dan lingkungannya sejak kecil. Saya masih ingat, kala kecil memang kami teman-teman sepermainannya, tak pernah memperlakukannya berbeda. 

Meskipun ia buta, kami tak memperlakukannya secara khusus sebagai orang buta. Alih-alih mengolok, mengasihani pun tidak pernah. Kami memperlakukannya secara setara. 

Kami ajak main ke sawah, memancing, bersepeda, bermain petak umpat dan sebagainya. Sore hari saat menonton film seri Saur Sepuh di TVRI pun ia kami ajak. 

Tak bisa menonton, tetapi dia bisa mengikuti ceritanya dengan mendengarkan, hingga kami bisa saling tukar cerita mengenai tokoh-tokoh dalam film tersebut. Saat remaja, kami menonton pertunjukan dangdut di kampung sebelah, ia pun selalu kami ajak. Kadang jalan kaki, kadang kami bonceng naik sepeda.

Dari seorang sahabat bernama Sarmono, saya terinspirasi untuk terus belajar memahami. Kita tentu ingin diperlakukan setara, tak terkecuali mereka yang tergolong disabilitas. Tak perlu diperlakukan istimewa, tak usah juga dipaksa-paksa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun