Mohon tunggu...
M Chozin Amirullah
M Chozin Amirullah Mohon Tunggu... Relawan - Blogger partikelir

Antusias pada perubahan sosial, aktif dalam gerakan mewujudkannya. Menghargai budaya sebagai bunga terindah peradaban. Memandang politik bukan sebagai tujuan namun jalan mewujudkan keadilan sosial. Tak rutin menulis namun menjadikannya sebagai olah spiritual dan katarsis. Selalu terpesona dengan keindahan yang berasal dari dalam. Ketua Gerakan Turuntangan, Mengajak anak muda jangan hanya urun angan tetapi lebih bauk turun tangan. Kenal lebih lanjut di instagram: chozin.id | facebook: fb.com/chozin.id | twitter: chozin_id | Web: www.chozin.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"In Memoriam" Ridwan Baswedan

31 Mei 2017   15:54 Diperbarui: 31 Mei 2017   22:18 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Kami bertiga, bersama Nenek di ruang tamu rumahnya. Di hari Kartini, sore itu kami khusus datang ke rumah Nenek utk foto bersama. Berdiri di kiri Ridwan (smp), Abdillah (sd) di tengah dan sy (sma) berdiri sisi kanan," tulis akun @aniesbaswedan. (https://today.line.me)

Masih terpatri dengan kuat dalam ingatanku, kecakapannya saat memimpin pergerakan mahasiswa menjelang tahun 1998 di Yogyakarta. Rangkaian rapat-rapat antar organisasi kampus mempersiapkan demonstrasi, sosoknyalah yang paling kuingat. Sosok itu mudah kuingat bukan hanya karena jabatannya sebagai ketua Dewan Mahasiswa UII, tetapi juga cakap dalam penguasaan forum. Tak berapi-api, tak terlalu banyak kata-kata dan tak perlu sedikit-sedikit menyela, tetapi saat bicara terlihat yang lain hening menyimak. Itu tandanya dia memang punya karisma. 

Sosok itu adalah Ridwan Baswedan, yang baru saja meninggalkan kita untuk selamanya pada malam hari pertama Ramadhan lalu. Mas Iwan, biasa dipanggil, waktu reformasi adalah salah satu figur sentral gerakan mahasiswa menentang rezim Orde Baru. Di HMI, nama itu sepantaran dengan tokoh-tokoh intrakampus kader HMI seperti Ridaya Laode Ngkowe (Ketua Senat UGM), Heni Yulianto (Ketua BEM UGM), Ardi Majo Endah (UII), Idrus Syarifuddin (UIN Suka), Lely Khair Nur (UIN Suka), Yana Aditya (UMY) dan nama-nama besar lainnya yang tak mungkin disebut satu per satu. Nama-nama itu adalah referensi bagi kita-kita yang waktu itu masih sebagai mahasiswa baru.

Pasca Reformasi, saya masih melanjutkan kuliah di UGM, Mas Iwan sesuai angkatannya, sudah menyelesaikan kuliah terlebih dahulu. Tak banyak kabar saya dengar mengenai Mas Iwan selain bahwa beliau melanjutkan kuliah ke Belanda kemudian pulang ke Indonesia berkecimpung di bisnis. Demikian pula saat saya selesai kuliah dan kemudian tinggal di Jakarta, tak sering berinteraksi lagi dengan beliau. 

Perjumpaan intens kemudian terjadi mulai tahun 2013 saat Anies Baswedan, yang tiada lain adalah kakak kandungnya langsung, 'berlaga' di arena Konvensi Partai Demokrat. Saya kebetulan ikut mengelola relawan turun tangan yang waktu itu full support Mas Anies. Kami mengorganisasi relawan yang jumlahnya tak kurang dari 50 ribu itu. Mas Iwan sering membantu kami. Beliau biasanya hadir saat debat kandidat yang dilangsungkan di beberapa kota. Konvensi telah memberikan pengalaman politik yang tidak sedikit bagi kami.

Saya masih ingat, Mas Iwan biasanya membantu pengorganisasian relawan bersama saya. Pernah ada suatu kejadian menarik, kira-kira 3 tahun yang lalu, waktu itu final debat kandidat di Hotel Sahid, Jakarta (27 April 2014). Dikarenakan ketatnya pengamanan, saya kesulitan untuk memasukkan relawan yang akan masuk menjadi supporter debat. Semua pintu sudah diblok oleh tim pengamanan yang berseragam. Padahal, biasanya saya punya trik-trik tertentu untuk memasukkan relawan ke dalam ruangan, tetapi kali ini semua trik sudah mentok, saya sudah tak mampu menembus. 

Beruntunglah waktu itu ada Mas Iwan. Saya minta bantuan beliau untuk ‘menggertak’ balik petugas keamanan. Makanya saya bilang, memang Mas Iwan itu punya karisma khusus sejak masih mahasiswa dulu. Akhirnya Mas Iwan yang menghadapi tim keamanan tersebut. Beliau sendiri juga yang akhirnya berdiri menahan daun pintu agar tetap terbuka hingga relawan bisa semuanya masuk ke ruangan. 

Pasca Konvensi, kami mendapat amanah bergabung dalam tim kampanye Presiden Jokowi. Mas Iwan masih sekali-sekali membantu kami, meski tidak seintensif sebelumnya. Kesibukan bisnisnya mungkin menyita banyak waktunya. Pun saat Mas Anies menjabat menteri pendidikan dan kebudayaan, saya sebagai staf khusus Menteri, jarang sekali melihat Mas Iwan bertandang ke kantor Kementerian. 

Jumlah kunjungannya bisa dihitung dengan jari. Padahal, di kementerian lain beberapa kali saya dengan cerita, adik seorang menteri biasanya sering ‘main’ di Kementerian. Tetapi hal ini tidak dilakukannya. Ini yang saya rasakan ciri khas keluarga Baswedan, berusaha selalu menjaga integritas dan tidak saling 'ngribeti' ketika ada saudaranya sedang mendapat amanah memimpin di suatu institusi. 

Baru ketika Pilkada DKI 2017 kemarin, Mas Iwan kembali terlibat intensif. Mas Iwan bergabung dalam tim pemenangan Anies-Sandi dan terjun langsung ke lapangan. Beliau adalah yang mengatur komunikasi dengan relawan, dan termasuk mengatur jadwal kunjungan kampanye Mas Anies. Posisi tersebut memang pas dengan karakter beliau yang memiliki sifat ‘ngemong’ dan mau mendengar. Inilah sifat khas dari Mas Iwan yang kami dan seluruh relawan selalu ingat. Beliau orangnya tidak pernah marah, suka mendengarkan dan menjadi penengah jika ada yang berkonflik. Tahu sendiri, intensitas dan jumlah relawan yang sangat banyak menjadikan percikan-percikan konflik internal tak bisa dihindari. Mas Iwan adalah mediator yang handal, biasanya saya mengandalkan beliau untuk menengahi dan meredakan konflik-konflik tersebut. 

Hari itu, menjelang berakhirnya putaran pertama kampanye, saat di lapangan mendampingi Mas Anies kampanye, Mas Iwan merasakan sesak di dada. Hari berikutnya, teparnya 25 Februari 2017, beliau di rawat di Rumah Sakit Pondok Indah, kemudian dipindahkan ke RS Harapan dan berakhir di RSCM Salemba. Dokter memvonis beliau terkena serangan jantung yang kemudian berujung pada komplikasi infeksi di paru-parunya. 

Saya mendapat pesan dari adindanya, Abdillah Baswedan, agar mengabarkan kepada relawan bahwa Mas Ridwan off dari kampanye karena sedang dirawat. Mohon doa dari seluruh relawan semuanya. Begitulah kira-kira isi pesan yang saya kirim ke grup-grup WhatsApp relawan. Para relawan sedih, saat itu pun kami sudah mulai merasa kehilangan. 

Kami, para relawan, sudah tidak pernah bertemu lagi. Mereka hanya bisa mendoakan melalui majelis Yasinan yang setiap malam Jumat rutin diselenggarakan di Pendopo relawan. Dalam setiap yasinan, kami selalu selalu memastikan agar di penghujung doa, nama Ridwan Rasyid Baswedan bin Abdul Rasyid Baswedan jangan sampai lupa disebut bersama nama-nama yang lain seperti Ayahanda Abdul Rasyid Baswedan, Anies Rasyid Baswedan, Bung Hatta, Jenderal Sudirman, serta para pahlawan lain serta tokoh-tokoh guru utama di Betawi. 

Putaran kedua Pilkada, Mas Iwan sudah tidak bisa bergabung lagi. Meskipun demikian, kami telah mewarisi semangat dan ketulusan niatnya. Di putaran pertama, kami sudah banyak belajar dari Mas Iwan. Di putaran kedua, saatnyalah untuk mempraktikkannya. Kami bergerak penuh semangat dan rancak, sehingga akhirnya diberi kemenangan pada 19 April 2017. Berbeda dengan kami yang melihat gegap-gempitanya, nuansa kemenangan itu tak pernah dirasakan oleh Mas Iwan karena beliau musti terus ditidurkan dalam perawatannya. Dokter mengatakan, MasIwan bukan tidak sadar, tetapi sengaja ditidurkan agar obat pelawan infeksi diparu-parunya bisa bekerja dengan lebih baik. 

Pagi itu, sebulan setelah Pilkada, pagi-pagi saya mendengar kabar bahwa kondisi Mas Iwan semakin menurun. Keluarga diminta berkumpul di RSCM. Rapat yang sedianya kami gelar pagi itu, dibatalkan. Dan benar, di RSCM saya lihat kondisinya sudah sangat melemah. Dokter menyampaikan harapan tinggal 5%. Isak-tangis pecah. 

Saya sudah merasa akan kehilangan orang yang selama ini sudah seperti kakak sendiri. Orang yang kebaikannya tak pernah bisa dipungkiri karena berasal dari hati. Jumat malam Sabtu, 27 Mei 2017, pukul 00.50 WIB Mas Iwan mengembuskan napas terakhirnya di bawah bimbingan dan keikhlasan Sang Ibunda Aliyah Alganis. Innalillahi wainna ilaihi rajiun, sesungguhnya segalanya milik Allah, dan kepada-Nya lah tempat kembali. 

Kami telah kehilangan seseorang yang kebaikannya bukan saja dirasakan setelah selesai interaksi, bahkan auranya sudah terasa saat baru pertama kali berkenalan. Kebaikan budi Mas Iwan ini tidak hanya dirasakan oleh kami-kami para relawan, mantan sekretaris di perusahaannya yang lebih dari10 tahun bekerja sama dengan beliau juga kagum dengan keluhuran budinya. Dalam sebuah pesan WhatsApp yang dikirim ke saya, Mbak Anggi (mantan sekretaris Mas Iwan) menulis begini: “Sepuluh tahun bareng… sudah lebih dari seperti abang sendiri. Tiap hari ketemu. Beneer,… baik banget.” 

Selamat jalan, Mas Ridwan Baswedan…! Kami menjadi saksi kebaikan-kebaikan yang pernah kau taburkan. Kebaikan-kebaikan itu akan menjadi kendaraanmu menuju pangkuan-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun