[caption caption="Anies Baswedan bersama Habib Umar (tokoh sunni dari Yaman)"][/caption]
Dalam sebuah reuni, seorang teman menunjukkan sebuah tautan melalui ponselnya. Tautan itu berisi kumpulan tulisan yang menyatakan Anies Baswedan Syiah. Teman saya ingin tahu kebenarannya, mungkin karena tahu saya sudah lama bersama Mas Anies.
Saya mengatakan kepadanya bahwa ini bukan kali pertama saya membaca tautan itu. Reaksi saya selalu sama: semua tudingan penulis bahwa Mas Anies Syiah itu tak dilengkapi fakta. Penulis itu hanya menyalin-tempel tulisan-tulisan tuduhan tentang Mas Anies dari sejumlah laman, yang laman-laman itu tak jelas identitas pengelolanya. (Oh ya, untuk mengetahui duduk perkara soal Anies dan JIL, sila baca tulisan saya Anies Baswedan JIL?)
Saya menyebut tulisan-tulisan itu sebagai tuduhan karena satu hal: tanpa fakta. Tulisan itu hanya berdasarkan dugaan dan asumsi. Dalam jurnalisme, sesuatu disebut fakta bila memang benar-benar terjadi dan bisa diverifikasi kembali. Penulis laman-lama itu tak jelas, penulisnya juga tidak pernah menyebutkan identitas dirinya, yang berarti dia tidak ingin (atau tidak berani) bertanggung-jawab atas apa yang dia tulis.
Dalam kaitan Mas Anies dan Syiah, apakah penulis mencantumkan fakta Mas Anies pernah mengucapkan bai'at untuk mengikuti Syiah atau melaksanakan ibadah tertentu seperti halnya yang kalangan Syiah lakukan? Sila baca semua tulisan itu, dan tidak ada satu pun tulisan yang menyodorkan fakta seperti itu. Semua tulisan adalah hasil rakitan atas potongan-potongan berita daring. Dari tulisan-tulisan itu terlihat nyata bahwa penulisnya tidak pernah memantau, mengamati apalagi berinteraksi dekat dengan Mas Anies.
Mungkin ada yang berpendapat, bisa saja Mas Anies sedang ber-taqiyah. Justru di situ poinnya. Taqiyah adalah sikap rahasia, yang tahu hanya antara si pemegang taqiyah dan Allah. Bagaimana penulisnya tahu rahasia bahwa Mas Anies Syiah jika memantau dari dekat atau berinteraksi saja tak pernah. Kenal saja tidak. Mau kenal bagaimana, wong dia sendiri tak berani membuka identitasnya.
Tulisan-tulisan yang menyebut Mas Anies Syiah itu umumnya menunjuk pada lima hal ini. Kita jawab satu per satu:
1. Memberi panggung kepada Syiah di Paramadina
Sebagai universitas, Paramadina memberikan ruang yang luas untuk membicarakan berbagai wacana. Mulai dari ekonomi sampai agama, mulai dari bioteknologi sampai kosmologi. Semuanya adalah kegiatan ilmiah. Terjadi perdebatan wacana, dan itu bagus untuk kemajuan keilmuan. Semua kalangan dan kelompok mendapatkan tempat di Paramadina. Untuk konteks agama, misalnya, Paramadina mengundang Emha Ainun Nadjib, KH Hasyim Muzadi dll, yang semuanya adalah sunni tulen. Di Paramadina pula Mas Anies pernah secara khusus mengundang Habib Umar al-Hafidz dari Yaman, seorang ulama penganjur ahlu sunnah, untuk berbicara di kampus. Nah, ini agak aneh, mengapa Mas Anies tak pernah mendapatkan label Sunni meski selalu menyajikan wacana tentang ahlu sunnah di Paramadina?[caption caption="Anies baswedan dan Habib Umar memberi kuliah umum di Univ. Paramadina"]
2. Menarik buku pengayaan yang dianggap bermuatan ajaran Wahabi
Sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mas Anies akan segera menarik buku bahan ajar apa pun bila materinya banyak yang salah. Buku-buku itu dicetak dan didistribusikan tahun 2013 dan 2014, sebelum Mas Anies menjadi Mendikbud. Ternyata ditemukan banyak sekali kekeliruan. Pada pelajaran agama memang menarik perhatian karena itu jadi perbincangan. Padahal kekeliruan itu terjadi di berbagai mata pelajaran, termasuk di mata pelajaran matematika, PKN, fisika atau biologi. Ini adalah contoh kecerobohan yang terjadi akibat penulis dan penelaah buku bekerja secara terburu-buru. Mereka semua mengejar waktu pendistribusian buku, karena Kemdikbud waktu itu berjanji melaksanakan kurikulum di semua sekolah pada bulan Juli 2014. Dampaknya nyata sekali, tidak ada kontrol kualitas yang baik.
Jadi bukan hanya buku agama, tapi ada berbagai buku yang harus dikoreksi dan diperbaiki. Cuma karena materi bidang agama itu dipahami banyak orang, dan mudah memancing perhatian, maka muncullah dalam perbincangan hangat di media massa dan di sosial media. Sementara kekeliruan di bidang fisika atau biologi tak banyak diperbincangkan walau kekeliruan itu pun bisa fatal juga dampaknya bagi pemahaman anak didik.
3. Berpendapat bahwa usia Syiah di Indonesia setua Islam di negeri ini
Mas Anies pernah mengutarakan ini di sebuah seminar publik. Sebenarnya, ini bukan pendapat orisinil Mas Anies. Dia hanya mengutarakan ulang pendapat sejarawan. Siapa pun yang belajar sejarah Islam dan Indonesia, pasti akan menemukan pengetahuan bahwa kerajaan Islam pertama di negeri kepulauan ini adalah penganut Syiah: Samudera Pasai. Sila simak pendapat Slamet Muljana, sejarawan jempolan Indonesia, dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Apakah dengan mengatakan demikian Slamet Muljana disebut Syiah? Tak pernah ada tuduhan itu sampai sekarang. Jika pun pernyataan Mas Anies di ruang publik dikutip beberapa kalangan, ia memang bicara di ruang publik. Siapa pun bisa mengutip pendapatnya. Sebagai sarjana ia tak mungkin melarang siapa pun untuk mengutip pernyataan yang sudah menjadi pengetahuan umum. Tugasnya hanya memberikan informasi yang benar kepada khalayak. Tak lebih dari itu. Yang pasti, pendapatnya berdasarkan fakta sejarah.
Soal serial kultwitnya yang seakan mendukung Syiah, tanpa diberikan konteksnya, saya cuma miris. Jangan sampai kita membaca ayat ke-4 dalam surat Al-Maun kemudian menyatakan bahwa orang yang shalat itu celaka. Waylun lil mushallin (Celakalah orang yang shalat). Kalau membaca hanya sampai ayat itu, kesimpulan kita bisa menyesatkan. Padahal, ada ayat lanjutannya (5-7): alladzina hum an shalatihim saahun, (Yaitu orang-orang yang dalam shalatnya lalai), alladzina hum yuroun (yang berbuat ria), wa yamna’una al-ma’un (dan enggan memberikan bantuan).
Mas Anies menuliskan kultwit itu terkait dengan peristiwa konflik berlatar belakang identitas (agama, suku, etnis dll) yang senantiasa berulang kembali di Indonesia. Dia mencoba melihat konflik itu dalam konteks yang lebih luas. Menurut pembacaannya, misalnya sentimen anti Islam di Eropa dan Amerika, sentimen anti-Ahmadiyah atau anti-Syiah di Indonesia ini fenomena lama. Tapi muncul sebagai konflik keras, bahkan menjadi kekerasan, itu fenomena relatif baru, yang muncul beberapa waktu belakangan. Ada konteks geopolitiknya. Tak sekadar soal perbedaan teologi. Saat ini ada banyak daerah atau negara yang memiliki masyarakat muslim sebagai minoritas di wilayah berpenduduk mayoritas kristen, atau masyarakat beraliran sunni dan syiah, seperti Mesir, tapi kenapa tidak di semua tempat yang ada polarisasi berdasarkan agama dan keyakinan itu berubah jadi konflik atau kekerasan? Kultwit Mas Anies itu ingin mendudukkan konteks konflik agama belakangan di Indonesia dalam perspektif lebih luas.
Bahkan saat terjadi pembakaran Masjid di Tolikara, Papua, artikel Mas Anies tentang Tenun Kebangsaan beredar luas. Artikel itu dipakai untuk menjelaskan pentingnya melindungi siapa saja, tanpa pandang ukuran minoritas dan mayoritas termasuk di Papua, di mana Muslim adalah penduduk minoritas. Artinya memang pikiran Mas Anies itu tidak semata-mata bicara soal minoritas kristen, muslim, Syiah, Suni, atau Ahmadiyah. Pikiran Mas Anies itu bisa digunakan untuk mengurai berbagai konflik berlatar belakang identitas agama atau keyakinan. Uniknya, para penulis itu tak pernah menyebut Mas Anies sedang membela minoritas muslim di Papua, walau artikelnya disebar dimana-mana saat kejadian pembakaran masjid di Tolikara.
4. Anies selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjalin kerja sama dengan Iran?
Faktanya: sampai sekarang tak ada kerja sama yang dimaksud. Silakan cek di Kemendikbud, di Sekretariat Negara atau di lembaga mana pun juga. Yang terjadi adalah Duta Besar Iran berkunjung ke Kemdikbud. Ini kunjungan biasa, seperti halnya kunjungan Duta Besar Jepang, Jerman, Australia, Organisasi Konferensi Islam, atau belasan Dubes lainnya. Indonesia menjalin kerja sama dengan banyak negara di dunia. Sebagai pejabat negara, Mas Anies memang sudah sewajarnya menerima kunjungan duta besar atau delegasi dari negara yang memiliki perwakilan resmi di Ibukota Indonesia.
[caption caption="Anies Baswedan berbincang dengan Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI)"]
5. Anies Baswedan menyebarkan ajaran Syiah lewat pendidikan?
Mudah saja jawabnya: Mana buktinya? Coba sebutkan dan buktikan satu saja tentang tuduhan ini. Dalam fikih, adalah kewajiban penuduh untuk memberikan bukti atas tuduhannya. Jika tak bisa memberikan bukti, diam itu lebih baik.
Mengenai sisanya, saya tak ingin berkomentar lebih lanjut. Argumen penulis tak tentu arah, seperti menggunakan jurus mabuk. Juga, sangat kental nuansa politisnya. Penulis menyalin-tempel tulisan-tulisan yang dibuat pada masa kampanye 2014. Padahal, kini sudah jauh dari tahun 2014.
Saya sendiri pernah tanya pada Mas Anies soal bagaimana menghadapi fitnah-fitnah itu. Dia menjawab dengan sederhana sekali, “Jangankan Mas Anies yang manusia biasa, Rasulullah yang jelas-jelas manusia teladan, uswatun hasanah, saja tidak berhenti diguyur fitnah terus. Ini ujian ikhlas, dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang.”
Itulah penjelasan yang saya berikan pada teman itu. Dia sendiri akan ikut meneruskan penjelasan saya ke teman-temannya yang sebagian sudah termakan tulisan dalam tautan-tautan tak bertanggung jawab itu. Tapi dia juga mengusulkan, kenapa tidak ditulis saja semua penjelasan saya itu. Saya setuju, dan tulisan ini adalah wujud dari usulan itu. Semoga bermanfaat!
Penulis: M. Chozin Amirullah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H