Jadi bukan hanya buku agama, tapi ada berbagai buku yang harus dikoreksi dan diperbaiki. Cuma karena materi bidang agama itu dipahami banyak orang, dan mudah memancing perhatian, maka muncullah dalam perbincangan hangat di media massa dan di sosial media. Sementara kekeliruan di bidang fisika atau biologi tak banyak diperbincangkan walau kekeliruan itu pun bisa fatal juga dampaknya bagi pemahaman anak didik.
3. Berpendapat bahwa usia Syiah di Indonesia setua Islam di negeri ini
Mas Anies pernah mengutarakan ini di sebuah seminar publik. Sebenarnya, ini bukan pendapat orisinil Mas Anies. Dia hanya mengutarakan ulang pendapat sejarawan. Siapa pun yang belajar sejarah Islam dan Indonesia, pasti akan menemukan pengetahuan bahwa kerajaan Islam pertama di negeri kepulauan ini adalah penganut Syiah: Samudera Pasai. Sila simak pendapat Slamet Muljana, sejarawan jempolan Indonesia, dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Apakah dengan mengatakan demikian Slamet Muljana disebut Syiah? Tak pernah ada tuduhan itu sampai sekarang. Jika pun pernyataan Mas Anies di ruang publik dikutip beberapa kalangan, ia memang bicara di ruang publik. Siapa pun bisa mengutip pendapatnya. Sebagai sarjana ia tak mungkin melarang siapa pun untuk mengutip pernyataan yang sudah menjadi pengetahuan umum. Tugasnya hanya memberikan informasi yang benar kepada khalayak. Tak lebih dari itu. Yang pasti, pendapatnya berdasarkan fakta sejarah.
Soal serial kultwitnya yang seakan mendukung Syiah, tanpa diberikan konteksnya, saya cuma miris. Jangan sampai kita membaca ayat ke-4 dalam surat Al-Maun kemudian menyatakan bahwa orang yang shalat itu celaka. Waylun lil mushallin (Celakalah orang yang shalat). Kalau membaca hanya sampai ayat itu, kesimpulan kita bisa menyesatkan. Padahal, ada ayat lanjutannya (5-7): alladzina hum an shalatihim saahun, (Yaitu orang-orang yang dalam shalatnya lalai), alladzina hum yuroun (yang berbuat ria), wa yamna’una al-ma’un (dan enggan memberikan bantuan).
Mas Anies menuliskan kultwit itu terkait dengan peristiwa konflik berlatar belakang identitas (agama, suku, etnis dll) yang senantiasa berulang kembali di Indonesia. Dia mencoba melihat konflik itu dalam konteks yang lebih luas. Menurut pembacaannya, misalnya sentimen anti Islam di Eropa dan Amerika, sentimen anti-Ahmadiyah atau  anti-Syiah di Indonesia ini fenomena lama. Tapi muncul sebagai konflik keras, bahkan menjadi kekerasan, itu fenomena relatif baru, yang muncul beberapa waktu belakangan. Ada konteks geopolitiknya. Tak sekadar soal perbedaan teologi. Saat ini ada banyak daerah atau negara yang memiliki masyarakat muslim sebagai minoritas di wilayah berpenduduk mayoritas kristen, atau masyarakat beraliran sunni dan syiah, seperti Mesir, tapi kenapa tidak di semua tempat yang ada polarisasi berdasarkan agama dan keyakinan itu berubah jadi konflik atau kekerasan? Kultwit Mas Anies itu ingin mendudukkan konteks konflik agama belakangan di Indonesia dalam perspektif lebih luas.
Bahkan saat terjadi pembakaran Masjid di Tolikara, Papua, artikel Mas Anies tentang Tenun Kebangsaan beredar luas. Artikel itu dipakai untuk menjelaskan pentingnya melindungi siapa saja, tanpa pandang ukuran minoritas dan mayoritas termasuk di Papua, di mana Muslim adalah penduduk minoritas. Artinya memang pikiran Mas Anies itu tidak semata-mata bicara soal minoritas kristen, muslim, Syiah, Suni, atau Ahmadiyah. Pikiran Mas Anies itu bisa digunakan untuk mengurai berbagai konflik berlatar belakang identitas agama atau keyakinan. Uniknya, para penulis itu tak pernah menyebut Mas Anies sedang membela minoritas muslim di Papua, walau artikelnya disebar dimana-mana saat kejadian pembakaran masjid di Tolikara.
4. Anies selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjalin kerja sama dengan Iran?
Faktanya: sampai sekarang tak ada kerja sama yang dimaksud. Silakan cek di Kemendikbud, di Sekretariat Negara atau di lembaga mana pun juga. Yang terjadi adalah Duta Besar Iran berkunjung ke Kemdikbud. Ini kunjungan biasa, seperti halnya kunjungan Duta Besar Jepang, Jerman, Australia, Organisasi Konferensi Islam, atau belasan Dubes lainnya. Indonesia menjalin kerja sama dengan banyak negara di dunia. Sebagai pejabat negara, Mas Anies memang sudah sewajarnya menerima kunjungan duta besar atau delegasi dari negara yang memiliki perwakilan resmi di Ibukota Indonesia.
[caption caption="Anies Baswedan berbincang dengan Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI)"]
5. Anies Baswedan menyebarkan ajaran Syiah lewat pendidikan?