Berkacamata tebal, rambut minimalis, tak banyak omong, dan sederhana-apa adanya. Imajinasi kita tentang sosok profesor dalam film kartun yang kutu buku lengkap ada padanya.Â
Sementara aku, mendapat peran untuk mewakili sosok birokrat - walaupun birokrat jadi-jadian sebab baru genap setahun ini mengabdi sebagai birokrat pemerintahan. Tentu aku musti bisa memenuhi imajinasi mengenai birokrat yang bercirikan berbaju formal, tampang klimis dan rambut selalu berminyak. Â
Tapi untuk urusan kali ini, tak ada perbedaan dalam imaginasi tersebut, karena kami melebur bersama demi sebuah misi di lapangan, misi mengamankan sekolah-sekolah dari asap yang ditugaskan bukan dari orang sembarangan, tetapi dari seorang menteri Pendidikkan dan Kebudayaan!Â
Sosok pria yang dicirikan kutu buku tersebut adalah seorang Profesor bernama Zaely Nurachman, dia menempuh program Doktoral dengan desertasi mengenai algae (ganggang), sehingga dia dikenal dengan ahli alga dan sudah khatam mengenai algae dari A sampai Z. Â
Lalu apa hubungannya antara Profesor ahli alga tersebut dengan misi mengamankan siswa dari asap? Tak banyak yang tahu, bahwa algae merupakan organisme penyerap mineral nomor wahid di alam raya ini. Saya pun tahu setelah seharian dan semalaman kuliah lapangan dengan beliau. Â
Apa hubungannya algae tersebut dengan asap? Yup, teori singkatnya, asap merupakan aerosol, udara yang bercampur dengan mineral yang terangkut dari pembakaran hutan itu. Maka, salah satu cara untuk membuat ruang kelas yang aman asap adalah dengan menaruh algae dalam ruangan kelas agar mineral-mineral yang terangkut dalam asap bisa dimakan oleh algae itu. Lalu algae juga bisa berfotosintesis menghasilnya O2.Â
Tapi dengan menaruh algae saja tentu tidak akan cukup, pekatnya asap yang masuk ke ruang kelas, tak mungkin semuanya diserap oleh si algae itu. Oleh karena itu, kita membuat sistem ruang kelas yang bebas asap.Â
Padahal perintah Mendikbud jelas: sistem yang sederhana, tidak perlu alat canggih serta mahal, bisa dilakukan oleh siapa saja, dan tentunya efeknya harus mampu mengurangi secara signifikan kepekatan asap dalam ruangan. Â
Tapi memang yang namanya profesor, otaknya tentu encer. Keluarlah ide menggunakan dakron. Iya, dakron - kain kassa yang biasan digunakan untuk saringan pada aerator akuarium.
Beliau memasang kasa dakron pada setiap lubang ventilasi ataupun jendela ruangan. Prinsip tak ada lagi lubang terbuka yang memungkinkan si asap masuk dengan bebas. Semua lubang harus ditutup dengan dakron, sehingga udara yang masuk tersaring olehnya.
"Syaratnya, kapasnya harus dibasahi. Gunanya basah, agar partikel-partikel asap yang melewati dakron tertangkap air dan menempel pada pada dinding pori-porinya", terang profesor di ITB itu.
Kemudian ia memasangkan kipas exhouster pada lubang ventilasi yang lain. Pemasangan exhouster juga bisa dilakukan dengan membuat lubang di dinding persis sebesar exhouster tersebut.Â
Exhouster berfungsi untuk 'mengusir' udara yang ada dalam ruangan. Dengan 'diusirnya' udara inilah yang memungkinkan ada sirkulasi udaa dalam ruangan. Udara dari luar (yang berasap) masuk ke dalam ruangan tersaring oleh dakron. Lalu yang di dalam ruangan dibuang oleh kipas exhouster.
Dibdalam ruangan juga dipang satu set akuarium. Lengkap dengan air, pompa aerasi, lampu ultraviolet. Jika perlu di dalam akuarium tersebut ditaruh ikan hias.Â
Dan yang tidak boleh lupa, air untuk mengisi akuarium jangan air ledeng ataupun sumur pompa. Usahakan air berasal dari kolam belakang rumah atau sungai. Tujuannya adalah agar air tersebut mengandung alga. Justru alga ini organisme yang penting ada dalam sistem. Jika menggunakan air ledeng, maka dijamin tidak ada alganya. Alga tumbuh di air terbuka seperti kolam, sungai, selokan, dsb. Air yang mengandung alga biasanya dicirikan dengan kekeruhan yang agak kehijauan.
Alga yang ada dalam akuarium berguna untuk menangkap partikel-partikel mineral yang masih masuk ke dalam ruangan kelas bersama asap. Alga juga berguna untuk menyerap CO2 dan memprodukai oksigen dalam ruangan. Oleh karena itu akuarium perlu dipasang lampu ultraviolet agar fotosintesis terjadi.
"Satu lagi, kipas ruangan juga perlu kita pasang untuk membantu percepatan sirkulasi udara sehingga ruangan tidak pengap. Jika perlu dipasang dua kipas sekaligus", tambah doktor lulusan Jepang ini.
Sungguh, pemasangan alat ini akan dapat membantu proses belajar-mengajar sekolah-sekolah terdampak asap. Cara pembuatannya mudah, alat yang digunakan murah, dan daya halau-nya terhadap asap cukup signifikan. "Inilah yang kita maksud dengan teknologi solutif dan aplikatif"
Sebelumnya, uji coba sudah pernah lakukan di salah satu sekolah di Padang. Hasilnya, dari yang semula udara di luar kelas ISPU-nya (indeks standar pencemar udara) sebesar 228, di ruang kelas turun menjadi 78 yang merupakan. Artinya sudah masuk zona aman untuk anak-anak.Â
Melampaui Mimpi, Ditengok Presiden
Tak disangka, dapat kabar Presiden Joko Widodo didampingi Menko PMK dan Mendikbud berencana menyambangi Sekolah yang kami pasangi sistem aman asap itu. Ini tak terduga sebelumnya. Pengelola sekolah tentu saja setengah tidak percaya, apa benar Presiden mau datang?Â
Begi mereka, tak pernah cukup alasan untuk seorang Presiden datang ke sekolah itu. Mereka tak bernah berharap itu terjadi. Jangankan berharap, bermimpi saja tentu tak akan berani. Sekolah itu bukanlah sekolah yang bonafid di Kota Jambi.Â
"Sekolah ini seperti sekolah buangan, yang tidak diterima di sekolah lain baru ke sini. Ini adalah sekolahnya orang-orang miskin", komentar salah satu warga di sekitar lokasi.Â
Sebenarnya skolah itu letaknya di tengah kota Jambi. Tapi jangan difikir itu sekolah mewah, sekolah itu sangat memprihatinkan kondisinya. Bangunannya terbuat dari papan kayu, siswanya pun tak banyak. Namanya SDN 181 Kelurahan Lebak Bandung, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi.Â
Tapi yang saya salut, adalah kegigihan Kepala Sekolahnya. Namanya Ibu Elia. Ia batu sekitar 3 tahun terakhir menjabat sebagai kepala sekolah. Berbeda dengan kebanyakan kepala sekolah, biasanya yang dicari adalah sekolah-sekolah yang bagus. Tapi Ibu Elia justru mau menjadi kepala sekolah SDN 181, justru karena SD tersebut masih 'terbelakang'.Â
Ibu Elia, mimpinya bukan didatangi Presiden. Saat diangkat sebagai sekolah, ia bermimpi ingin membuat sekolah itu menjadi sekolah yang terkenal di se-Jambi. Dan benar, ia melampaui mimpinya, sekolah itu menjadi terkenal se-Indonesia karena didatangi Presiden Jokowi.Â
Benar saja. Jumat, 30 Oktober 2015, Presiden Jokowi bersama beberapa menteri datang ke sekolah berdinding kayu itu. "Dasar Presiden punya hobi blusukan, ia justru memilih sekolah kayu itu untuk didatangi", gumanku dalam hati.
Begitu sampai, Jokowi langsung masuk ke ruangan kelas, yang kebetulan dipasangi perangkat sekolah aman itu. Di kelas beliau langsung bertanya kepada siswa, bagaimana udaranya? Siswa serentak menjawab: "dingiiin!". Â
Iya, disamping ruang kelas itu sudah terbebas dari asap, suhu ruangan juga terasa lebih dingin. Ya, terasa setengah ber-AC lah!. Pasalnya memang selain sirkulasi udara lebih lanjar, khan memang ada air yang selalu disemprotkan ke ventilasi yang dipasangi dakron itu.Â
Bahkan Jokowi membandingkam langsung antara ruang kelas yang dipasangi perangkat sekolah aman dengan yang tidak. Jokowi langsung berkomentar, "wah terasa beda ya, yang tadi lebih seger udaranya", kata Jokowi saat  pindah ke ruang kelas yang tidak dipasangi perangkat sekolah aman asap.
Kini musim asap di Sumatera dan Kalimantan sudah lewat. Kita sudah mulai masuk musim hujan. Tentu api-api yang membakar hutan itu sudah pada padam. Namun setidaknya asap-asap itu telah 'memaksa' kami untuk lebih antisipatif, menemukan jalan mendesain 'sekolah aman asap'.Â
Siapa jamin tahun depan tak ada asap? Bisa jadi akan ada lagi bukan? Maka 'sekolah aman asap' desainan Prof. Zaely bisa diterapkan lagi. Diterapkan secara massal oleh siapa saja. Bahkan, jikapun bukan dalam situasi asap, toh desain itu bisa juga diterapkan untuk kondisi lainnya. Misalnya, untuk sekolah yang berada di daerah polusi industri ataupun sekolah di dekat kompleks tempat pembuangan sampah yang biasanya berbau menyengat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H