[Siswa calon peserta ADEM di Merauke, 12/8/2015]
Â
Wajah-wajah hitam manis itu terlihat tegang seperti memendam berbagai pertanyaan. Bahkan saat menit-menit pertama aku masuk ke kelas dan menyampaikan salam pembukaan. "Adik-adik, perkenalkan, saya staf khusus Mendikbud datang ke sini khusus untuk menjemput adik-adik yang lusa akan berangkat ke Bandung untuk melanjutkan sekolah di sana, tinggal jauh dari orang tua. Adik-adik sudah siap?". Suasana masih membisu, seperti saling menunggu siapa yang berani paling awal angkat suara, lalu yang lain akan mengikuti seperti suara koor. "Saya ulang lagi, siaap?". Dimulai oleh suara satu orang diikuti suara serentak, "siaaap!". Sebuah kata siap yang nadanya masih canggung, sebenarnya.
Sekitar 97 siswa dari pedalaman kabupaten di Papua bagian tengah-selatan seperti Merauke, Puncak, Boven Digoel, Pegunungan Bintang, dan Asmat dikumpulkan selama 3 hari di sebuah asrama Katholik di Ibu Kota Merauke. Mereka mengikuti pembekalan menjelang pemberangkatan ke Bandung, Jawa Barat. Dari Bandung mereka akan didistribusikan ke berbagai sekolah menengah di sekitar Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Bekasi, Karawang, dan sebagainya.
Saya beruntung mendapatkan kesempatan mengisi salah satu sesi pembekalan tersebut. Saya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berinteraksi langsung dengan para siswa yang baru saja lulus SMP dan akan berpisah dengan orang tuanya selama tiga tahun tersebut. Interaksi langka itu saya manfaatkan untuk memotivasi mereka agar siap menjalani kehidupan yang tentu saja jauh berbeda dengan sebelumnya.
Setiap tahun, Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberangkatkan 500 siswa menengah dari Papua untuk di sekolahkan di beberapa kota di luar Papua seperti Bandung, Serang, Semarang, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Denpasar dan sebagainya. Programnya disebut dengan Afirmasi Pendidikan Menengah untuk Papua (ADEM).
Program afirmasi ini sudah berjalan selama 3 tahun sehingga sudah 1500 siswa asli Papua yang masuk dalam program afirmasi ini. Tujuannya adalah untuk mempercepat kemajuan pendidikan di tanah Papua. Disamping menempuh pendidikan di sekolah-sekolah, para siswa Papua diharapkan bisa membaur den belajar mengenai berbagai budaya yang ada di tempat tinggalnya yang baru.
Ini adalah program yang menurut saya keren. Ini merupakan program akulturasi yang hasilnya bisa kita rasakan puluhan tahun yang akan datang. Bayangkan, 10-20 tahun lagi, ketika mereka selesai menempuh pendidikan tinggi dan bahkan berkarir di luar pulaunya, mereka akan membangun jejaring persahabatan yang akan berdampak pada kemajuan Papua. Tidak perlu menunggu 10 tahun, saat mereka menempuh pendidikan, mereka akan berinteraksi, belajar budaya lain, dan juga membangun persaudaraan antar etnis.
Demikian juga siswa-siswa di sekolah yang ditampatinya, akan mendapatkan pengalaman menerima kedatangan siswa dari tempat lain yang kebetulan secara tradisi dan budaya cukup jauh berbeda. ini adalah soal membangun ke-Indonesiaan, soal menjadikan setiap rakyat yang hidup di belahan Indonesia manapun merasakan rassa kei-Indonesiaannya.
Â
Staf Khusus Presiden Asli Papua