Mohon tunggu...
Muhamad Nurcholis
Muhamad Nurcholis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Terus mencari

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tempat dan Waktu yang Mengikat

28 Desember 2019   06:09 Diperbarui: 28 Desember 2019   06:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam setiap perjalanan, yang tak lepas dari kita adalah ikatan tempat dan waktu. Setiap keberadaan, selalu ada yang membersamai. Kapan dan dimana.

Ikatan itu memang selalu bersama kita sejak lahir di kehidupan ini. Tak kan pernah hilang sebelum kita selesai dengan urusan kehidupan.

Saat masih anak-anak, kita tak pernah tau dengan dua hal yang mengikat kita itu. Mungkin karena kita belum memiliki kesadaran sebagai 'manusia'. Kesadaran anak-anak adalah kesadaran yang masih alami. Entah siapa sebenarnya yang membimbing anak-anak untuk melangkah kesini bukan kesitu, memilih yang ini bukan yang itu.

Sekitar usia remaja, mulailah tumbuh kesadaran sebagai manusia. Terutama ketika hati dan pikirannya telah bisa difungsikan. Saat remaja, nampaknya manusia mulai mengerti bagaimana cara merasakan dan memikirkan sesuatu. Dari saat itulah timbul rasa suka, benci, kecewa, senang, dan sebagainya.

Dari situ juga manusia mulai bisa memikirkan apa yang telah, sedang dan akan dilakukannya. Semakin mengerti juga bagaimana cara memilih sampai bisa menentukan kedepannya akan seperti apa.

Kita tentu bersyukur atas karunia itu. Karunia yang dititipkan ke kita sehingga kita bisa merasakan apa itu kebahagiaan. Meskipun di sisi lain tentu ada resiko dari rasa yang kita miliki, yaitu kemungkinan datangnya kekecewaan

Berbeda saat anak-anak, kita telah mengalami, tapi tidak merasakannya. Saat kita tertawa tapi tidak tahu itulah kebahagiaan, saat kita menangis tapi tidak tahu apa itu kesedihan.

Begitulah perjalanan manusia berlaku. Selalu ada teman yang membersamai. Ia adalah tempat dan waktu yang melingkupinya.

Maka tak ada kenyataan bahwa manusia sedang sendiri. Di tempat paling sunyi pun, minimal ia bersama tempat itu. Meskipun barangkali yang disekitarnya itu adalah makhluk tak hidup, tapi jangan disangka ia tak punya pengaruh dalam langkah-langkah kita kedepannya.

Setiap waktu yang bergulir, merekam berbagai peristiwa dalam ruang tertentu. Setiap peristiwa, terdapat satu, dua atau beberapa subjek yang menciptakannya. Setiap subjek yang terlibat, satu sama lain bisa telah saling mengenal atau belum.  

Jangan menyangka jika anda sedang berdua dengan kekasih, hanya kalian berdua lah yang ada dalam peristiwa itu. Lihatlah berbagai hal yang lain di sekitar anda, mereka juga punya peran dalam menciptakan suasana kalian yang hening, romantis, penuh canda, serius atau nuansa lainnya.

Semakin tersadar bahwa begitu banyak hal yang terlibat dalam suatu peristiwa, semakin banyak jalan untuk anda berjumpa dengan peristiwa itu kembali, saat semua itu telah menjadi sebuah kenangan.

Maka sesungguhnya, begitu banyak hal di dalam lingkungan kita yang dapat mempengaruhi nasib perjalanan kita. Namun sebanyak itu juga nampaknya kita telah melewatkan hal-hal tersebut. Hampir tidak pernah kita bahkan sekadar untuk menyapa apa yang ada di sekitar.

Jangankan untuk mensyukuri setiap saat detik waktu disini, seminggu disana, atau kapanpun dimanapun. Kita hanya terbiasa mengingat 'waktu' setahun sekali atau dua kali. Dalam hari kelahiran kita dan ketika pergantian tahun. Hanya dua waktu itu yang nampaknya bisa membuat kita tersadar adanya 'keberadaan waktu'.

Tapi biarlah kalau memang sudah seperti itu. Setidaknya kita masih punya kesadaran. Betapapun, sedetik yang sedang kita lalui ini baiknya digunakan sebaik-baiknya. Setidaknya agar tak semakin banyak waktu yang kita buang dengan percuma.

Alangkah bebalnya kita ini. Betapa setiap detik yang kita miliki amatlah berharga. Bahwa setiap saat mestinya kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Sedangkan waktu bergerak sedemikian cepatnya.

Saat ini, detik yang kita berada di dalamnya ini, akan menjadi masa lalu bagi detik berikutnya. Detik berikutnya lagi, juga akan menjadi masa lalu untuk detik yang berikutnya. Dan seterusnya.

Sebegitu cepatnya waktu bergulir, hingga kita terpontang-panting di dalamnya. Sampai akhirnya kita tak menyadari, bahwa waktu itu ada.

Untuk itu, selagi kita teringat tentang adanya waktu. Selagi masih kita sadari bahwa kita berada di suatu tempat tertentu. Di penghujung tahun ini. Pada momen bergantinya tahun. Minimal kita punya harapan baik. Sejenak sekadar memanfaatkan waktu untuk berdoa.

Semoga di detik berikutnya, di jam berikutnya, di hari dan minggu berikutnya. Di tahun berikutnya kita menjadi manusia yang bisa menyadari keadaan kita. Keadaan yang terikat tempat dan waktu. Sehingga kita mampu menghargai apa-apa yang ada di sekeliling kita. Supaya tempat dan waktu melihat, bahwa kita adalah manusia yang tidak melupakan keberadaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun