Mohon tunggu...
Muhamad Nurcholis
Muhamad Nurcholis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Terus mencari

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ditinggal Gebetan karena Ucapan Natal

24 Desember 2019   18:13 Diperbarui: 24 Desember 2019   18:23 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secangkir kopi masih menjadi teman setianya di pagi hari. Maklum, Tulus yang masih jomblo itu memang menjadikan kopi sebagai pacarnya.

Baginya, cukuplah kopi sebagai temannya saat waktu luang. Sembari mengkhayalkan berbagai keindahan yang akan dialaminya. Dialami dalam angan saja pun tak masalah. Toh di kenyataan, kehidupannya selalu dipenuhi dengan ejekan sebagai seorang jomblo oleh teman-temannya.

Aslinya sih Tulus pengin juga punya pacar. Omongan dia "gapapa ga punya pacar, yang penting masih bisa ngopi" saat ditanya teman-temannya, hanyalah alasan agar dia seolah dianggap sedang tidak ingin punya pacar. Padahal ya memang dia tak mampu cari pacar.

Cuma dia gengsi juga buat mengakui itu. Apalagi setiap saat ejekan selalu datang "ganteng kok ga punya pacar, ga mampu nyarinya..?,"

Tulus bukannya belum menemui wanita idamannya. Berkali-kali dia bertemu dengan wanita yang membuatnya tertarik. Tetapi hubungan mereka selalu berakhir saat masih dalam proses PDKT.

Pernah ia 'putus kontak' dengan gebetanya, hanya karena dia menghapus foto gebetannya yang sengaja dikirimkan ke HP Tulus oleh si gebetan. Mungkin maksud si gebetan ngirim sebagai tanda bahwa ia sebebarnya telah merelakan dirinya untuk jadi pacar Tulus. Tapi ya, Tulusnya aja yang gak peka.

Terakhir, Tulus gagal meneruskan hubungan PDKT dengan seorang cewek karena ia salah mengucapkan salam. Bukannya mengucapkan selamat pagi via WA buat gebetannya itu, Tulus malah mengucapkan selamat Natal di story WA nya.

Hal itu langsung diprotes keras oleh si cewek dengan alasan seharusnya mereka tak usah mengucapkan selamat Natal. Si cewek semakin ngambek ketika jawaban Tulus justru "kamu marah karena aku ngucapin selamat Natal, apa karena aku ga ngucapin selamat pagi ke kamu?,"

Gebetan Tulus yang satu itu memang orangnya sensian. Ditambah setiap ucapannya, seringkali tidak bisa diganggu gugat. Ketika ada yang mengkritisi, dia memang tak banyak beralasan.

Bukannya menerima segala kritikan, tapi malah tak mau mendengarkan orang berkata apa. Termasuk ucapannya tentang larangan mengucapkan selamat Natal. Padahal Tulus hendak mengajaknya diskusi kenapa ucapan itu dilarang?

Bagi Tulus, perbedaan tak harus disamakan, tapi cukup dihargai. Bolehlah orang mengucapkan selamat pagi, selamat datang, selamat Hari Ibu, selamat Natal. Meskipun tak masalah juga jika ada orang yang tak mengucapkan salam itu.

Mungkin orang sekarang, termasuk kita  memang sukanya bertengkar. Kalo ada sesuatu yang beda, lansung dianggap sesuatu yang harus dikritik. Mungkin dikira, kalo mereka berbeda berarti mereka tidak setuju dengan pilihan kita. Padahal belum tentu begitu.

Biarlah mereka dengan pilihannya, dan kita dengan pilihan kita. Tak masalah jika berbeda pendapat. Yang maslaah adalah jika perbedaan pendapat dipermasalahkan.

Orang mau ngucapin selamat Natal ya monggo. Tak usah diprotes seakan kita yang bertanggung jawab atas mulutnya itu. Orang tak mengucapkan selamat Natal ya biarin. Tak usah juga dianggap dia tidak toleran.

Tapi mengapa orang sekarang kok kayaknya gampang banget curiga. Orang ngucapin selamat Natal dicurigai dia bagian dari orang yang merayakannya. Padahal, kalo kita manusia bilang "mbeeeek..," tak lantas membuat kita menjadi kambing, kan?

Sebenarnya hanya perlu dengan alasan menjaga silaturahmi, kita dibolehkan mengucapkan selamat Natal bagi tetangga kita yang merayakannya.

Bukannya apa, tetangga yang merayakan juga akan senang jika perayaannya kita apresiasi. Hanya itu saja. Supaya semakin erat dalam bertetangga. Meski juga tak perlu lebay dengan berteriak kesana kemari "hay, aku udah ngucapin selamat Natal...,"

Si sisi lain, kalo ada orang tak mengucapkan selamat Natal, ya biarin aja. Pertama, mungkin dia tak mengerti Hari Raya Natal, kedua mungkin sebenarnya dia hanya mengucapkan selamat natal pada teman atau saudara yang sedang merayakannya, dan kita tak mengetahui itu.

Jadi kalau kita tak mendengarkan orang lain mengucapkan selamat Natal, tak lantas mereka tak menyetujui pengucapan selamat Natal.

Kita juga tak usah iseng dengan bertanya pada semua orang "apa kamu sudah ngucapin selamat Natal?,"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun