Mohon tunggu...
noer cholik
noer cholik Mohon Tunggu... Relawan - pecinta alam indoor

Menikmati alam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Penyitas Merapi

28 Desember 2020   08:46 Diperbarui: 28 Desember 2020   09:09 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

52 hari sejak tingkat aktivitas Gunung Merapi dinaikkan dari Waspada ke Siaga sebagian kelompok rentan diwilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi) mulai diungsikan menuju TES (Tempat Evakuasi Sementara) dan TEA (Tempat Evakuasi Akhir). 

Para pihak penanggulangan bencana di kabupaten lingkar Merapi dengan sigap merespon rekomendasi dari Badan Geologi. Surat bernomor 523/45/BGV.KG/2020 menetapkan 12 desa diwilayah KRB Merapi meliputi Provinsi Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta masuk dalam prakiraan daerah rawan bahaya. 

Koordinasi dan berbagai kegiatan persiapan menyambut "Merapi duwe gawe" segera dilakukan pemerintah daerah diantaranya adalah mengungsikan kelompok rentan. Kelompok rentan menurut PP No.21 tahun 2018 adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia. Mereka adalah penyitas yang sudah diungsikan ketika aktivitas Merapi mulai Siaga, demikian kira-kira kegiatan yang tertuang dalam rencana kontijensi kabupaten lingkar Merapi.

Kabupaten Magelang misalnya segera melakukan tindakan kesiapsiagaan melalui BPBD Kabupaten dengan mengungsikan kelompok rentan di enam titik TEA yang tersebar di Kecamatan Muntilan, Kecamatan Mertoyudan dan Kecamatan Mungkid.

Kabupaten Sleman juga tidak kalah sigap, melalui pemerintah desa mereka segera menyiapkan barak pengungsian Desa Glagaharjo. Hal serupa juga disiapkan pemerintah daerah di Kabupaten Klaten yang menampung penyitas di Balai Desa Balerante dan Tegalmulyo, sedangkan Kabupaten Boyolali menyiapkan TPPS (Tempat Penampungan Pengungsian Sementara (TPPS) di Desa Klakah, Jrakah dan Tlogolele. 

Hal ini seolah menjadi praktik langsung dari gladi kesiapsiagaan yang sudah sering dilakukan di Merapi. Persiapan-persiapaan rencana kesiapsiagaan yang sudah disusun saatnya diujikan dalam kejadian sebenarnya. Demikianlah potret kesiapsiagaan para pihak di Merapi saat ini.

Sementara itu nafas Merapi terus berhembus, tubuh gunung terus membengkak akibat tekanan dari dalam kantong magma, detak jantung Merapi yang sambung menyambung dalam garis-garis seismik tak berhenti berdetak. 

Berdasarkan data pemantauan BPPTKG hingga 22 Desember 2020 tercatat 20. 592 kali kejadian gempa dengan energi 203 Giga Joule, sementara data hasil pengukuran EDM (Electronic Distance Measurement) menunjukkan tubuh gunung di lereng barat membengkak hingga 6 m. Merapi sedang tidak baik-baik saja.

Setiap kejadian bencana adalah ujian kesabaran dan Tuhan mencintai hamba-hambanya yang sabar, demikian kata seorang alim. Warga lereng merapi bukanlah warga yang mlempem terhadap bencana, sejak lahir mereka sudah berkenalan dengan ancaman bahaya. Ketangguhan mereka diujikan langsung dengan ancaman bertubi-tubi setiap periode letusan. 

Jangan meragukan soal keikhlasan dan kesabaran kepada manusia Merapi, merekalah juaranya. Namun hari-hari ini kesabaran mereka kembali diuji, menunggu krisis Merapi kapan berakhir. Rasa bosan dan jenuh mulai meliputi keseharian di pengungsian, sebagian dari penyitas memilih pulang ke kampung halaman di zona daerah bahaya.

Menurut Sudasri yang merupakan warga Desa Paten Kabupaten Magelang, bahwa warga yang pulang sementara ke kampung halaman karena untuk tujuan memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari pengungsian, warga yang kesehariannya adalah peladang kembali ke kampung untuk merawat tanaman dan menjual hasilnya panennya. 

Jarak TEA yang jauh dari kampung halaman membutuhkan biaya transportasi untuk sekedar menjenguk anggota keluarga, belum lagi soal kebutuhan lain-lain misalnya jajan anak-anak di pengungsian. 

Beliau adalah salah satu panitia tim siaga desa yang bertugas menemani warga dusunnya di pengungsian. Keputusan untuk pulang sementara dimusyawarahkan dengan warga di kampungnya. 

Penuturan lain dikatakan oleh Wardi Penceng, warga Desa Jrakah Kabupaten Boyolali. Barak pengungsian Desa Jrakah sudah lebih dulu kosong karena para penyitas sudah pulang ke kampung halaman. Warga Dusun Sepi dan Kajor sejak nenek moyang memiliki kepercayaan turun temurun jika ingin menghindari erupsi Merapi maka mereka berlari ke arah utara dan timur bukan ke arah barat. 

Keyakinan yang dipegang turun temurun ini menjadi kesepakatan kolektif tak tertulis bagi generasi saat ini, dan ketika situasi Siaga Merapi saat ini mereka diungsikan ke barak pengungsian di balai desa yang berlokasi di sisi barat mereka akan tetap menjalaninya meskipun dengan setengah hati. Sehingga saat ini ketika Merapi belum menunjukkan tanda-tanda bahaya yang nyata mereka akan memilih pulang ke kampung halaman sambil melihat perkembangan kondisi terkini.

Mengungsi tidak sama dengan diungsikan, demikian kata Sukiman. Beliau adalah warga lereng timur Merapi di Deles, Kecamatan Kemalang, Klaten.  Warga di dusunnya saat ini belum mengungsi meskipun tingkat aktivitas Merapi sudah Siaga, warga masih beraktivitas seperti biasa namun tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas Merapi. 

Mereka juga sudah melakukan pendataan penduduk, ternak dan barang-berharga milik warga dusun dan diperbaharui setiap hari. Lokasi barak pengungsian juga sudah dibersihkan dan disiapkan untuk sewaktu-waktu dapat digunakan. Mobil evakuasi pinjaman dari TNGM beserta sopirnya sudah standby di dekat titik kumpul khusus kelompok rentan, dan siap untuk membawa warga ketika harus mengungsi. Koordinasi Tim Siaga Desa (TSD) dan komunitas di desanya juga sudah berjalan dengan baik, ibarat orang punya hajat sudah disiapkan panitianya.

Ada perpedaan makna bagi warga KRB Merapi mengenai pilihan belum mengungsi, mengungsi, diungsikan dan pulang sementara. Semua pilihan memiliki konsekuensi logis, bukan hanya sesederhana persoalan sebab akibat. Kita semua sedang berikhtiar menunggu cerita Merapi dimasa pandemi ini. Saatnya kita memberikan waktu kepada Merapi untuk berekspresi. Sampai kapan? sampai kesabaran menguji kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun