"Siapa mendalilkan harus membuktikan!"
Longspan (Jembatan Lengkung) LRT Jabodebek Jalan Gatot Subroto-Kuningan kali ini menuai masalah. Namun masalahnya justru timbul dari orang dalam sendiri. Seorang "trouble solver" sekonyong-konyong berubah menjadi seorang "trouble maker!"
Menurut Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, longspan LRT Gatsu-Kuningan ini salah desain. Dilansir dari detik.com, ia berkata, "Itu salah desain karena dulu Adhi sudah bangun jembatannya, dia tidak mengetes sudut kemiringan keretanya. Jadi sekarang kalau belok harus pelan sekali, karena harusnya lebih lebar tikungannya. Kalau tikungannya lebih lebar dia bisa belok sambil speed up, karena tikungannya sekarang udah terlanjur dibikin sempit, mau enggak mau keretanya harus jalan hanya 20 km per jam, pelan banget."
Kritik wamen itu kemudian memantik kegaduhan. Maka bersukacitalah "kaum sebelah," yaitu kaum yang selalu "mencari-cari keberadaan dari seorang Harun Masiku, maupun selembar ijazah palsu."
"Salah desain longspan LRT" ini pun lalu disandingkan dengan keberadaan stadion megah JIS (yang dianggap sebagai representasi Anies) yang kemarin itu "dipersekusi" oleh Menteri BUMN dan Menteri PUPR dengan mengatakan rumput JIS tidak sesuai dengan standar FIFA.
"Bad News is Good News!"
Pandemi rupanya membuat negeri ini terjangkit virus multi-krisis. Selain krisis literasi dan akhlak, kini juga krisis nalar dan komunikasi datang menerpa.
Kritik wamen tadi lalu membuat banyak wartawan televisi melakukan wawancara dengan Arvilla Delitriana. Ibu ayu ini adalah perancang longspan lengkung LRT tersebut.
Penulis sendiri kagum dengan sikap dan kerendahan hati Arvilla untuk menjawab setiap pertanyaan dari para wartawan. Namun penulis merasa sangat terganggu ketika (hampir semua dari wartawan dari berbagai televisi itu) bertanya, "Bu, lalu bagaimana cara untuk memperbaiki salah desain longspan ini?"
Astagfirullahaladzim! Penulis menangkap dua hal terkait pertanyaan wartawan ini.
Pertama, si wartawan jelas tidak pernah membaca Perencanaan geometrik jalan rel (kereta api) yang merupakan buku perencanaan ruas jalan rel yang meliputi alinyemen horizontal dan vertikal, dimana di dalamnya terdapat perencanaan tikungan, kelandaian, lebar sepur, pelebaran jalan rel, dan peninggian rel. Artinya, si wartawan tidak tahu apa yang dia tanya, sebab tidak ada yang salah dengan perencanaan longspan ini!
Kedua, ini menyangkut gender. Si wartawan yang jelas-jelas seorang wanita (bukan Lucinta Luna juga) menganggap remeh kemampuan Arvilla (dianggap bisa saja melakukan kesalahan desain karena dianya seorang wanita)Â
Padahal Longspan Kuningan ini mendapat dua rekor MURI sekaligus. Pertama, rekor jembatan kereta boks lengkung dengan bentang terpanjang dengan radius terkecil di Indonesia, serta pengujian axial static loading test pada pondasi bored pile dengan beban terbesar di Indonesia, dengan beban pengujian hingga 4.440 ton.
Berkaca pada kasus ini, media sebenarnya justru berperan besar untuk semakin "menyesatkan" warga. Mengapa orang-orang tidak mencari tahu ihwal "jalan rel" ini. Padahal tinggal googling saja. Apalagi Jalan Rel Indonesia termasuk salah satu cabang ilmu Teknik Sipil yang perkembangannya begitu-begitu saja. Buku Jalan Rel yang dipakai engkong penulis dulu bahkan masih sama dengan yang dipakai keponakan penulis!
Lalu apa kata Menteri PUPR selaku empu "per-jalanan" di negeri ini.
Dikutip dari detik.com, menurut beliau konstruksi jembatan lengkung tersebut sudah baik. Ia menyebut semua kereta pasti melambat saat melintas di jalur yang menikung. "Tapi bukan karena salah desain, hati-hati itu. Karena itu memang misalnya kalau di kota berapa kecepatannya, 30-40 km per jam. Kalau di tikungan 20 km per jam ya wajar, Mau kecepatan berapa lagi? Wong di lurus saja 30-40 km per jam. Jadi kalau di tikungan, semua kereta api pasti melambat," lanjutnya.
Basuki menyebut Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) pun telah melakukan pengujian terhadap proyek ini. Menurutnya jika longspan tidak dibangun seperti sekarang, maka bangunan gedung di sekitarnya akan terkena dampak. "KKJTJ sudah melakukan uji waktu itu. Jadi semua oke. Karena ini bayangkan dari Warung Buncit ke Rasuna Said, itu kan 90 derajat. Kalau mau dilengkungkan panjang, hotel-hotel habis semua. Tapi kan ini masuk dalam koridor keselamatan transportasi,"Case closed!"
Konstruksi LRT Jabodebek yang hampir seluruh lintasannya adalah lintas layang itu, memiliki 10 longspan (jembatan bentang panjang) Longspan Kuningan memiliki panjang 86,5-148-86,5 meter (Dua lengkung peralihan dan sebuah circle) Konstruksi longspan ini menggunakan teknik cast in situ traveler form box girder. Tingkat kesulitan longspan Kuningan ini berada di level 4 (tertinggi dibanding 9 longspan lainnya) karena jembatan lengkung ini berdiri melintang di atas jalan arteri dan flyover jalan tol sekaligus!
Dengan kondisi lapangan begini tentu saja pilihan menjadi sangat terbatas. Akhirnya R (jari-jari lengkung horizontal) juga menjadi kecil. Padahal R ini sangat erat hubungannya dengan V (kecepatan kereta) Semakin kecil radius tikungannya tentunya semakin lambat kecepatan kereta.
Awalnya desain kecepatan kereta di longspan ini direncanakan 30 km/jam. Namun operator (PT KAI) punya pertimbangan lain, sehingga akhirnya memutuskan kecepatan kereta di tikungan menjadi 20 km/jam.
Ketika kereta melewati tikungan maka akan timbul gaya sentrifugal ke arah luar yang mengakibatkan rel luar mendapat tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan rel dalam. Akibatnya keausan rel luar akan lebih besar dibandingkan dengan rel dalam. Gaya sentrifugal yang terlalu besar dapat mengakibatkan kereta terguling. Dengan mengurangi kecepatan di tikungan tentu saja gaya sentrifugal ini otomatis menjadi kecil.
Jangan lupa juga dengan gaya lateral (gaya ke samping) yaitu total gaya sentrifugal, snake motion (gerakan mengayun kereta) dan ketidakrataan geometrik jalan rel yang bekerja pada titik yang tidak sama dengan gaya vertikal. Jika gaya lateral lebih besar dari gaya vertikal (berat sendiri kereta) maka penambat rel bisa tercabut, dan membuat kereta anjlok.
Sepertinya banyak orang lupa kalau tidak semua penumpang LRT ini mendapat tempat duduk, sebab ternyata sebagiannya adalah berdiri. Coba bayangkan "perjuangan penumpang berdiri" ini ketika melewati tikungan sempit dengan kecepatan 40 km/jam. Dengan kecepatan segini tentu saja rel bagian luar harus ditinggikan untuk meminimalkan gaya sentrifugal. Otomatis posisi penumpang berdiri itu akan miring juga, hahaha. Ah, tiba-tiba jadi teringat akan metromini yang sopirnya suka ugal-ugalan itu.
Lagi pula kecepatan LRT itu menurun kan hanya ketika memasuki tikungan itu saja. Setelah itu kecepatan LRT akan normal kembali. Jangankan LRT, jet darat seperti MotoGP atau mobil F1 saja akan segera "tersipu malu" ketika memasuki sebuah tikungan hairpin. Kecepatan 33o km/jam di trek lurus seketika berubah menjadi 70 km/jam saja di titik Apex tikungan. Bahkan konon katanya, angin puting beliung pun akan segera mengurangi kecepatannya hingga 5 km/jam ketika harus melewati komplek militer, hehe
***
Penulis bisa memahami kalau Wamen Kartika Wirjoatmodjo yang akrab disapa Tiko ini sampai harus mengalami "sakit gigi" ketika menghadapi proyek LRT ini.
Proyek LRT ini memang punya segudang masalah. Mulai dari molornya waktu pelaksanaan (yang tentunya berimbas pula kepada membengkaknya biaya proyek) hingga masalah teknis dan printilan lainnya itu yang berakibat terlambatnya operasional LRT bagi masyarakat umum.
Memang terasa agak aneh rasanya ketika seorang wamen BUMN mengeluarkan kritik tajam dan terkesan kasar lewat medsos kepada manajemen proyek yang justru berada di bawah pengawasannya itu. Selain proyek LRT, proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung) juga rupanya membuat mumet kepala Wamen ini.
Lalu timbul pertanyaan, mengapa masalah ini tidak diselesaikan di internal saja?
Pastinya sudah sering rapat-rapat internal untuk mencari solusi, tetapi progresnya hanya ada "di bibir" saja. Rasa frustasi yang tak tertahankan kemudian membuat kekesalan hati wamen ini memuncak. Lalu borok-borok LRT dan KCJB itu di bukanya di medsos, agar bigboss tahu siapa-siapa saja yang "tidak kerja, tidak kerja, tidak kerja!" Padahal selama ini laporan ke atas selalu yang bagus-bagusnya saja.
Penulis sendiri tidak tahu persis apa-apa saja masalah di proyek yang melibatkan  PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT INKA (Persero) PT Len Industri (Persero) PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Siemens (untuk software development) itu.
Tapi lazimnya proyek-proyek besar yang melibatkan banyak pihak, masalah koordinasi dan integrasi antar departemen dan lintas perusahaan selalu menjadi hambatan bagi kemajuan suatu proyek.
Apalagi setiap perusahaan tentunya punya karakter tersendiri, yang terkadang sulit berpadu dengan karakter perusahaan lainnya. Karakter PT Len Industri mungkin masih agak dekat dengan Siemens, tapi pasti berbeda jauh dengan karakter Adhi Karya. Memadukan semuanya ini tentu saja menjadi kesulitan tersendiri, dan itulah yang dihadapi wamen ini.
Dalam beberapa hal lain mungkin protes wamen Tiko ini benar adanya. Namun untuk longspan Gatsu-Kuningan ini, ia jelas-jelas "telah terkena offside, seperti yang dapat dilihat pada VAR (video assistant referee) "
Sesekali offside itu tentunya tidak mengapa, sebab tidak ada gading yang tak retak dan tidak ada pula gundul yang tak botak.
Filippo "pippo" Inzaghi, mantan striker Timnas Italia dan klub Juventus/AC Milan itu juga "terlahir offside."Â Walaupun begitu ia tetaplah seorang legenda dalam dunia sepak bola.
Jadi walaupun kali ini terkena offside, tapi penulis tetap berharap banyak terhadap kiprah wamen yang guanteng ini.
Tetap cemungut bapak, jangan lupa juga untuk santuy ...
Referensi,
https://redigest.web.id/2021/07/mengenal-konstruksi-longspan-di-lrt-jabodebek/
https://nursyamsu05.files.wordpress.com/2012/04/kuliah-8-geometri-jalan-rel.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H