***
Penulis bisa memahami kalau Wamen Kartika Wirjoatmodjo yang akrab disapa Tiko ini sampai harus mengalami "sakit gigi" ketika menghadapi proyek LRT ini.
Proyek LRT ini memang punya segudang masalah. Mulai dari molornya waktu pelaksanaan (yang tentunya berimbas pula kepada membengkaknya biaya proyek) hingga masalah teknis dan printilan lainnya itu yang berakibat terlambatnya operasional LRT bagi masyarakat umum.
Memang terasa agak aneh rasanya ketika seorang wamen BUMN mengeluarkan kritik tajam dan terkesan kasar lewat medsos kepada manajemen proyek yang justru berada di bawah pengawasannya itu. Selain proyek LRT, proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung) juga rupanya membuat mumet kepala Wamen ini.
Lalu timbul pertanyaan, mengapa masalah ini tidak diselesaikan di internal saja?
Pastinya sudah sering rapat-rapat internal untuk mencari solusi, tetapi progresnya hanya ada "di bibir" saja. Rasa frustasi yang tak tertahankan kemudian membuat kekesalan hati wamen ini memuncak. Lalu borok-borok LRT dan KCJB itu di bukanya di medsos, agar bigboss tahu siapa-siapa saja yang "tidak kerja, tidak kerja, tidak kerja!" Padahal selama ini laporan ke atas selalu yang bagus-bagusnya saja.
Penulis sendiri tidak tahu persis apa-apa saja masalah di proyek yang melibatkan  PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT INKA (Persero) PT Len Industri (Persero) PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Siemens (untuk software development) itu.
Tapi lazimnya proyek-proyek besar yang melibatkan banyak pihak, masalah koordinasi dan integrasi antar departemen dan lintas perusahaan selalu menjadi hambatan bagi kemajuan suatu proyek.
Apalagi setiap perusahaan tentunya punya karakter tersendiri, yang terkadang sulit berpadu dengan karakter perusahaan lainnya. Karakter PT Len Industri mungkin masih agak dekat dengan Siemens, tapi pasti berbeda jauh dengan karakter Adhi Karya. Memadukan semuanya ini tentu saja menjadi kesulitan tersendiri, dan itulah yang dihadapi wamen ini.
Dalam beberapa hal lain mungkin protes wamen Tiko ini benar adanya. Namun untuk longspan Gatsu-Kuningan ini, ia jelas-jelas "telah terkena offside, seperti yang dapat dilihat pada VAR (video assistant referee) "
Sesekali offside itu tentunya tidak mengapa, sebab tidak ada gading yang tak retak dan tidak ada pula gundul yang tak botak.