Di awal perhelatan Piala Dunia 2022 fans Arab Saudi kebingungan mencari-cari Messi, "Mana Messi, mana Messi?" kata mereka. Ketika Messi kemudian terlihat berada di atas panggung untuk menerima kehormatan sebagai pemain terbaik maka orang-orang kemudian tersenyum. Maklum, tulisan Latin dibaca dari kiri ke kanan, sedangkan tulisan Arab dibaca dari kanan ke kiri. "Messi, ditanggung tidak luntur, tapi dibaca orang Arab Saudi dengan Messi, luntur tidak ditanggung!"
"Messi memang kagak ada matinye!" kata Bang Jali, penjual bubur ayam di Pengkolan. Pernyataan Bang Jali yang jelas-jelas bukan seorang "coach Justin," Pemandu bakat ataupun pelatih sepakbola ini seperti menunjukkan betapa hebatnya seorang Messi di mata masyarakat umum.
Mungkin Messi akan "mati gaya" kalau disuruh menjual bubur, sebab ia memang bukan ahli perbuburan. Akan tetapi hampir semua abang penjual bubur akan sepakat dalam satu permufakatan untuk mengatakan kalau Messi itu termasuk pesepak bola terbaik yang pernah lahir di bumi ini. Itu masih tukang bubur. Kalau fans berat Barca, PSG atau Argentina yang jumlahnya jutaan itu bercerita soal Messi, maka sampai Lebaran kudapun cerita soal Messi tidak akan ada habisnya.
Selain soal Messi, Piala Dunia Quatar 2022 juga adalah "Pildun paling gokil pakai banget" yang pernah diselenggarakan di muka bumi ini. Tersebab karena semua peserta termasuk juaranya sendiri pernah mengalami kekalahan! Sebelumnya, Prancis, finalis yang didapuk Whoscored sebagai tim terbaik Piala Dunia Quatar 2022 ini bahkan mengalami kekalahan sebanyak dua kali! Pertama dari Tunisia di babak penyisihan grup, dan kedua dari Argentina di babak final.
Enak benar Prancis ini! Dua kali kalah, tapi bisa menjadi finalis dan meraup hadiah sebanyak 24 juta Pound. Padahal Jerman yang hanya sekali saja kalah, harus tersingkir di fase grup, dan cuma menerima uang saku sebesar 7 juta Pound saja. Mereka pun terpaksa harus menutup mulut dan membiarkan air mata bercucuran membasahi pipi. Lha kenapa tidak mengusap air mata alih-alih menutup mulut? Itu karena "sakitnya tuh di sini."
Penulis tidak usah lagi menceritakan soal isu Timnas Jerman dengan ban lengan pelanginya itu karena para pembaca budiman sendiri lebih paham dari penulis terkait isu ini. Akan tetapi Timnas Jerman yang didukung para Ladyboy sejagad dan juga IWMTL (Ikatan Wanita Manis Taman Lawang) ini terpaksa harus menanggung malu karena "diramen" Timnas Jepang 1-2. Akibatnya Timnas Jerman harus angkat kaki pagi-pagi. Spanyol dan jepang sendiri kemudian mewakili Grup E ke babak knock-out.
Banyak pengamat sepak bola mengatakan kalau pertandingan final antara Argentina vs Prancis ini adalah pertandingan terbaik di gelaran Piala Dunia Quatar 2022. Penulis sedikit berbeda pendapat. Kalau dikatakan sebagai final "ter-epik" sepanjang gelaran final Piala Dunia, memang "Yes." Itu karena drama yang tercipta (terutama sejak babak kedua) memang betul-betul menguras emosi penonton.
Prancis yang tadinya ketinggalan dua gol, akhirnya bisa memaksakan babak perpanjangan waktu berkat dua buah gol cepat dari "sultan" Mbappe. Sebiji gol kemudian dari Messi dianggap akan menyudahi perlawanan Prancis. Akan tetapi sekali lagi Mbappe mampu memaksakan pertandingan harus diakhiri dengan "adu tos-tosan." Messi dan Mbappe kemudian menunjukkan kepada dunia soal "mental sultan" pada saat menghadapi adu penalti.
Penalti memang soal mental, dan Mbappe adalah sultannya. Dalam laga final kemarin itu Mbappe berhasil mencetak dua buah gol lewat penalti (dalam laga normal) dan sebiji gol dalam laga tos-tosan. Messi juga berhasil mencetak sebiji gol lewat penalti (dalam laga normal) dan sebiji gol lagi dalam laga tos-tosan.
Sebaliknya "agan" Harry Kane hanya mampu melesatkan sebiji gol dari dua kesempatan penalti ketika berhadapan dengan Prancis di babak perempat final. Itulah sebabnya "agan" Harry Kane ini masih perlu waktu dan usaha lagi untuk sampai ke taraf "anak sultan."
Argentina memang layak menjadi juara karena mereka tampil lebih baik dari Prancis. Sebaliknya Prancis (terutama di babak pertama) tampil sangat memalukan, dan sesungguhnya tidak layak tampil di final. Sejam pertama, jangankan mendapatkan big chance, atau tendangan ontarget, sebiji tendangan offtarget saja pun tak mampu mereka lakukan.