Sore itu Sornop mengenderai becak motornya menyusuri Jalan Kutilang Perumnas Mandala, Medan. Ia sedang mengantar pesanan bahan material dari toko bahan bangunan tempat ia bekerja ke konsumen. Ini adalah delivery terakhirnya, dan setelah itu ia akan pulang ke rumahnya.
Selain membawa bahan material, Sornop juga membawa satu jerigen bensin dan karbit pesanan Marudut, tetangganya yang tukang las itu. Ia juga membawa satu sak pupuk urea titipan mertuanya.
Di Jalan Kutilang perjalanannya tersendat karena ada pesta kawinan marga Hutabarat yang "memakan" ruas jalan. Sornop kemudian mencari jalan alternatif melalui sebuah gang sempit. Nah ternyata di gang sempit ini kenderaan juga tertahan karena gang itu rupanya dipakai pula untuk memasak air minum dan makanan untuk keperluan pesta tadi.
Yah namanya juga Perumnas. Rumahnya pun rata-rata type 30 dengan luas bangunan 30 meter persegi plus tanah 72 meter persegi. Jadi kalau ada hajatan, pastilah jalan di depan rumah, bahkan lahan jemuran tetangga pun akan dipergunakan Shohibul Hajat demi mensukseskan hajatan tersebut. Â Â
Sornop sendiri merasa was-was karena becaknya yang tertahan di gang itu, terlalu dekat dengan api dari kayu bakar yang dipakai untuk memasak. Sambil mengumpat ia pun berjalan ke depan untuk melihat kenapa kenderaan-kenderaan di depannya itu tidak bergerak.
Baru saja Sornop melangkah tiba-tiba terdengar ledakan keras! Becak sornop terbang ke udara! Semen "tiga singkong" dari dalam becaknya jatuh tepat menimpa kedua pengantin! Ban becak menghantam tepat ke "Tulang" (paman) pengantin yang sedang khusyuk memberi wejangan kepada kedua pengantin. Mereka ini pun lalu terjengkang menimpa orang-orang di sekitarnya.
Seorang kakek tua yang duduk di dekat Tulang pengantin itu, kebetulan sedang makan kacang Sihobuk ketika peristiwa itu terjadi. Gigi palsunya kemudian mencelat saat ia berteriak kesakitan, mengenai mata seorang ibu yang sedang makan sop panas dan berdiri di dekat tiang tenda. Tiang tenda biru itu seketika bergetar hebat, dan akhirnya rubuh menimpa orang-orang yang ada di bawahnya, membuat pesta Batak itu bubar!
Sornop yang terkaget mendengar ledakan tersebut segera berlari ketakutan. "Orang-orang Batak" yang marah itu segera berteriak dengan garang, "Tangkap teroris itu! Itu dia bombernya!"
Sornop segera saja tertangkap. Ia beruntung tidak "direbus" karena kebetulan ada seorang anggota polantas yang lewat menguber seseorang yang mengebut ke lokasi hajatan tersebut.
Tak jauh dari lokasi hajatan itu kebetulan ada razia. Tiga orang anak muda yang "berbonceng tiga," tidak pakai helm, dengan motor tanpa nomor polisi segera saja tertangkap.
Seorang dari anak muda itu lalu bisik-bisik dengan isiloP yang menahannya. Anak muda tadi lalu memberi kode kepada temannya yang mengemudi motor. IsiloP itu kemudian menghampiri si pengemudi motor yang dengan cepatnya lalu memasukkan sesuatu ke saku celana isiloP tadi.
Sungguh mengagumkan! Kecepatan tangan anak muda itu nyaris setara dengan kecepatan tangan si Pesulap Merah ataupun Deddy Corbuzier ketika menghilangkan cincin di tangan mereka itu!
Sambil berlalu isiloP tadi bertanya, berapos?
"Goban boss"
"Ok, lanjot teros!"
Trio kwek-kwek eh anak muda itu segera berlalu ketika isiloP tadi merogoh saku untuk memeriksa "legalitas valuta" yang ada di sakunya. Ternyata bukan goban (lima puluh ribu), melainkan ceban! (sepuluh ribu) Bangsos! makinya. Ia segera saja menyalakan motor untuk mengejar anak kurang ajiar itu. Namun pengejarannya tertahan di pesta yang sudah chaos tadi. Naluri kemanusiaannya pun segera bergetar. Nyawa seseorang yang hendak "direbus orang sekampung" jauh lebih berharga daripada sekedar goban! Â
Kabar teror di pesta Batak tersebut kemudian membuat kota Medan gempar. Biasanya teror bom selalu ditujukan kepada hal-hal "berbau Barat." Bom Bali, bom di kedubes Australia, bom di hotel JW Marriot misalnya memang ditujukan kepada "orang Barat." Akan tetapi kini trend-nya sudah bergeser ke orang Batak, khususnya marga Hutabarat pula!
Mungkin saja karena marga pengantinnya masih ada barat-baratnya ya. Ternyata pargonsi (pemain musik tradisional Batak) itu adalah marga Hutabarat. Pengusaha katering, bahkan pedagang rokok oplosan di pesta itu adalah marga Hutabarat juga, sehingga kuat dugaan kalau bom itu memang ditujukan kepada mereka ini!
Tulang pengantin yang marga Simanjuntak, dan wajahnya pun sebelas dua belas dengan pengacara yang sering-sering muncul di tipi itu pun berencana menutut RT hingga gubernur karena menurutnya peristiwa ini sepertinya sudah direncanakan sejak semula, sementara aparat melakukan pembiaran.
Keesokan harinya kelompok marga Hutabarat yang dipimpin oleh Tulang Simanjuntak itu berdemo di depan kantor Pegadaian menuntut perlindungan dari pemerintah. Kantor Pegadaian sengaja dipilih karena slogan Pegadaian (Menyelesaikan masalah tanpa masalah) itu terasa pas buat mereka. Apalagi sebagian dari mereka ini memang bermasalah dengan kantor Pegadaian ini. Jadi lewat demo ini mereka berharap agar mendapat keringanan pula atas segala utang mereka yang ada di kantor ini.
***
Sornop segera dibawa ke Jakarta oleh Densus 888, sedangkan tekape segera disterilkan oleh tim Jihandak polda. Asumsi berdasarkan gambar sketsa wajah yang ada di BIN, Sornop alias Wahyu alias Item alias Abu kafir bin Saud ini ternyata termasuk jaringan Santoso Poso dan Dr Azhari. Ia juga termasuk orang penting yang dicari oleh Interpol, CIA, KGB, IMF,PPD dan Mossad.
Sebenarnya sketsa wajah itu juga dicari oleh seorang ibu kos-kosan di seputaran Margonda, Depok. Selain menunggak uang kos empat bulan, sosok itu dituduh juga melarikan sprei, kain gorden, gayung dan sebuah kalender dari kamar kosnya.
Setelah seminggu diperiksa, Sornop pun dibebaskan dari segala tuduhan. Kesalahannya cuma satu, "naik becak motor tanpa helm!" Ia pun menggerutu, "masak gara-gara gak pakek helem aja aku di bawa ke Jakarta?" Namun ia kemudian tersenyum, "Tapi setidaknya aku sudah pernah ke Jakarta, naik pesawat pulak itu, hehe. Mumpung di sini, aku nanti mau liat Monas dan Taman Mini aja sekalian"
Sornop kemudian menelfon Marudut, tetangganya yang pengusaha bengkel las itu. "Hallo lae, ah gara-gara karbit lae itu aku jadi tekapar di sini. Udah jadinya lae kirim tiket Bintang Utara itu?"
Dari seberang terdengar suara terbata-bata, "Aman itu lae. Bukan Bintang Utara lae, ALS lae. Lae tinggal datang bawa badan aja ke loket. Ada juga kutitipkan amplop buat lae, ya."
Sornop tersenyum, sudah aman dia pulang ke Medan. Urusan ongkos pulang, orang Medan memang "seng ada lawan." Tadi perwira yang memeriksanya itu pun sudah memberikan ongkos pulang dua juta rupiah kepadanya. Perwira itu ternyata orang Batak, marga Hutabarat pula! Namun lewat logat Jawa medok-nya itu, ia berusaha mengelabui karena ia tidak berani mengakuinya kepada Sornop.
Singkat cerita, rupanya mereka ini "salah orang," tapi isiloP ini tidak mau mengakuinya. Awalnya mereka menduga Sornop pura-pura bodoh, padahal ia memang bodoh beneran! Fitur tercanggih di ponselnya pun cuma senter doang! Setelah SMS di ponselnya itu "diobok-obok," isinya juga cuma catatan orderan semen, kerikil, pasir dan batu bata!
Dengan wajah berseri-seri Sornop kemudian keluar dari kantor isiloP menuju sebuah warung untuk membeli sebungkus rokok. Ketika ia membuka dompet untuk membayar rokok tadi, terlihat lah KTP nya, Sornop Hutabarat!
Ya Gusti! Pantesan perwira bermarga Hutabarat itu tidak pernah mau mengakui marganya kepada Sornop. Itu pula lah sebabnya ia "berbaik hati" memberi dua juta rupiah kepadanya. Rupanya isiloP ini takut kualat, hahaha
Salam akhir pekan... Â Â
      Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H