Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Hati untuk Satu Cinta (Bagian 14)

9 Februari 2022   17:54 Diperbarui: 9 Februari 2022   18:06 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada suatu kali, aku sangat kecapaian dan kemudian tertidur di sofa rumahnya. Karena rumahnya panas dan tidak memilki AC, maka aku membuka baju. Maya kaget ketika melihat punggungku penuh dengan panu. Itu karena sepulang dari kantor aku selalu main futsal dan sesampai di rumah langsung tertidur tanpa mandi.

Maya kemudian mengeluarkan scrub dan lulur ajaibnya dan mulai menggosoki badanku. Ia juga mengamati kaos kakiku yang ada bolongannya. Ternyata dalemanku juga sudah kendor dan bolong. Rupanya ia masih menyimpan kaos kaki dan dalemanku. Ia segera menggantikannya. Inti ceritanya, cepat atau lambat, kami pasti akan berselingkuh juga, hahaha. Orang berselingkuh memang karena ada kesempatan, walau sebagian besarnya juga karena diupayakan! Hahaha.

***

Sore ini langit Surabaya sangat cerah dan bersih ketika aku tiba di bandara. Aku jarang membawa koper untuk dimasukkan ke bagasi. Biasanya cukup dengan koper kecil yang bisa dimasukkan ke dalam kabin. Tak berapa lama kemudian aku melihat Maya bersama kedua orang tuanya. Aku kemudian menyalami mereka, dan memohon izin untuk berbicara sebentar dengan Maya.

Maya tampak kaget melihatku karena jadwal pesawatku sebenarnya masih lama, dan ia juga berharap tidak bertemu lagi denganku agar tidak membuatnya sedih.

"May, bisa bicara sebentar?" bisikku pelan. Ia mengangguk pelan, tapi matanya mulai berair.

Aku kemudian berlutut dengan kaki kanan menyentuh lantai sambil mengeluarkan cincin dari saku jasku, "Maya, maukah kamu menikah denganku?"

Maya tertegun, tak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Ia hanya terdiam membisu. Duh Gusti, sepertinya ini sudah kelamaan, dan aku takut kalau Maya menolakku. Aku kemudian mengalihkan pandanganku ke si om papanya Maya. Tadi siang sebenarnya aku sudah menjumpai beliau ke tempat praktiknya di rumah sakit, mohon izin untuk melamar putrinya. Beliau sudah memberi izin tapi sang putri tampaknya masih bergeming.

Maya masih diam, tapi ia kemudian menyodorkan tangan kirinya. Aku kemudian memasukkan cincin tadi ke jari manis tangan kirinya. Lalu aku mendengar suara, "Aku mau!" Ia kemudian menarik tanganku dan segera memelukku. Aku juga memeluk Maya erat dengan perasaan lega.

Si om juga terlihat memeluk si tante dengan perasaan lega. Sayup-sayup kudengar suara si tante, "Aduh papa koq gak bilang dari tadi!"

"Trus gimana jadinya sayang?" tanya si om kepada Maya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun