Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Hati untuk Satu Cinta (Bagian 11)

29 Januari 2022   20:15 Diperbarui: 29 Januari 2022   20:20 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau seorang perempuan mau berjuang keras untuk mendapatkan calon suaminya, maka ia akan mau pula berjuang keras untuk mempertahankan suaminya kelak!

Emosiku sudah reda dan tangisku pun sudah berhenti. Mataku kemudian beradu pandang dengan Maya yang menatapku dengan rasa sayang. "Aku belum pernah melihat kamu menangis, pasti bebanmu berat sekali." katanya sambil menyeka wajahku dengan tisu.

Duh Gusti, aku tak menyangka kalau responnya seperti ini. Maya bahkan terlihat seperti ibuku saja. Akan tetapi hal itu malah membuatku jadi grogi.

"Kamu harus tahu sayang, kita tidak pernah putus. Emangnya kita putus? Kapan coba kita putus? Kita terakhir ketemu waktu kamu mengunjungi aku ke Australia setahun lalu. Setelah itu kita berantem, gak ngomongan, tapi kita gak pernah putus. Emangnya kapan kamu putusin aku? Gak pernah! Jadi kita akan menghadapi persoalan ini bersama-sama!"

Aku kaget mendengar perkataan Maya, tapi sebelum aku berbicara ia sudah berbicara lagi. "inilah akibatnya kalau pasangan kehilangan komunikasi dan kebersamaan, maka orang ketiga pasti akan hadir di antara mereka. Apakah kita akan membiarkan ada orang ketiga di antara kita? Tidak! Tidak akan pernah! Kita telah melakukan kesalahan, tapi kita akan memperbaikinya sayang. Trust me, everything will be ok. Aku janji sayang!"

Maya kemudian menyenderkan tubuhnya ke bahuku. Ia kemudian mulai menangis terisak-isak. Aku tak pernah melihatnya menangis. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku kemudian memeluknya dan ia kemudian membenamkan kepalanya ke dadaku. Aku diam saja karena tak tahu harus ngomong apa.

"Aku juga salah, seharusnya aku membiarkanmu dulu tinggal bersamaku di Australia." katanya lagi sambil menangis. Aku kemudian membelai rambutnya sampai kami kemudian tertidur.

Kartu kini sudah terbuka. Artinya Maya sudah mengetahui kehadiran Ratih. Setidaknya aku tidak perlu harus menutupi keberadaan Ratih. Apakah itu membuat posisiku lebih baik? Pastinya tidak!

Saat ini Maya memang masih memberiku kesempatan untuk menyelesaikan sendiri hubunganku dengan Ratih. Akan tetapi cepat atau lambat akan tiba masanya "hari penghakiman." Maya pasti akan segera turun tangan ketika dirasanya tidak ada proges dalam masalah ini.

Sebenarnya ada juga rasa kesal yang kurasakan karena merasakan sedikit intimidasi dari Maya. Aku berhak dong memutuskan siapa yang akan menjadi pacarku. Akan tetapi tiba-tiba aku merasa ada juga perlunya konflik seperti ini, mirip-mirip dengan Manajemen konflik yang selalu diterapkan di berbagai perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun