Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Hati Untuk Satu Cinta (Bagian 5)

9 Januari 2022   02:10 Diperbarui: 9 Januari 2022   05:57 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cinta segi tiga, sumber : https://thumbs.dreamstime.com/z/love-triangle-22624833.jpg

"Jatuh miskin sakit rasanya. Jatuh cinta berjuta rasanya."

Beberapa tahun setelah pernikahan Ratih-Armand, aku kemudian jatuh cinta pada pandangan pertama pada Maya. Kebetulan perusahaan butuh beberapa staf baru, dan Maya mengajukan lamaran kerja. Kebetulan aku yang mewawancarainya. Wajahnya cantik. Tubuhnya tinggi, bohay. Kulitnya mulus, putih bersih dengan aura yang kuat. Dan yang penting anaknya cerdas dan mau belajar.

Beberapa kali aku harus menahan napas pada saat mewawancarainya. Terutama pada saat aku bergumam, dan ia memajukan badannya dengan sedikit menunduk, lalu berkata, "sorry?"

Blus belahan rendah itu sering membuatku gagal fokus! Dulu aku sering merasa muak ketika melihat Armand dengan bangganya memamerkan tubuh bohay pacarnya yang dibalut blus belahan rendah itu kepada orang banyak. Akan tetapi kini akupun sudah ikut menjadi terduga penikmat tubuh bohay!

Kadang aku bertanya, apakah perempuan itu tahu kalau lelaki sangat tertarik dengan tubuh mereka? Ya, tentu saja! Sebaliknya perempuan juga suka mendengar ketika lelaki membacot tentang kehebatan mereka itu. Hahaha. Demikianlah alam dan seisinya bekerja untuk memutar roda kehidupan. Aura perempuan akan membangkitkan gairah lelaki, sedangkan kekuatan dan nalar lelaki akan memberi rasa nyaman bagi perempuan.

Sesi wawancara belum berakhir, tapi aku sudah memberi "yes" kepada Maya. Jangankan tanda approval, hati pun tak kan ragu kuberikan padanya. Penyebabnya, ya karena faktor bohay tadi. Hahaha

Tetiba aku teringat kepada Aldo, si buaya darat. Sepertinya akupun kini sepupuan dengan Aldo. Hahaha.

Beberapa waktu kemudian aku jadian dengan Maya. Kini aku mengerti kenapa Armand begitu bangga memamerkan pacarnya. Sebab aku kini juga merasakannya!

Maya jelas lebih bohay daripada pacar-pacar Armand selama ini. Akupun suka memamerkan Maya karena banyak lelaki harus menahan napas ketika berpapasan dengannya. Sebagiannya malah kena bengek!

Akan tetapi semuanya itu harus berakhir jua. Seperti mengikuti jejakku, Maya kemudian mendapat bea siswa ke Australia. Sebenarnya tanpa beasiswapun Maya bisa sekolah di Australia. "Ia anak sultan." Bapak e seorang dokter spesialis syaraf dan mbok e seorang notaris terkenal. Akan tetapi beasiswa itu adalah pertanda bahwa ia tidak hanya mengandalkan tubuh bohay-nya semata.

Ah, aku juga sih yang salah. Aku suka cekokin Maya dengan mengatakan bahwa perempuan itu harus mandiri, strong, tough dan tidak harus selalu bergantung kepada suami.

Dulu aku punya tetangga yang suaminya direbut seorang pelakor. Ia seorang IRT (Ibu Rumah Tangga) biasa. Ia tidak sudi dimadu dan ingin berpisah. Namun secara ekonomi ia bergantung kepada suami.

Suami yang sedang mabok kepayang itu ternyata sering terkena "amnesia," bahwa ia seharusnya menghidupi seorang isteri dan tiga orang anak. IRT tadipun hanya bisa menangis sedih sambil mengharapkan uluran tangan dari saudara dan tetangga.

Setengah tahun kemudian ia berubah menjadi pelakor pula. Pada suatu kali, seorang IRT di belakang rumah kami dilarikan ke rumah sakit karena menenggak Ba*gon. Rupanya suaminya itu baru saja direbut seorang pelakor!

Maya terkesima mendengar ceritaku itu. Ia menatapku dalam-dalam untuk memastikan bahwa aku ini bukanlah termasuk tipe lelaki yang gampang ditikung seorang pelakor.

Setelah yakin, ia kemudian memelukku mesra sambil bertanya, "Aldo itu siapa Bram? Terkadang kamu suka menyebut nama Aldo."

Aku kaget, lalu tersenyum. Sambil membelai rambutnya aku berkata, "Oh itu, anu, si anu yang suka nganu." Tetiba aku teringat kepada Ratih. Teringat dengan keringat jagung itu. Lagi ngapain ya Ratih saat ini? Oh mungkin ia lagi nganu..

Aku kemudian mencium rambut Ratih, lalu turun ke telinganya, pipinya, dan bibirnya. Aku merasa seperti sebuah biduk kecil yang mengarungi samodera Hindia yang luas. Aku berjuang keras mengendalikan bidukku dengan peluh yang membasahi tubuh, lalu kemudian terhempas di gulung ombak yang ganas...

***

Duh Gusti, perpisahan ini membuat hatiku hantjoer berkeping-keping. Maya adalah satu-satunya sosok yang bisa membuatku melupakan Ratih. Maya bahkan mampu membuatku merasa lebih hebat dari Armand!

Aku tidak suka pacaran ala LDR karena pasti akan menyiksa diri. Rasa kangen dan cemburu akan berkelindan menggugat emosi jiwa. Meragukan kesetiaan dan mencabik harga diri. Ujung-ujungnya akan merusak suasana hati dan hubungan itu sendiri.

Aku ingin hubungan yang realistis saja. Aku kapok di-pehape. Aku kemudian berkata kepada Maya, "kita memang pacaran, tapi untuk sementara hubungan ini di-pending saja dulu. Gak usah janji apa-apa May. Aku akan sangat bersyukur kalau nanti sepulang dari Australia, hubungan ini bisa berlanjut lagi. Namun kalaupun tidak, aku akan ikhlas menerimanya."

"Koq harus gitu sih Bram, banyak juga orang yang LDR-an, dan tetep baik-baik aja."

"Aku sih kapok kena pehape. Kedua juga agar tidak menjadi beban bagi kita berdua May. Ketiga, bisa menjadi ujian bagi kita, sekuat apa sih perasaan kita masing-masing. Kalaupun nanti kita ternyata gagal, yah ga papa, tidak ada rasa sakit hati lagi."

"Ah aku sih gak mau gitu. Ini kan cuma sebentar aja. Aku sayang banget sama kamu Bram. Justru seharusnya kita buat janji setia, buat cincin kembar kek, atau apa yang bisa jadi penyemangat buat kita berdua. Atau jangan-jangan kamu punya pacar lain Bram?"

"Ya, enggak lah! Kalau aku digigit anjing gila dan kemudian terkena rabies, barulah aku berpikiran untuk selingkuh. Apa kamu gak tau kalau aku itu bangga banget pacaran sama kamu sayang?"

Maya menatapku dalam-dalam dengan rasa bangga. 

"Atau kita kawin aja yuk. Aku resign lalu ikut kamu ke sana. Aku kan pernah tinggal di sana dan punya beberapa teman yang bisa bantu cari pekerjaan yang bagus.

"Hah! Enggak ah! Aku baru 23, mau seneng-seneng dulu. Mungkin lima tahun lagi baru mikirin nikah!

"Ya ampun May, sekarang atau lima tahun lagi apa bedanya. Sekarang aku 28, lima tahun lagi artinya kan 33, lama banget May?"

"Ya udah kalo gitu, kelar sekolah dua tahun lagi baru kita putuskan kayak apa, ok?"

***

Setahun berlalu tanpa terasa. Aku kemudian mendapat promosi dan pindah ke kantor Jakarta. Akan tetapi dua-tiga kali sebulan aku masih harus ke Surabaya karena ada pekerjaan yang masih menjadi tanggung jawabku.

Aku baru saja mencuci gelas ketika hapeku berbunyi. Rupanya dari ibu yang mengabarkan kalau Armand sekarang berada di rumah sakit.

Aku baru tahu kalau setahun setelah menikah, penyakit kanker Armand yang dulu itu kambuh lagi. Hari-harinya justru lebih sering dihabiskannya di rumah sakit. Kini kondisinya semakin memburuk, dan ibu berharap agar aku mau memaafkan Armand dan kemudian membesuknya.

Aku hanya diam saja, tak tahu harus berbuat apa. Ego, benci, sakit hati, tapi kini juga rasa kasihan dan rindu bercampur aduk menjadi satu. Ah, Armand my bromance...

(Bersambung)  


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun