Dengan sedikit rasa malu, aku menjawabnya, "Ah, aku ini seorang jomlo yang baru saja patah hati. Rupanya aku ini tidak cukup pantas menjadi pacar seseorang."
Senyum manisnya seketika berubah menjadi sebuah empati. Â Sangat tulus, sehingga mampu meluruskan tulang-tulang yang bengkok. "Heiii, kamu jangan pernah sekali-sekali berpikiran begitu, lihatlah taburan bintang di langit sana, demikian jugalah banyaknya wanita yang ada di bumi ini. Mungkin tidak banyak yang melirikmu, tetapi tidakkah kau merasa, setidak-tidaknya ada juga satu yang tertarik padamu?"
"Duh Gusti, ucapan lembut itu terasa sangat menyejukkan, laksana meminum segelas es sirop di gurun Sahara yang kering kerontang. Aku kemudian tersenyum kepadanya. Mungkin itu adalah senyum manis terbaik yang pernah kuberikan.
Bintang itu tersenyum lebar melihat senyumku itu. Senyum manisnya itu terasa sangat menyentuh, menghangatkan hati yang beku, melemaskan sendi-sendi yang kaku.
Beberapa waktu lamanya kami hanya saling senyum dan berdiam diri. Ketika mata beradu, dan senyum tulus telah menyatu, tidak perlu ada lagi kata-kata yang terucap.
Aku kemudian berkata dengan lembut kepadanya, "Boleh kah aku menciummu?"
Seketika wajahnya memerah, terkaget dengan permintaanku. Ia kemudian turun mendekat, membelai rambutku, menutup matanya, lalu menciumku.
Dalam sekejap waktu menghentikan langkahnya! Bumi berhenti berputar pada porosnya. Bintang-bintang di langit berhenti berkelap-kelip. Suara ombak di tepi pantai membisu. Bayu bersembunyi di balik nyiur. Semuanya terpana seperti ingin membiarkan kami berciuman mesra tanpa ada gangguan.
Aku menutup mata, membiarkan cahaya lembut itu menembus jantung, mengusir rasa sepi di hatiku. Saat ini tidak perlu kata-kata, bahkan tidak satu kata pun! karena semuanya itu akan sia-sia belaka.
Aku merasa ia membawaku terbang jauh ke langit biru, melewati gumpalan awan putih yang berserakan di angkasa. Aku kemudian membuka mata, dan menatap dalam-dalam ke kedua bola mata indah itu. Duh Gusti, aku melihat bayangan diriku di dalam bola mata indah itu!
Aku kemudian berkata kepadanya penuh harap, "Boleh kah besok kita bertemu lagi?"