Bagaimana kalau tiba-tiba Armand datang membawa setangkai mawar dan sekotak cokelat Ferreo Rocher kesukaan Ratih, lalu minta balikan lagi. Duh Gusti mampoes akoe!
Sebagai seorang playboy, Armand ini jelas jagoan dalam hal "mengolah kata," persis kayak si anu itu. Belum lagi kalau ia ternyata suka juga pakai jurus "ayat-mayat." Buktinya ia tega bilang kepada Ratih kalau aku ini gay! Ba*gsat, wedus si Armand ini.
***
Enam minggu berlalu dan POMNas akhirnya selesai juga. Aku mendapat dua medali. Emas lewat Kata Beregu dan Perak lewat nomor Kumite.
Aku habis diomelin sama senpai. Seharusnya aku bisa mendapat emas lagi di nomor Kumite. Apalagi aku sudah unggul empat poin lewat sebuah Wazari dan dua Ippon. Seharusnya aku bermain santai saja. Namun karena tidak fokus, aku malah bermain terlalu agresif dan membuat pelanggaran fatal. Aku kemudian kena diskualifikasi!
Akan tetapi aku tetap senang, medali tetaplah medali. Dua tahun lalu aku gagal mendapat medali karena kurang pengalaman, tapi kini aku mendapat dua medali yang membuatku bahagia.
Ratih ternyata ada di Bali bersama rombongan paduan suara kampus kami yang bertanding di sana. Dari Banjarmasin aku langsung menuju Denpasar, berpisah dengan rombongan besar yang kembali ke Jakarta. Aku memang sengaja tidak menghubungi Ratih karena ingin memberi kejutan kepadanya.
Aku kemudian menyusuri lorong menuju kamar Ratih yang terletak di ujung. Aku membawa setangkai mawar dan sekotak cokelat Ferreo Rocher kesukaan Ratih, dan dua buah medali tentunya.
Aku tadinya mau mengetuk pintu kamar 707 itu, tapi ternyata pintunya sedikit terbuka. Aku kemudian melongokkan kepalaku melewati pintu dan besiap-siap hendak mengucapkan, "room service.."Â tapi kemudian tak jadi. Mulutku tersumbat melihat pemandangan yang ada di depan mataku. Armand tampak memeluk Ratih dan kemudian menciumnya.
(Bersambung)