Akan tetapi sama seperti tomat dan wortel, saya mewajibkan sebutir telur setiap hari, yang kemudian diceplok ke dalam rebusan. Terkadang saya juga menambahkan beberapa butir bakso ikan atau bakso sapi. Sesekali saya juga menambahkan tofu dan mie kering untuk menambah variasi.
Untuk penguat rasa, saya kembali ke zaman dahoeloe kala. Yakni memakai kombinasi gula dan garam saja. Rasanya cukup enak, apalagi bercampur dengan sensasi rasa asam dari tomat yang sudah melting dengan kuah rebusan.
Terkadang saya juga memakai kaldu jamur tanpa msg yang dijual dalam sachetan. Rasa dari kaldu jamur memang lebih strong. Akan tetapi saya mencoba mebiasakan diri dengan cara yang lebih alami, yaitu kombinasi gula dan garam tadi.
Sepintas masakan saya di atas mirip dengan steamboat, sukiyaki atau shabu-shabu. Betul sodara-sodara, bahan isinya hampir sama, tapi rebusan di atas tidak memakai kaldu, kecap atau minyak wijen.
Artinya rebusan itu bebas dari minyak-minyakan, kecap-kecapan maupun cabe-cabean. Kebetulan saya tidak bisa makan cabai/pedas. Jadi rebusan ini memang aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh tua atau muda, pria, wanita maupun banci/wadam.
Saat ini musim hujan/dingin menerpa sebagian besar wilayah Indonesia. Masakan rebusan tentunya efektif untuk mengusir lapar dan juga rasa dingin yang menerpa. Untuk soal makanan, jangan cari yang cuma enak di mulut saja. Namun carilah makanan enak yang menyehatkan dan sekaligus juga bisa menghangatkan jiwa raga.
Menjadi laki-laki zaman kiwari itu memang berat. Selain berkewajiban mencari nafka, laki-laki zaman now juga perlu tahu beberes rumah dan memasak, agar selalu disayang istri, dipuja anak-anak dan dicemburui mantan.
Salam hangat, salam sehat dan salam rindu selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H