Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"PHP" ala Liverpool!

9 April 2021   17:25 Diperbarui: 10 April 2021   12:03 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mohamed Salah (kiri) dan Karim Benzema (kanan) berebut bola dalam pertandingan Real Madrid vs Liverpool di leg pertama perempat final Liga Champions 2020-2021 di Stadion Alfredo Di Stefano, Rabu (7/4/2021) dini hari WIB. (AFP/GABRIEL BOUYS via KOMPAS.com)

Setelah sempat membawa fans Liverpool mengangkasa kala melibas Arsenal 3-0, Klopp kemudian menghempaskan fans Liverpool kembali ke bumi ketika keok 1-3 di tangan Real Madrid! Kemenangan 3-0 atas Arsenal itu memang sensasional. Akan tetapi "cara Klopp" memenangkan pertandingan itulah yang membuat hasil pertandingan itu menjadi terlihat keren di mata fans.

Lini tengah memang dikuasai sepenuhnya oleh trio Milner, Fabinho dan Thiago. Dalam "mode bertahan," kehadiran Milner dan Thiago tentunya membuat penampilan Fabinho semakin ciamik. Milner seorang gelandang box-to-box yang siap bertarung adu fisik untuk merebut bola, dan Thiago adalah seorang perebut dan penjaga bola terbaik.

Masalahnya, ketika "mode menyerang ON," kedua pemain ini sering terlihat bingung sendiri. Mau nendang ke gawang, yah, jaraknya masih terlalu jauh. Mau memberi bola ke trio penyerang, mereka ini dijaga ketat. Alhasil bola hanya berputar-putar saja di lapangan tengah.

Klopp mafhum kalau tanpa pergantian pemain, maka lini tengah Liverpool itu "kerjanya hanya akan berputar-putar saja." Masalahnya siapa yang harus ditarik, karena semua pemain sebenarnya bermain cukup baik. Klopp kemudian menarik Robertson dan memasukkan Jota yang seorang penyerang. Posisi Robertson kemudian diisi oleh Milner, pemain serba bisa yang sering juga berposisi sebagi bek kiri.

Jota kemudian menempati posisi sentral, berada diantara trio penyerang dan kedua gelandang pivot. Strategis, karena Jota harus bisa cepat menyerang (sebab kehadirannya tidak disadari pemain Arsenal) dan harus cepat pula turun membantu ketika Liverpool ditekan lawan.

Selain itu Milner dan Arnold kini mulai memanfaatkan lebar lapangan untuk mengirim crossing ke tengah karena sekarang sudah ada empat penyerang di depan. Liverpool memang sengaja memasang garis pertahanan tinggi, karena yakin duet Philips-Kabak bisa mengamankan lini belakang.

Hasilnya kemudian terlihat nyata, Liverpool kemudian melibas Arsenal 3-0. Kemenangan ini terasa spesial karena diperoleh dengan sebuah taktik jitu lewat pertukaran pemain. Sesuatu yang sangat jarang terlihat dari seorang Klopp. "Pakai otak tidak otot semata," mirip-mirip dengan pertarungan catur WGM Irene Sukandar kala melibas Dewa Kipas dengan skor telak 3-0 pula!

***

Lain padang lain belalangnya. lain gendang lain pula jogednya. Liga Champion adalah liga joged eh para juara dimana taktik dan mental terkadang lebih menentukan daripada sistim dan ketrampilan teknis. Tak percaya? Tanyakan saja hal ini kepada Manchester City atau PSG, tim bertabur bintang yang belum pernah mencicipi tropi Liga Champion.

Apakah Liverpool "kurang pandai berjoged?" Soalnya mereka ini kan sudah meraih enam tropi Champion!

Ketika melibas Barcelona 4-0 di Anfield dua musim lalu, jelas terlihat kalau Barcelona kalah mental. Padahal pada leg pertama di Camp Nou, Barca bisa melibas Liverpool 3-0, berkat menang mental juga! Kalau sudah begini terpaksa hitung-hitungan Fengshui ala koko Rudy yang dipakai.

Liverpool enam kali juara Liga Champion, sedangkan Barca cuma lima kali. Otomatis Liverpool menang mental dari Barca, dan bisa melenggang selanjutnya ke final, hahaha. Jadi kalau Liverpool kemudian remuk dari Madrid, itu karena Madrid sudah pernah 13 kali meraih gelar juara Liga Champion, hahaha.

Dalam laga melawan Real Madrid kemarin, Klopp entah karena "kalah joged" atau apa justru melakukan beberapa blunder. Liverpool bermain dengan pola 4-3-3 dengan menempatkan trio Mane, Jota dan Salah sebagai penyerang. Terlihat jelas kalau Klopp ingin langsung ngegas. Apalagi Jota kemarin itu mencetak brace kala bersua Arsenal.

Klopp kemudian memasang trio Keita, Wijnaldum dan Fabinho di tengah. Masalahnya Gini dan Keita bermain buruk. Klopp bahkan tampak terlalu kejam ketika menarik Keita di menit ke-42. Mengapa ia tidak menunggu saja tiga menit lagi sampai selesai babak pertama? Itu karena Klopp begitu kecewanya dengan penampilan Keita! Akan tetapi hati Keita sudah terlanjur remuk karena malu. Akan sulit bagi Klopp untuk bisa memotivasi Keita lagi dalam waktu dekat ini.

Dua bek tengah adalah anak muda minim pengalaman. Benar permainan mereka semakin membaik. Bahkan Liverpool seperti tidak memerlukan van Dijk dan Gomez lagi. Akan tetapi mereka ini masih dalam proses. Dalam pertandingan melawan Madrid kemarin, kedua bek muda ini seperti "layangan putus" yang kehilangan fokus. Itu karena tidak ada pemain senior yang membimbing mereka ini.

Kabak-Philips terlalu sering naik mendukung serangan tapi lupa turun. Kini ada celah besar di antara kiper dengan bek tengah Liverpool yang memakai garis pertahanan tinggi itu. Liverpool kini dalam bahaya besar. Hanya persoalan waktu saja bagi Madrid untuk melakukan serangan balik cepat guna menghabisi Alisson! Dan hal itu kemudian terbukti. Tiga gol yang bersarang di gawang Alisson adalah berkat rapuhnya pertahanan Liverpool yang tidak mendapat perlindungan dari lini tengah!

 Bermodalkan dua bek muda yang masih dalam proses, Klopp benar-benar berjudi bermain terbuka melawan Real Madrid di Bernabeu! Apalagi lini tengah kemudian menjadi titik terlemah Liverpool. Alhasil di babak pertama Liverpool bahkan tidak bisa mendapatkan sebiji peluang pun!

Real Madrid sejak awal babak pertama sudah langsung ngegas dengan gegenpressing ala Liverpool pula! Pemain Liverpool sejatinya selalu memainkan gegenpressing, tapi tak pernah ditekan dengan gaya gegenpressing! Mereka tidak siap, lalu panik dan emosi karena pemain-pemain Madrid bermain keras pula. Babak pertama benar-benar menjadi neraka bagi Liverpool. Madrid pun tampil lebih leluasa untuk mencetak dua gol.

Pada babak pertama Liverpool memang terlambat panas. Babak kedua kemudian dimulai dengan Liverpool yang sudah kembali ke mode "ON." Hasilnya segera terlihat. Sebuah gol cepat dari Salah kemudian menjadi awal perlawanan Liverpool yang memberikan shock therapy bagi Madrid. Kini Madrid yang ditekan habis-habisan. Namun di sinilah terlihat kematangan Madrid.

Madrid kemudian bertahan rapi sambil melakukan konsolidasi. Sama seperti Liverpool, Madrid bukanlah tim yang terbiasa bertahan. Peran pemain veteran seperti Modric, kroos dan Casemiro kemudian menjadi koentji keberhasilan Madrid mengendalikan permainan.

Bermain terbuka melawan Liverpool yang dalam kondisi "ON," sama saja bunuh diri. Madrid kemudian membiarkan saja Liverpool menguasai bola. Namun Madrid tidak pernah memberi ruang sedikitpun bagi Liverpool. Sama seperti pada El Clasico, laga derby Madrid vs Barca, Madrid tak lupa memberi sedikit provokasi bagi pemain Liverpool. Hasilnya sungguh mujarab. Robertson, Fabinho, terutama Thiago, Mane dan Arnold terlihat begitu emosional sehingga kadang tidak fokus bermain.

Walaupun bertahan rapat, tapi Madrid tetap mengincar serangan balik cepat. Lewat serangan cepat, Vinicius kembali membubuhkan namanya di papan skor pada menit ke-65. Madrid 3 Liverpool 1.

Vinicus Jr, pencetak dua gol Madrid, sumber : https://pict-a.sindonews.net/
Vinicus Jr, pencetak dua gol Madrid, sumber : https://pict-a.sindonews.net/
Di sinilah terlihat ketidak matangan Klopp. Liverpool terus saja ngegas sampai lupa pada sektor pertahanan. Padahal bermain seri, apalagi bisa mencetak gol pada sebuah laga home and away adalah sebuah "kemenangan." Kalah 1-2 di kandang lawan sama dengan hasil seri!

Setelah mencetak gol, seharusnya Liverpool mengubah strategi bermain. Konsolidasi di semua lini sambil terus mengontrol bola. Terlihat sedikit mengendurkan serangan, tapi itu adalah strategi untuk melakukan serangan balik cepat, karena sekarang lini pertahanan Madrid sudah sulit ditembus!

Walaupun tidak "melakukan parkir bus," tapi sistim zonal marking Madrid sangat efektif meredam serangan Liverpool. Benzema tampak seperti mati kutu dan tak berdaya. Akan tetapi di situlah koentjinya, karena Benzema bermain sebagai false-nine, seperti peran yang biasa dimainkan Firmino.

Otak serangan Madrid sendiri ada pada kecepatan Vinicius Junior dan Marco Asensio yang ditopang oleh Vazquez dan Mendy. Benzema bertugas sebagai pengalih perhatian dan pembagi bola. Modric dan Kroos sebagai pengatur serangan. Casemiro sebagai breaker dan pelindung bagi Nacho dan Militao. Jadi terlihat kalau Zidane kali ini "memakan" Klopp dengan cara Klopp sendiri!

Klopp memang salah strategi. Sosok Jota hebat karena ia "tak terlihat." Lihat saja gol-gol Jota yang selalu datang dari "blind-side." Dua gol Jota ke gawang Leno karena tidak ada pemain Arsenal yang meyadari kehadirannya. Apalagi dia datang sebagai pemain pengganti. Jota memang terlahir sebagai seorang "super-sub" seperti halnya Solksjaer dan Teddy Sheringham. Sekalipun terlihat seperti pemain kelas dua, akan tetapi sosok super-sub itu sangat penting bagi sebuah klub.

Klopp kemudian menarik Jota untuk digantikan Firmino. Ini adalah pergantian terbalik! Liverpool dalam posisi tertinggal dan butuh sebiji gol lagi agar bisa lebih tenang nanti kala bermain di Anfield. Firmino tidaklah setajam Jota dalam urusan mencetak gol. Firmino seharusnya bermain di babak pertama sebagai "breaker" justru sejak di lini pertahanan Madrid sendiri.

Kalau Firmino sejak awal bermain, tidak mungkin permainan Liverpool akan sekacau itu di babak pertama! Lini tengah jelas bermain buruk, dan trio penyerang terisolasi di depan. Seharusnya Jota mau turun sedikit ke belakang agar bisa menjadi jembatan penghubung antara lini tengah dan depan, peran yang memang selalu dimainkan Firmino sebagai seorang striker false-nine.

Apakah peluang Liverpool sudah habis? Belum tentu juga, sebab pada musim 2008/2009 lalu Steven Gerrard cs bisa melibas Real Madrid dengan skor telak 4-0 di Anfield. 

Akan tetapi salah satu kekuatan utama Liverpool itu ada pada penontonnya. Kalau bermain buruk di Bernebau, pemain Madrid pasti akan ditimpuk oleh penontonnya sendiri. Sebaliknya pemain Liverpool tidak akan pernah ditimpuk di Anfield!

Pemain Liverpool itu selalu ada di hati fans. Mereka akan selalu tertawa bersama kegembiraan pemain dan akan ikut menangis pula bersama kesedihan pemain. Para pemain Liverpool selalu berjuang sekuat tenaga untuk menang di Anfield bukan karena mereka takut kalah, melainkan karena mereka tak ingin membuat fans menangis. Kini tidak ada lagi penonton hadir di stadion. Itulah sebabnya pemain membutuhkan dukungan doa dari fans, disertai seruan, "You Never Walk Alone!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun