Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

"Di-Ghosting?" Sakitnya Tuh di Sini, Bukan di Sana...

27 Februari 2021   18:05 Diperbarui: 27 Februari 2021   18:08 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi patah hati, sumber gambar via tribunnews

Aih, ini cerita masa lalu semasa masih remaja. Ceritanya, adalah tiga cowo tulen (salah satunya aku sendiri) asli, bukan KW, berstatus jomlo, sedang mencari pasangan di seputaran sebuah SMA.

Temanku itu bernama Indra dan satunya lagi John, yang kemudian kami dapuk menjadi jubir (juru bicara) kelompok separatis jomlo. Sedangkan aku sendiri, sidang pembaca yang budiman pastinya sudah tahulah namaku...

Setelah berpura-pura menanyakan nama seorang guru yang memang tak pernah mengajar di sekolah itu, kami kemudian berkenalan dengan seorang cewe yang terhitung manis, bernama Siska.

Ternyata Siska ini termasuk berpengaruh juga diantara teman-temannya. Dalam beberapa hari saja, kami kemudian sudah akrab dengannya.

Sidang paripurna kemudian digelar dengan tajuk, adakah yang berminat dengan Siska?

Rupanya kami itu kompakan sambil malu-malu kucing, berharap Siska akan memperkenalkan teman-temannya kepada kami. Apalagi menurut Siska sendiri, teman-temannya itu cakep-cakep semua.

Walaupun begitu, kami tetaplah menjunjung tinggi prinsip kaum lelaki, "Tak ada rotan akar pun jadi" Artinya Siska tetaplah masuk skuat pemain walaupun sementara ini duduk di bangku cadangan...

Apa yang dikatakan Siska bukanlah isapan jempol. Teman-temannya itu memang cakep dengan kecantikan natural. Makannya tidak banyak lagi, terasa pas buat ukuran kantong anak remaja.

Setelah beberapa kali makan baso di depan sekolahan, kami kemudian akrab dengan lima orang cewe.

Kami mahfum, tanpa bantuan Siska kami tak akan mungkin bisa melangkah lebih jauh lagi. Sekali Siska mengatakan hal buruk tentang kami, maka satpam sekolahan pun mungkin sudah langsung mengusir kami ketika ia mengendus aroma tubuh kami dari kejauhan.

Tidak percuma kami memilih John menjadi pemimpin. Ia rupanya sudah mengambil sikap, yang penting kami berdua "selamat dulu," setelah itu barulah ia membahas kepentingannya dengan Siska.

Kami kemudian berdoa, semoga John nantinya bisa terpilih menjadi ketua DPR RI, karena dia adalah tipe pemimpin yang lebih mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadinya, Amin.

Dengan membawa sirih dan pinang di atas piring, kami kemudian datang ke rumah Siska sembari menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami tersebut.

Poetjoek ditjinta oelam tiba. Ternyata sewaktu kami masih dalam perjalanan, Siska rupanya sudah serta merta mengetahui maksud kedatangan kami tersebut. Alamak!

Rupanya Siska mahfum kalau kami ini bukanlah termasuk spesies buaya darat, melainkan buaya air tawar yang tak pernah menolak bangkai!

Jadi kami nantinya akan mendatangi satu persatu teman-teman Siska. Kalau nantinya ada yang tertarik kepada salah satu dari kami, maka Siska akan memberitahukannya kepada kami. Duh, kami rasanya koq seperti cowo aquarium dari Alexis ya...

Demikian seterusnya sampai salah dua dari kami mendapat pasangan, sebab orang ketiga dari kami pastinya akan menjadi milik Siska! Nah, ini yang di luar perkiraan semula!

Perjalanan pertama adalah ke rumah Rita. Sebenarnya kami sudah beberapa kali main ke rumah Rita, akan tetapi kali ini adalah misi khusus.

Sepulang dari rumah Rita, masih di dalam mobil, Siska kemudian berkata kalau Rita suka kepadaku. Tiba-tiba bumi berhenti berputar pada porosnya. Waktu mengentikan langkah. Bayu tertegun dalam diam. Rupanya ada orang yang sedang jatuh cinta. Duh, berjuta rasanya.

Esoknya, dalam perjalanan ke rumah Maya, aku tidak ikut lagi karena aku sudah ada yang punya. Namun benih perpecahan justru mulai disemai.

Sepulang dari rumah Maya, Siska kemudian berkata kalau Maya suka kepada Indra. Padahal Maya sendiri tidak pernah mengatakan suka kepada siapa.

Harga diri dan kejantanan John kemudian tergugah. Selama ini Maya justru lebih dekat kepadanya. Mereka sering bercanda dan tak pernah berbicara kepada Indra. John mencium ketidakberesan. Bagaimana mungkin Maya lebih suka kepada Indra yang kini tampak sedang memaksa bumi untuk berhenti berputar pada porosnya itu. John seketika benci kepada Siska, dan juga Indra.

John dan Indra kemudian "adu nyali." Mereka berdua akan adu ketangkasan secara fair untuk mendapatkan Maya. Singkat cerita, John kemudian berhasil mendapatkan cinta Maya. John tertawa, Indra kemudian undur diri dan tak pernah lagi terlihat batang hidungnya.

John kemudian tersadar, ia sebenarnya tidak pernah jatuh hati kepada Maya, dan kini ia kehilangan seorang teman. John pun kemudian menghilang.

Tinggal lah Maya dalam kebingungan. Ia baru saja merasakan yang namanya jatuh cinta, tapi cinta itu kemudian kabur begitu saja ketika ia sedang sayang-sayangnya.

Duh Gusti, sakitnya tuh di sini bukan di sana.

***

Tiga hari setelah kami berkunjung ke rumah Rita, Rita kemudian datang ke rumahku. Tentunya aku senang sekali. Kebetulan pula aku baru belajar bermain gitar, jadi aku mau sedikit pamer.

Eh, gak taunya Rita kemudian berkata kalau nada gitar itu fales. Ia kemudian meminjam gitar itu untuk di-stem. Ternyata Rita ini jago banget main gitar! Aduh malunya nek! Sejak itu kalau ia main ke rumah, gitar dan seruling bambu itu aku umpetin di kamar.

Belakangan aku baru tau kalau kedatangan Rita pertama kali itu untuk memastikan, apakah Siska mengatakan kalau ia suka padaku? Rita juga ingin memastikan, apakah aku suka padanya? Itu karena Siska tidak pernah mengatakan apapun pada Rita.

Duh Gusti! Cewe Solo ini ternyata justru "lebih batak" dari aku! Aku pun semakin blingsatan padanya.

Sebuah kecupan di pipinya kemudian menjadi pertanda bahwa aku benar-benar suka dan ingin mengenalnya lebih dekat lagi.

Sejak itu awan pun tampak lebih putih dari sebelumnya. Cuaca tampak lebih bersahabat sehingga aku pun sering membiarkan sinar mentari mencumbu kulit tanganku yang tak berbulu itu.

Tak berbulu? Iya, tangan Rita justru lebih berbulu daripada tanganku. Apalagi tangannya itu putih mulus, sehingga bulu-bulu itu terlihat jelas. Bagiku itu tampak seksi dan menggemaskan.

Terkadang aku mengambil penggaris plastik, kemudian mengosok-gosokkannya, lalu mendekatkannya ke tangan Rita. Seketika bulu-bulu di tanganya berdiri! Kami lalu tertawa, kemudian terdiam, lalu...

Hari ternyata tidak selalu cerah seperti yang dijanjikan. Mendung dan hujan pun kemudian datang menghampiri. Tiba-tiba Rita raib tanpa kabar berita. Rupanya sehabis ujian akhir kemarin, ia langsung pindah ke Jogja untuk kuliah di sana.

Aku tahu mantannya itu juga kuliah di Jogja. Katanya mantan tapi rupanya masih sayang. Duh Gusti, matek aku.

Memang aku dan Rita belum jadian. Hubungan kami masih sebatas gebetan. Belum ada kata janji terucap untuk saling menyayangi, dan tak akan mengkhianati.

Akan tetapi rasa itu tidak perlu janji. Sayang itu dalam bentuk perhatian dan tindakan, bukan dalam ucapan saja.

Hatiku hancur berkeping-keping. Aku takkan bisa jatuh hati lagi. Bagaimana mungkin aku bisa jatuh hati, sebab aku tidak punya hati lagi. Hatiku sudah kutitipkan pada Rita yang tak tahu di mana rimbanya.

Namun aku percaya mendung pasti akan berlalu juga. Waktu akan membuat aku bisa melupakan semua kepedihan itu. Namun penggaris plastik itu takkan pernah sirna dari ingatanku...

Salam sayang selalu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun