Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menggugat Peran Thiago Alcantara di Liverpool

27 Januari 2021   01:35 Diperbarui: 28 Januari 2021   00:41 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thiago Alcantara, sumber : Liverpoolfc.com via kompas.tv

Fans Liverpool bersorak kegirangan ketika Thiago Alcantara akhirnya memutuskan berlabuh di Liverpool. Sebagai catatan, Thiago yang mantan pemain Barcelona itu adalah salah satu kunci kesuksesan Bayern Munchen merajai Bundesliga beberapa musim terakhir. Thiago diharapkan bisa menjadi jenderal lapangan tengah Liverpool karena ia adalah salah satu dari sedikit pembagi dan pengendali bola terbaik di dunia.

Thiago mirip seperti Fernandinho yang juga kebetulan sama-sama berdarah Brasil dan berada di posisi yang sama pula. Sama seperti Fernandinho, Thiago selalu menjadi pemain yang paling banyak menyentuh bola dalam satu pertandingan.

Kelebihan Fernandinho adalah ia lebih kuat bertahan dan bisa menjadi seorang bek tengah. Sedangkan kelebihan Thiago adalah ia lebih kuat dalam menyerang dan bisa menjadi pemain bernomor 10 di belakang penyerang tengah.

Penulis baru menyadari, kalau Firmino berfungsi sebagai striker false 9, maka peran itu sebenarnya tumpang tindih dengan peran Thiago. Kecuali kalau Liverpool berhadapan dengan tim tangguh di mana Liverpool butuh pertahanan beberapa lapis untuk meredam serangan cepat lawan.

Akan tetapi trio lapangan tengah Liverpool selama ini kan canggih sekali. Walaupun bukan pemain bintang, tetapi mereka ini bisa berperan sebagai gelandang bertahan dan bek dengan sama baiknya. Dan ini sudah dibuktikan dalam beberapa tahun terakhir.

Lini tengah Liverpool itu memang sulit ditembus. Namun, karena Liverpool memasang garis pertahanan tinggi, maka ada jarak yang cukup jauh antara bek dengan gelandang.

Pada laga Liverpool vs MU pada pekan ke-18 kemarin, celah itu beberapa kali coba dimanfaatkan Rashford. Sayangnya ia terus terkena offside.

Sebaliknya MU memasang garis pertahanan super rendah, akibatnya ada jarak yang jauh antara gelandang dengan penyerang. Itulah sebabnya Rashford dan Martial pun menjadi terisolasi di depan.

Namun dalam laga MU vs Liverpool jilid II pada Piala FA kemarin, pertahanan MU dan Liverpool begitu gampang dijebol. 

Dua kali crossing Rashford ke Greenwood, dan sebaliknya, berhasil menembus perangkap offside Liverpool. Kali ini Liverpool kena batunya, gawang Alisson jebol dua kali.

Ole yang belajar dari pertemuan pertama, kemudian mengembalikan Rashford ke posisi semula. Rashford kemudian berhasil mematikan Arnold, dan mengingatkan Arnold bagaimana caranya melakukan crossing yang baik dan benar.

Di sini terlihat jelas betapa pentingnya sosok bek sentral "murni" di lini tengah pertahanan. Kalau ada van Dijk-Gomez, tentu akan mudah saja bagi mereka berdua mengantisipasi bola crossing seperti itu.

Pada laga pertama, duet Henderson-Fabinho memang bermain bagus sekali, membuat para penyerang MU mati kutu. Sebaliknya pada laga kedua kemarin, duet Fabinho-Williams justru menjadi "kutu bangsat," penyebab tiga gol yang bersarang di gawang Alisson! Bapuk betul.

Kecerobohan Fabinho melakukan pelanggaran dekat kotak penalti, berbuah tendangan bebas Fernandes yang kemudian menjadi gol ketiga MU. Kecerobohan Fabinho menjaga Ashley Barnes pada laga melawan Burnley kemarin, membuat kiper Alisson tidak punya pilihan lain selain menjegalnya. Penalti Ashley Barnes kemudian membuat Liverpool terkapar.

Fabinho yang semula tersanjung dipuja-puji kemudian menjadi terdakwa. Ini memang bukan salahnya. Ia seorang gelandang, bukan bek tengah. Ini bukan persoalan skill semata, tapi naluri. Ya naluri seorang bek yang tidak mungkin bisa dimiliki seorang gelandang.

Lini belakang sebenarnya sudah lama bermasalah dengan cederanya van Dijk dan Gomez, dan tidak adanya pengganti sepadan bagi Robertson dan Arnold. Tampaknya Klopp membiarkan saja masalah ini karena kebetulan semua pemain tengah Liverpool bisa menjadi bek di berbagai posisi.

Betul Milner, Keyta, Fabinho dan Henderson bisa berperan sebagai fullback. Catat sebagai fullback saja bukan wingback yang bisa membantu penyerangan, sebab "separuh nafas Liverpool akan terbang" ketika Robertson dan Arnold tidak bermain, atau bermain tapi bapuk!

Betul Fabinho dan Henderson bisa berperan sebagi bek tengah yang defensif. Semua orang memuji penampilan Fabinho sebagai bek tengah. Namun beberapa kali Fabinho harus terbirit-birit menghadapi serangan balik cepat lawan. Namun orang (Klopp) lupa kalau Fabinho sudah menerima empat buah kartu kuning, plus satu lagi kemarin. Lima kartu kuning membuat seorang pemain harus rebahan karena tidak diizinkan bermain.

Dalam laga Liverpool vs MU kemarin, masih ingat kala Rashford mendapat peluang emas lewat sebuah fastbreak di babak pertama? Dari sisi dalam, Robertson berlari mengejar dan kemudian memepetkan badannya ke Rashford untuk menutup ruang tembak Rashford.

Rashford memang menguasai bola tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena Robertson menutupi ruang tembak ke arah gawang. Apalagi tak ada pemain MU lainnya untuk mendukung. Kesal, Rashford kemudian menarik Robertson yang dengan begitu mudahnya terjatuh bak daun ditiup angin.

Itulah ciri khas seorang bek yang punya naluri kapan harus menarik/menjegal lawan dan kapan hanya sekedar menutup ruang gerak lawan saja. 

Bagi seorang bek, berpikir setengah detik untuk membuat keputusan bisa menjadi petaka. Bek terkadang harus bertindak dengan nalurinya saja. Naluri itulah yang tidak dimiliki seorang gelandang ketika bertugas menjadi seorang bek!

Demikian juga halnya dengan MU yang punya dua bek tengah yang piawai mengantisipasi bola-bola atas, namun kecolongan di bola bawah. MU memasang garis pertahanan rendah namun dua kali pula jebol dengan begitu mudahnya.

Memang gampang-gampang susah dan susah-susah gampang. Kalau kedua bek sayap Liverpool bermain normal, tentunya crossing-crossing mereka ini sangat berbahaya. Duet Maguire-Lindelof adalah solusinya. Namun ketika Firmino-Milner mainnya "kayak gitu" maka Maguire-Bailly paling pas, karena bloking Bailly sangat bagus. Jadi kiri-kanan, atas-bawah tetap oke!

Nah dalam laga Liverpool-MU tersebut peran Thiago kemudian menjadi sorotan. Benar bahwa Thiago menjadi pemain yang paling banyak menyentuh bola. Akan tetapi Thiago justru melambatkan tempo permainan Liverpool itu sendiri. Beberapa kali serangan balik yang dibangun LiIverpool menjadi sia-sia karena Thiago terlalu banyak mengontrol bola. Gemes betul melihat Thiago ini.

Sialnya lagi, umpan-umpan diagonal maupun terobosan dari dua bek sayap juga mampet. Ketika Arnold dan Robertson bermain buruk maka trio Firmansah itu akan seperti moge minum bensin oplosan, larinya mbrebett.

Padahal Thiago dibutuhkan untuk mengalirkan bola dengan cepat ke Mane/Salah lewat tengah. Sebelumnya tidak ada pemain seperti Thiago ini di Liverpool. Apalagi Thiago piawai bermain tiki-taka ala Barcelona maupun high pressure football ala Bayern Munchen. Jadi Thiago ini adalah pemain super komplit dan diharapkan bisa menjadi pembeda ketika terjadi kebuntuan.

Namun kontribusi Thiago masih nihil, malah membuat permainan Liverpool menjadi kacau. Thiago jelas butuh waktu untuk beradaptasi. Tapi yang jelas pelatihnya memang "kurang mampu" memberi instruksi yang tepat kepada pemain ini.

Akhirnya yang menjadi bintang lapangan tengah adalah "mbah" Milner dan Firmino. Umpan terobosan Firmino dari tengah kepada Salah berbuah gol pertama Liverpool. Kombinasi tiki-taka Milner-Firmino kemudian menjadi gol kedua bagi Salah.

Mane dan Salah itu berbahaya justru pada saat mereka ini menerima bola dalam kondisi berlari, karena sulit menebak arah larinya dan sulit pula dihentikan. Namun ketika Salah dan Mane sendiri yang build up serangan, bola justru sering dipatahkan bek lawan. Oleh karena itu, aliran bola kepada Mane/salah harus cepat.

Tampaknya kehadiran Thiago ini perlu dipertanyakan kalau skema mainnya memakai pola 4-3-3, karena jelas tidak cocok. 

Kecuali kalau skemanya 4-2-3-1, dimana Thiago berduet dengan Fabinho menjadi dobel pivot. Kalau ini mah pasti keren pisan! Soalnya duet ini bisa melindungi bek tengah, meredam/memutus serangan lawan plus mengatur tempo permainan dengan baik.

Walaupun kalah dari MU, akan tetapi ada progres yang didapat Liverpool lewat laga kemarin. Pertama tentunya Liverpool akhirnya bisa mencetak gol lagi berkat brace dari Salah. Artinya lini serang sebenarnya tetap oke asalkan mendapat suplay bola matang dari tengah maupun dari sayap.

Akhirnya ini bukan soal MU, tetapi Liverpool sendiri. Pelatih Liverpool kini bisa memahami perbedaan antara seorang bek tengah sejati dengan seorang gelandang.

Ini bukan soal skill, tetapi naluri. Ketiga gol yang bersarang di gawang Alisson itu murni karena "tidak hadirnya" sosok bek tengah sejati di jantung pertahanan Liverpool.

Liga Inggris bukan liga kaleng-kaleng dimana pelatih boleh menyusun tim inti, lalu mencari "ban serap" untuk melapis pemain inti ketika tidak bisa bermain. Liga Inggris itu edan karena jadwal mainnya gila-gilaan. Tempo permainan sangat tinggi, membutuhkan stamina dan kekuatan fisik karena sering terjadi body charge. 

Bahkan pemain-pemain dari Bundesliga seperti Thiago, Kai Havertz dan Timo Werner sendiri mengaku keteteran ketika bermain di Liga Inggris.

Itulah sebabnya setiap tim harus punya dua set pemain "ori" yang kualitasnya setara pada semua posisi, karena mustahil seorang pemain bisa bermain terus sepanjang musim.

Manchester City, MU, Chelsea, Arsenal, Spurs dan Everton memiliki kedalaman skuat yang merata pada semua posisi. Coba cek nama-nama striker hebat tim ini. 

Sekarang coba cek, siapa nama striker murni Liverpool. Namanya cuma Divock Origi! Penduduk kota Liverpool sendiri kurang mengenal nama ini, sebab nama Richarlison dan Dominic Calvert-Lewin justru lebih akrab di telinga.

Klopp sendiri tentunya paham akan masalah yang terjadi. Klopp sebenarnya butuh penyerang tengah murni sekelas Sturridge atau Luis Suarez yang mampu bertarung solo di depan. Klopp juga butuh empat bek berkualitas untuk semua posisi. 

Kalau pemain-pemain tersebut tidak tersedia pada jendela transfer musim dingin ini, maka mempertahankan gelar juara akan menjadi sebuah hil yang mustahal pula.

Sebagai penggemar Liverpool, penulis pastinya akan berbahagia seandainya Liverpool bisa finish di posisi empat!

Salam sepak bola

YNWA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun