Bukan rahasia lagi kalau di Kompasiana kita ini banyak ide/pesan penulis yang tidak sampai kepada pembaca. Mengapa begitu? Sebab ditulis dengan cara dan bahasa yang rumit. Atau ide/pesannya itu sendiri terlalu rumit sehingga penulisnya sendiri kebingungan untuk menyampaikan ide rumit tersebut kepada pembaca.
Membaca tulisan begini, biasanya saya akan mencoba merem, lalu berusaha menghubungi si-penulis lewat telepati. Umumnya gagal karena memang tidak ada koneksi sama sekali. Namun setidaknya saya akan menandai sipenulis agar jangan sampai saya harus membaca tulisannya kelak. wkwkwk
Kedua, komitmen
Waktu akan berlalu, musim akan berganti. Kulit akan menjadi keriput dan cinta pun akan luntur. Kecocokan akan menghilang dan kekuatan akan menjadi semakin lemah. Akan tetapi komitmen akan tetap mampu mengatasi semuanya itu. Karena komitmen selalu menimbulkan harapan, harapan semuanya pasti akan baik-baik saja!
Komitmen mungkin buta, tetapi ia selalu mampu melihat di kegelapan! Dia hanya dapat melihat di kegelapan itu, kalau matanya memang benar-benar “buta sama-sekali!”
Sebab kalau mata selalu “melek,” maka rumput tetangga akan selalu terlihat lebih hijau! wkwkwk
Tampaknya rahasia awet berumah-tangga itu bisa pula diaplikasikan ke dalam tulisan, terutama oleh pak Tjip sendiri. Delapan tahun bercokol di Kompasiana, pak Tjip sudah menulis artikel sampai lima ribuan lebih. Padahal saya yang jauh lebih muda, hanya mampu menulis empat ratus artikel selama hampir lima tahun, wkwkwk. Rasa bosan memang selalu menjadi kendala utama.
Tanpa komitmen hal itu pasti akan sulit dilakukan. Semoga saja ilmu pak Tjip ini bisa menular kepada saya, mungkin belum sekarang tapi nanti saja, hehehe…
Ketiga, sayang sepenuh hati.
Nah, ini termasuk yang paling seru. Urang awak bilang, “ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang.”
Pada zaman “matre bin hedon” sekarang ini orang tentunya gak mau diajak susah. “cape deh” katanya. Artinya di setiap relasi harus ada reward-nya. orang tidak mau merugi.